19

1.8K 442 27
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yippie, Ara sama Mas Barat sudah ada di playbook dan KK, yang mau baca secara lengkap bisa merapat kesana ya.

Untuk wattpad Mama Al akan upload sampai part 25, terimakasih.
Happy reading.

"Ara.....?"

Suara berat yang menjawab di ujung sana membuatku terkesiap, rasa rindu yang bertahun menumpuk di benakku akan sosok Bara yang aku kira sudah menyingkir dari hidupku kini mengumpul kembali di dalam dadaku.

Menggumpal dan membesar menjadi begitu besar hingga aku sulit hanya untuk sekedar bernafas.

Sembari mengusap wajahku kasar aku menghela nafas yang begitu panjang, untuk pertama kalinya setelah sekian lama aku sama sekali tidak memperhatikan bagaimana penampilanku, bahkan aku yakin aku nampak seperti gembel sekarang ini hanya dengan celana jeans dan juga kaos kebesaran yang asal aku tarik dengan rambut yang cepolannya sudah entah bagaimana bentukannya karena angin yang menerpaku saat naik motor tadi.

Bahkan saat Mas Tara meninggalkanku begitu saja aku tidak berniat untuk mempermalukan diriku dengan mengacaukan penampilanku seperti sekarang, tapi Mas Barat, dia membuat seorang Ara kembali jungkir balik karena patah hati dan rasa tidak percaya. Berantakannya diriku sama persis seperti dulu saat akhirnya mendapati jika pria yang ingin aku tunggu pergi begitu saja tanpa memberi kabar untuk tetap memintaku menunggu.

Masih orang yang sama, dan dia adalah Barat Soetanto. Seorang yang masih di ujung panggilan sana dengan suara perempuan yang terus menerus terdengar seolah tidak terima Mas Barat menerima telepon.

Mendengar suara perempuan lain bersama Mas Barat di saat aku dan dirinya sedang tidak karuan tentu saja membuatku kesal bukan kepalang, memang benar ya yang aku lihat di story WhatsApp, di waktu aku galau tidak karuan dengan hubungan yang serba mengejutkan ini Mas Barat justru baik-baik saja bahkan pergi dengan perempuan.

Tolong nanti ingatkan Mas Barat mengenai kecemburuannya tempo hari pada Anton Prasatya yang membuatku kini di hadapkan pada pernikahan yang hanya tinggal menghitung hari.

Menekan rasa kesalku dalam-dalam setelah lama aku membisu, tenggelam dalam rasa yang mengamuk meminta penjelasan akhirnya aku menjawab walau lidah terasa kelat. "Mas Barat ada di mana? Aku perlu bicara sekarang, ada banyak hal yang Ara mau tanyain soal kalimat ambigu Mas Barat tempo hari."

"Itu siapa sih yang telepon, Bang? Ganggu aja."

Lo yang siapa Setan main ganggu calon suami orang, andaikan perempuan yang tengah berbicara dengan sengit itu ada di depan mata Ara sudah pasti Ara akan menjambak rambutnya memastikan jika beberapa helai rontok di tangannya sembari aku menyemburkan ucapan yang akan membuat wajahnya langsung melepuh.

Huuuhh, inikah rasa cemburu? Rasa tidak menyenangkan yang bahkan tidak aku rasakan saat mendapati Mas Tara di kelilingi puluhan perempuan menarik setiap harinya di tempat kerja.

"Mas ada tugas, Ra?" Haaa, tugas dia bilang? Bersama perempuan yang kini Ara dengar tengah mendumal Mas Barat bilang sedang ada tugas? Tolong aku ingin tertawa sekarang mendapati jobdesk Tentara sudah berubah, bukan lagi menjaga negeri ini sepenuh hati tapi juga menjaga perempuan centil yang kini sibuk berceloteh. "Mas akan ke rumah nanti kalau sudah selesai."

Rasa kesal merayap di hatiku, sungguh aku akan memaklumi jika yang di sebut tugas adalah dia yang pergi ke Papua sana untuk memberantas KKB atau di kirim ke perbatasan Timor Leste nenteng senjata Segede gaban, tapi kalau tugasnya sama cewek genit kayak yang aku dengar sekarang dunia akhirat aku sama sekali nggak rela.

Saking kesalnya aku sekarang tidak peduli ada banyak mata yang memperhatikannya sejak dia mengusir Mas Huda untuk pergi, aku berseru dengan keras pada Mas Barat.

"Bodoamat Ara nggak mau tahu, mau balik dari tugas sialan itu besok apa tahun depan Ara tungguin di tempat tugas Mas Barat sekarang juga!"

Nyaris saja aku membanting ponselku usai mencak-mencak tidak karuan, belum sembuh rasa terkejutku karena Mas Barat adalah masalaluku kini rasa tidak menyenangkan itu bercampur dengan cemburu yang menggerogoti hatiku.

Mas Barat kira hanya dia yang bisa mengeluarkan tanduknya melihat ada pria yang mendekatiku, aku juga bisa melakukan hal yang sama. Suruh siapa dia maksa buat nikahin aku jadi sekarang dia harus nanggung resikonya saat cemburuku menggila seperti sekarang.

Huuuh, dalam hal apapun jika itu menyangkut sesuatu yang menjadi milikku aku tidak akan rela berbagi. Cukup dengan Negeri ini saja cinta seorang Tentara tergadai, jangan ada yang lainnya apalagi itu perempuan.

Masih dengan hati yang dongkol aku memutuskan untuk duduk, masih tidak memedulikan dengan tatapan aneh mereka yang berjaga aku kembali mematikan panggilan telepon dari Mas Barat. Aku tidak mau mendengarnya mengatakan apapun selain dia harus datang sekarang juga. Aku sudah menekan ego dan harga diriku yang setinggi langit untuk tidak pernah menghampiri laki-laki dan aku tidak ingin kembali dengan tangan kosong tanpa penjelasan.

Kembali untuk kesekian kalinya aku mengusap wajahku kasar, berusaha mengurangi rasa yang berkecamuk tapi nyatanya justru membuatku semakin berantakan.

"Tunggu di pos nggak apa-apa, Mbak."  Sepasang sepatu kini ada di hadapanku, pria sejenis mas Barat kini menatapku dengan pandangan ramah bersahabat, tidak ada raut menggoda di sana seperti yang biasa aku dapatkan di tempat kerja, tapi tetap saja tawaran yang dia tawarkan sama sekali tidak membuatku beranjak.

"Nggak usah, di sini saja, Pak. Lagi pula yang saya tunggu belum tentu datang." Ucapanku terdengar begitu miris, kenapa mendadak melow sih keinget Mas Barat lagi pergi sama cewek, walau aku berusaha sebisa mungkin terdengar biasa kenapa justru terdengar semakin menyedihkan.

Laki-laki yang mungkin seusia Mas Tara tersebut bukannya pergi dari hadapanku dia justru turut duduk di sampingku, tanpa bisa aku cegah aku langsung mendesah sebal pada pria berkaos hijau lumut tanpa nama tersebut.

"Sertu Barat sudah pergi dari tadi, dia pasti udah otw balik." Tanpa aku minta dia sudah bersuara lebih dahulu, ingin sekali aku menyahut sinis jika aku tidak bertanya dengannya dan menegurnya yang sudah kelewatan karena jelas-jelas menguping isi teleponku, hal yang sangat tidak sopan, tapi demi kesopanan juga di hadapan rekan sesama Tentara Mas Barat aku menahan lidahku untuk tidak berbicara. "Dia di mintai tolong adiknya Danki sini buat ke rumah Dosbingnya kalau kamu mau tahu Sertu Barat pergi kemana."

Tidak bisa terus mengacuhkan pria yang terus berceloteh di sampingku sekarang ini aku langsung melayangkan tatapan sebal kepadanya, tidak peduli apa yang aku lakukan masuk kategori tidak sopan aku mengeluarkan uneg-uneg di kepalaku.

"Nganterin adiknya Danki buat ke rumah Dosbing sampean bilang? Hal pribadi kayak gitu juga masuk ke jobdesk Tentara kayak kalian?"

Berbeda denganku yang mendidih karena kesal, pria di hadapanku sekarang justru tertawa menyebalkan.

"Astaga, Barat salah kira ternyata, dia bilang Calisnya perempuan paling acuh ternyata calon istri pencemburu berat."

Bukan PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang