15 : Jawaban Sebuah Tanya

1.6K 429 9
                                    

"Haa, perhatian sama orangtua kita? Berarti di sini cuma Ara yang di cueki Mas Barat sementara sama Mas dan Ayah tetap kontakan sama dia."

Aku merengut kesal dengan suara melengking tinggi, bahkan aku tidak sadar sudah memukul bahu Mas Huda saking jengkelnya, tapi bagaimana lagi aku di buat terkejut dengan apa yang baru saja aku dengar.

Sungguh aku bahkan tidak peduli dengan Mas Huda yang kini menatapku dengan garang karena sudah membuat telinganya budek dan juga bahunya sakit karena pukulanku, sebagai balasan Kakakku yang menurutku nggak ganteng-ganteng amat ini kembali menoyor dahiku.

"Apaan sih teriak-teriak, di kira suaramu itu merdu, Ra!" Ya Allah tuh mulut, lancar jaya kalau menghina orang. "Lagian siapa suruh jadi orang overthinking banget, sini kasih tahu ke Mas sebenarnya kamu ngambek gara-gara apa sih sama Barat?"

Tidak tahan terus menerus di sudutkan oleh Mas Huda aku membalas dengan sengit. "Ya siapa yang nggak overthinking sama dia, Mas. Dia orang baru di hidup Ara, andaikan saja Mas Tara nggak kabur gitu saja nggak mungkin Mas Barat muncul dan ngelamar aku, setelah semua hal yang terjadi seharusnya dia ngasih aku waktu buat nafas bukannya malah ngebet mau nikah secepatnya kayak yang sekarang kalian siapin."

Aku mendongak marah, membalas tatapan Mas Huda yang kini menjulang tinggi di hadapanku, tatapannya sekarang nampak begitu kesal dan campuran lelah seolah dia lelah berbicara denganku yang begitu bebal.

"Buat apa kamu ngulangin cara jatuh cinta yang sama seperti yang kamu rasakan ke Tara dulu, Ara. Barat jelas-jelas bukan orang asing buat kamu. Kalau Mas yang ada di posisi Barat, Mas juga akan lakuin hal yang sama. Bodo amat perkara janji kita buat ngenalin diri perlahan, di kira nggak nyesek apa ngadepin crush yang nggak ingat sama sekali sama kita, sementara dia di kelilingi banyak cowok, yang di lakuin Barat normal. Bahkan Mas harus bilang kalau dia lebih gentle di bandingkan Mas. Di saat cowok lain hanya berani menawarkan status pacaran, Barat langsung menawarkan pernikahan." Untuk kesekian kalinya Mas Huda menoyor dahiku tanpa ampun, "dasar kamunya aja yang ribet, sok mau mengenal dulu, di tinggalin lagi sama si Barat kayak dulu nangis lagi ntar, ujung-ujungnya tipes, opname!"

Mendengarkan omelan panjang dari Mas Huda membuatku terbelalak, andaikan mataku ini Made in China mungkin sekarang biji mataku sudah terlepas dari tempatnya karena berulangkali nyaris melompat dari tempatnya karena terkejut berkali-kali.

Nafasku terasa tercekat saat menyadari arti dari ucapan panjang Mas Huda yang menjawab semua tanya yang sempat bergelayut di dalam benakku mengenai Mas Barat.

Astaga, apa benar di sini hanya aku yang tidak menyadari siapa dirinya?

Tidak sempat aku membuka mulut untuk mengkonfirmasi fakta tersebut, Mas Huda dengan gaya songongnya yang membuatku ingin menampol calon Ayah itu sudah menyerocos kembali menceramahiku yang sudah nyaris ambruk karena fakta mencengangkan yang aku dapatkan.

"Ara, kami menerima Barat dengan tangan terbuka bukan hanya karena dia berhasil meluluhkan hati Mas dan Ayah, tapi karena dia seorang Barat yang sama yang pernah mengantar jemputmu saat kamu SMA dahulu, waktu sudah lama berlalu tapi Barat masih memegang janjinya kepada Mas dan Ayah untuk kembali dan memintamu saat dia berhasil menjadi orang. Dia pernah berjanji pada kamu hal yang sama, bukan?"

Syok, jangan di tanya lagi, pertanyaan yang sempat menggantung di lidahku sebelumnya kini menghilang berganti dengan rasa kelu di lidah dan panasnya mataku karena air mata yang tumpah.

Demi Tuhan, aku tidak tahu kenapa jalan hidupku serumit ini. Barat dan Bara, dua orang dengan penampilan yang sangat berbeda di dalam kepalaku ternyata merupakan orang yang sama.

Mas Barat bukan sosok asing untukku seperti yang terus menerus dia katakan. Namun dia adalah seorang di masalalu yang pernah menorehkan kenangan indah yang bahkan tidak pernah sedetikpun aku lupakan sekalipun aku meyakini cintaku pada Mas Tara bertahta menggantikannya.

Mas Barat adalah Bara si kacamata yang merupakan seniorku di bimbingan belajar, kutubuku berkulit pucat namun mempunyai senyum menawan dan selalu sabar menghadapiku yang mudah menyerah menghadapi setiap materi yang sulit, bukan hanya seniorku di tempat bimbel tapi Bara adalah pria pertama yang menyentuh hatiku dengan segala sikapnya yang sederhana, dia mendekatkan dirinya kepadaku secara perlahan, menjagaku dari segala hal yang membuatku penasaran. Bara yang membuatku bahagia hanya dengan jalan-jalan menggunakan motor trailnya, dan Bara yang dulu membuatku jatuh hati saat dia dengan berani turun dari motornya dan mengenalkan dirinya pada Ayah dan Mas Huda, hal yang membuatku dulu begitu kagum karena di saat semua teman lelakiku mundur ketakutan melihat garangnya Ayah dan Mas Huda, sosok yang sering kali di ejek cupu tersebut justru melakukan hal yang sebaliknya.

Ya, inilah jawaban dari rasa nyaman dan familiar yang terasa janggal aku rasakan saat bersama dengan Mas Barat. Rasa nyaman yang mustahil aku rasakan dari seorang yang baru masuk ke dalam hidupku di waktu yang begitu singkat.

Karena ternyata Mas Barat bukan orang asing. Dia adalah seorang di masalaluku yang mengenalku lebih dalam di bandingkan Mas Tara.

Senior yang hanya lebih tua satu tahun dariku dan meninggalkanku begitu saja dengan dalih ada mimpi yang harus dia kejar.

Senior yang pergi begitu saja usai berpamitan tanpa ada kabar sama sekali hingga aku akhirnya jatuh karena sakit imbas menunggu kabar darinya yang tidak kunjung aku dapatkan.

Senior yang membuatku menunggu tanpa kabar sembari menjaga hati dari mereka yang berusaha mendekat walau pada akhirnya aku memilih menyimpan rasa yang teramat besar tersebut ke dalam kotak kenangan karena tidak ada kabar darinya.

Senior yang membuat hatiku patah karena terlalu lama menunggu. Senior yang ternyata merupakan adik dari pria yang muncul kemudian menggantikan dirinya yang sempat tergeser.

Air mataku perlahan turun, menetes tanpa bisa aku cegah menyadari betapa bodohnya aku tidak mengenalinya. Aku selalu mengatakan pada diriku sendiri jika Bara adalah cinta pertamaku yang tidak akan pernah terganti bahkan oleh kehadiran Mas Tara sekalipun tapi saat akhirnya Bara kembali dengan penampilannya yang berbeda, aku sama sekali tidak mengenalinya dan menjadi orang terakhir yang tahu siapa dia.

Ya Tuhan, kenapa aku harus mencintai kakak beradik? Takdir apa yang akan Engkau siapkan kepadaku hingga aku merasa begitu di permainkan.

Hatiku yang carut marut kini semakin ambyar berantakan, aku tidak tahu harus senang atau sedih karena pria yang begitu getol memaksaku menikah ternyata bukan orang asing. Tapi pria yang menyentuh hatiku untuk pertama kalinya dan menggenggamnya hingga sekarang.

Sebuah usapan aku dapatkan dari Mas Huda membuyarkanku dari segala kecamuk rasa yang aku kira tidak akan muat di dalam hatiku.

"Kenapa kau ini, Ra? Wajahmu udah kayak kena hantam bola kasti, jangan bilang kalau kamu nggak ngenalin si Barat!"

Bukan PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang