6

2.1K 407 8
                                    

Officially

***************

"Kamunya mau kok, tuh buktinya cincinnya di pakai!"

".............."

"Walau terkesan mendadak tapi takdir memang punya cara unik buat menyatukan satu pasangan. Jadi udah terima nasib saja dan jalani hubungan yang aku tawarkan. Jadi istriku nggak rugi-rugi amat kok, walau gajiku nggak sebanyak Asisten GM hotel Bintang lima, tapi punya menantu Tentara idaman para mertua loh!"

Aku meremas tanganku gelisah, merasa terombang-ambing kebingungan dengan keputusan yang sudah aku ambil ini, di saat Pria yang ada di hadapanku ini menyodorkan cincinnya dan meminta kesediaanku, suasana sedang carut marut tidak menentu dengan Ibu yang histeris takut jika aku tidak akan ada yang mendekati lagi. Ayolah, sudah aku jelaskan bukan alasan Ibuku kenapa se frustasi itu, terkadang memang orangtua saking sayangnya selalu mikir sesuatu dengan berlebihan.

Itulah yang membuatku menerima pinangan dari calon suami pengganti ini.

Tapi setelah aku pikirkan dengan masak-masak, aku juga takut jika kembali di permainkan, dua tahun aku mengenal Mas Tara dan semuanya berakhir berantakan karena dia kabur begitu saja, padahal Mas Tara sendiri yang meminta keluargaku jika dia akan datang pada tanggal tersebut membawa keluarganya untuk lamaran serius.

Lalu bisakah aku percaya dengan orang yang aku kenal wujud dan rupanya hanya sekali, ralat, dua kali sekarang ini?

"Tapi kita sama sekali nggak saling kenal, Mas Barat!" Lagi, aku mengemukakan alasan yang mengulik hati kecilku, di sini aku benar-benar merasa seperti orang bodoh, aku yang menerima lamaran tanpa paksaan tapi aku sendiri juga yang mencari-cari celah seolah aku adalah korban.

Pria yang tangannya masih bertengger di kepalaku, mengusap rambutku sedari tadi yang tanpa aku sadari sama sekali tidak membuatku keberatan menanggapinya masih dengan senyuman santainya seolah semua ucapanku bukan hal yang memberatkannya. "Kalau gitu kenali Mas, Dek. Izinkan Mas buat masuk ke dalam hidupmu untuk memperkenalkan diri Mas. Jangan tolak Mas saat Mas berusaha untuk mendekat kepadamu."

Aku mencari sebuah kebohongan atau apapun yang bisa membenarkan pemikiran burukku, namun nihil, aku tidak menemukannya di diri Mas Barat yang sekarang menatapku penuh kesungguhan dan tekad.

"Tapi pernikahan bukan sesuatu yang sepele, Mas." Kembali aku membuka suara, bodoh amat aku di anggap overthinking atau apalah sebutannya, aku hanya ingin mengeluarkan segala hal yang bercokol di kepalaku. Seandainya pria ini mengatakan jika dia hanya ingin balas dendam kepada Kakaknya semuanya akan mudah, aku hanya perlu menyiapkan hati untuk sebuah kepura-puraan dan menyiapkan alasan untuk orangtuaku satu waktu nanti saat pernikahan tidak kunjung terlaksana.

Tapi niat serius Mas Barat untuk benar-benar menikahiku merubah segalanya. Banyak pertanyaan muncul karena rasa takut yang mengiringi hubungan yang di awali dengan cara yang keliru ini.

"Pernikahan sekali seumur hidup!" Tambahku lagi, mendongak menatap pria yang baru aku kenal ini menunjukkan segala perasaanku yang carut marut tidak karuan, jika dia benar bersungguh-sungguh, aku ingin dia meyakinkanku walau sikapku ini aku sadari betul sangat menyebalkan. "aku dan Mas Tara saja saling mengenal selama dua tahun sebelumnya, aku tidak pernah memaksanya untuk segera melamarku dan dia sendiri yang menyodorkan diri melamarku tanpa paksaan, tapi lihat dia sendiri yang dia lakukan, dia ninggalin aku gitu saja. Wajar kalau aku nggak yakin sama kesungguhanmu, Mas Barat. Aku takut saat akhirnya aku sudah menjatuhkan hati juga percayaku, aku kembali di kecewakan lagi."

Nafasku terasa tersekat, serasa ada batu yang bersarang di tenggorokanku membuatku sulit untuk bernafas atau berbicara, tidak hanya itu aku merasa jika mataku terasa panas siap menumpahkan air mata kembali, namun aku sama sekali tidak memiliki niat untuk berhenti berbicara walau nafasku kini tersengal.

"Sekali ini aku bisa bertahan karena di kecewakan, takut jika orang tuaku semakin terluka kalau aku menangis meraung-raung karena sedih di tinggalin gitu saja. Tapi kalau ada kali kedua, aku nggak mungkin bisa meluk Ibu dan bilang kalau semuanya akan baik-baik saja, Mas."

Sekuat tenaga aku menahan air mataku untuk tidak jatuh, namun bulir bening itu tanpa tahu malu menetes juga tanpa sungkan, membentuk alur sungai kecil di pipiku yang buru-buru aku seka.
Aku benci terlihat menyedihkan, dan aku benci mendapatkan tatapan iba.

Di tengah kesibukanku menyeka air mataku yang menetes tanpa mau berhenti, tanganku di hentikan dengan paksa. Telapak tangan besar yang sebelumnya mengusap rambutku seolah aku adalah kucing manja kini beralih menggantikan tanganku untuk menyeka air mata.

"Mas benar-benar serius buat nikahin kamu, Dek. Nggak ada niat buruk apapun. Aku bukan orang yang bisa bermanis-manis seperti Bang Tara yang merupakan orang marketing, tapi aku orang yang lebih suka membuktikan apa yang aku katakan."

Aku tadi sudah berbicara panjang lebar seperti aku adalah seorang korban yang di paksanya untuk menerima lamarannya, maka dari itu saat sekarang Mas Barat gantian berbicara aku menahan bibirku untuk tidak terbuka, membiarkannya mengatakan sesuatu yang mungkin saja bisa mengusir pemikiran parnoku.

"Mas tahu kita tidak saling mengenal, maka dari itu ayo kenali Mas. Lupakan jika Mas adalah adik dari Bang Tara, cukup kenali Mas sebagai diri Mas tanpa embel-embel yang lain."

".......... " Mengenalnya dan mengesampingkan fakta jika dia adik dari pria yang telah mencampakanku? Bisakah?

"Takdir memang misterius dalam bekerja, Dek. Tapi mungkin memang ini cara takdir mempertemukan kita. Anggap saja Takdir sedang memaksa kita dalam satu perjodohan."

Seulas senyum kembali terukir di wajahnya yang tegas, tentu saja sikap hangatnya ini membuatku bertanya dalam hati, dia ini memang sosok yang hangat pada semua orang, atau hanya kepadaku dia seperti ini? Itupun karena berusaha meluluhkanku.

"Walau kamu terpaksa, tapi biarkan Mas masuk dan memperkenalkan diri Mas ke kamu, Dek. Satu yang bisa kamu pegang dari ucapanku adalah aku serius dengan semua ucapanku dan nggak akan ninggalin kamu seperti yang Abangku lakukan, tidak peduli jika satu waktu nanti dia akan kembali lagi mengusik hatimu."

"................ "

"Kenali Mas lebih jauh, dan setelah itu keputusan ada di tanganmu, bukan di tanganku. Sepenuhnya ada di kamu, Dek."

Pertahananku mulai goyah, aku tergoda dengan penawaran tanpa embel-embel gombalan yang membuat mual tersebut. Bukankah sering kali ada yang bilang, obat patah hati paling manjur adalah jatuh hati kembali.

Lagi pula, untuk apa aku terus meratapi Mas Tara yang menghilang begitu saja bagai di telan bumi setelah melemparkan kotoran tepat di mukaku dan keluargaku.

"Jadi sekali lagi Mas mau tanya ke kamu, kamu bersedia mengenal Mas lebih jauh? Melewati fase pacaran layaknya orang lainnya, aku ingin memperkenalkan diri dan mendekat sebagai calon suami. Wanita yang di sayang orangtuaku terlalu sayang jika di gantung tanpa kepastian."

Aku sudah menerima cincin darinya, percayalah kini aku sedang berjudi dengan takdir dan juga hati kecilku yang masih terluka. Tuhan, tolong, jika dia benar jodohku, segera buat aku jatuh cinta dengannya dan permudah jalan kami menuju halal untuk menghindari dosa.

Meyakinkan diriku, aku mengangguk, dan itu jawaban yang langsung membuat pria berseragam loreng ini langsung melonjak girang meninju angin dengan senyumannya yang lebar.

"Yesss, officially calon istri, soon Nyonya Barat Soetanto!"

Tidak aku duga, sebuah kecupan aku dapatkan di dahiku darinya yang tengah kegirangan, hanya sepersekian detik aku merasakan bibirnya mengecup menyalurkan rasa hangat, tapi efeknya untukku, aku seperti merasakan aliran listrik yang berdentum dan membuatku menjadi patung seketika.

Duh, Pak Tentara.
Kalau ntar udah bisa moveon jangan bikin kecewa, ya.
Kayaknya Anda mudah banget di cintai.

Bukan PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang