12 : Bualan?

1.8K 453 20
                                    

"Padahal dari gosip yang tersebar di group kantor ini katanya kamu baru saja di tinggalin pacarmu yang kamu banggakan setinggi langit di depan wajahku."

Huuuh, tahan Ara. Tahan tinjumu agar tidak melayang pada wajah tampan yang sayangnya menyebalkan tersebut.

Masih dengan tatapan mengejek berpura-pura tidak melihat wajahku yang nyaris meninjunya, Anton Prasatya justru mengalihkan pandangan kepada Mas Barat yang balas menatapnya dengan pandangan datar.

"Huuuhh, jadi ini penggantinya, astaga Sahara kamu bikin saya terhina, okelah saya kalah dengan pacarmu yang dulu karena dia punya posisi menter di Hotel, tapi sekarang seleramu jatuh ke dasar jurang hanya sebatas Bintara?"

Aku melirik Mas Barat sekilas, tidak ada raut wajah emosi di wajahnya seperti marah atau jengkel, wajahnya benar-benar datar hingga aku tidak bisa menebak apa yang dia pikirkan. Dia sangat berbeda dengan Tara yang akan langsung membalas setiap ucapan Anton Prasatya yang songong ini dengan memamerkan pencapaiannya, hal yang dulu langsung membuat Anton terdiam tidak berkutik.

Aku juga tidak tahu apa yang istimewa di diriku, namun semenjak aku bergabung di kantor ini tiga tahun yang lalu, Branch Manager satu ini mengejarku seperti orang gila, tidak peduli dia sedang menggandeng pacar atau wanita dengan status entah apa, dia tidak pernah absen tanpa tahu malu menunjukkan ketertarikannya kepadaku.

Hal yang membuatku bergidik ngeri sebenarnya karena tatapannya seperti ingin memakanku bulat-bulat.

Lalu sekarang dia tanpa tahu malunya berkata demikian di depan Mas Barat, sepertinya duit banyak hasil kerja Anton tidak cukup untuk membeli otak di rumah makan Padang sampai-sampai kepalanya kosong melompong tidak segan mempermalukan dirinya sendiri.

Menyadari Mas Barat hanya diam dengan hinaan dari Anton yang menyebutnya hanya 'Bintara' sementara sebenarnya sebagai seorang prajurit Mas Barat adalah salah satu dari mereka yang mendermakan jiwanya untuk menjadi garda terdepan negeri ini, aku menyadari jika Mas Barat ingin agar aku yang menunjukkan posisinya untukku di depan si songong ini, perlahan aku bergerak mendekati Mas Barat, meraih tangannya dan tersenyum manis kepada pria tampan dalam balutan seragam lorengnya sebelum beralih pada sosok sinting yang sialnya merupakan atasanku ini.

"Mas Barat, kenalin ini Pak Anton, Branch Manager di kantor adek, Mas."  Baru setelah aku menyebut namanya Mas Barat menyunggingkan senyuman di wajahnya yang sebelumnya begitu datar, hissss, andaikan tidak di depan si sedeng Anton mungkin sekarang Mas Barat akan senyam senyum cengengesan mendengar aku membahasakan diriku 'Adek' untuknya.

Huuuhh rasanya pipiku terasa panas mengatakan hal ini, tapi mengingat ada seorang sombong yang harus aku beri pelajaran aku mengabaikan rasa maluku, percayalah berpura-pura tidak mendengar hinaan yang baru saja terlontar dari mulut atasanku ini adalah hal berat yang harus aku lakukan sementara tanganku begitu gatal ingin meninjunya. "Dan Pak Anton, perkenalkan ini Mas Barat calon suami saya. Perlu saya koreksi ya Pak Anton, beliau sama sekali bukan pengganti siapapun." Aku bisa merasakan tubuh Mas Barat menegang saat aku melemparkan tatapanku kembali pada wajah tegasnya. "Karena saya mengenal Mas Barat jauh lebih dulu di bandingkan mantan pacar saya yang sama flexingnya seperti Anda."

Aku bisa melihat wajah putih pria awal 30an tersebut memerah, memperlihatkan jika dia sedang marah karena aku menyebutnya tukang pamer. Ayolah, dia memang hebat hingga mampu menjadi seorang Manager di local area, namun jika pencapaiannya tersebut di sebut berulangkali tentu saja yang mendengarnya akan muntah bukannya terkesan. Yang namanya Langit tidak akan pernah mengatakan jika dia tinggi, bukan?

Tidak ingin memberikan kesempatan pada atasanku yang nyinyir imbas patah hati karena pernah aku tolak di masalalu aku kembali berbicara.

Perkara dosa karena sekarang aku sedang berbohong sudah aku kesampingkan walau dalam hati aku tidak hentinya memohon maaf pada Tuhan karena demi membalas nyinyirannya aku mesti membual.

"Anda pernah dengar definisi yang namanya jodoh akan selalu datang di saat yang tepat, bukan? Ya ini yang terjadi sama saya sekarang, Pak Anton. Saya di tinggalkan mantan pacar saya yang selalu gontok-gontokan pencapaiannya dengan Anda seperti yang Anda ketahui melalui group WA kantor, tapi ternyata Tuhan mengirimkan cinta pertama saya untuk menjadi cinta terakhir saya."

Senyuman tersungging di bibirku, senyuman lepas yang tidak aku sangka bisa melekat di bibirku usai aku membual sepanjang ini merangkai kisah yang membuat Atasanku tersebut tercengang dan ternganga. Aku bahkan tidak menyangka jika bibirku yang tidak pernah pandai mengelabui seseorang bisa sepandai ini merangkai kebohongan, aku seperti tidak sedang berbohong.

Bukan hanya Pak Anton yang ternganga dengan kisah khayalan karangan palsuku, namun juga pria yang sedang aku tatap sekarang, bibir seksinya yang sedikit terbuka dengan mata yang membulat jelas sekali memperlihatkan rasa terkejutnya. Andaikan saja Pak Anton tidak sedang fokus menatapku dengan tidak percaya, mungkin sekarang dia akan melihat keganjilan dari ekspresi terkejut Mas Barat.

Usai aku berbicara sepanjang ini suasana menjadi canggung, namun aku sama sekali tidak ingin mencairkannya karena aku sudah kesal setengah mati dengan Pak Anton yang baru datang tapi langsung menodongku dengan ejekan akan kegagalan lamaranku.

Syukurlah Mas Barat bukan seorang yang kekanakan seperti aku, karena usai menguasai keterkejutannya dari bualan panjangku akan cinta pertama dan terakhir yang terdengar menggelikan saat aku ulang, dia berinisiatif mengulurkan tangan terlebih dahulu. "Perkenalkan saya Barat Soetanto."

Walau terkesan enggan Pak Anton yang tidak ingin kehilangan harga dirinya juga menyambut uluran tangan tersebut. "Anton Prasatya. Seperti yang Anda dengar tadi, saya Branch Manager di sini." Huuuh, aku sama sekali tidak bisa menahan diri untuk tidak mendengus jengkel mendengar kalimat bernada pongah yang keluar dari mulutnya apalagi dari gesturenya yang sedang merapikan dasinya, Anton seolah ingin menunjukkan betapa bergengsinya pekerjaannya di bandingkan Tentara seperti Mas Barat.

Andai saja lawan bicara Pak Anton bukan Mas Barat mungkin sekarang wajah songong tersebut akan kena tampol.

"Iya, saya juga dengar dengan jelas tadi waktu calon istri saya memperkenalkan siapa Anda." Balas Mas Barat dengan ringan, tapi ternyata di balik sikap tenangnya Mas Barat menyimpan hal yang mengejutkan. "Dan saya juga mendengar Anda berbicara secara tersirat jika seorang Branch Manager seperti Anda pernah di tolak calon istri saya ini ya, Pak."

Tidak bisa aku gambarkan sekarang bagaimana merahnya wajah Pak Anton, sudah aku bilang bukan, dia ini pintar, namun tolol sampai tidak bisa menyaring apa yang keluar dari bibirnya yang akhirnya mempermalukan dirinya sendiri. Dia berniat mengejekku dan sekarang dia sendiri kena batunya.

Apalagi sekarang senyum kemenangan terlihat di wajah Mas Barat yang nampak sekali memperlihatkan ketengilannya saat dengan sok akrabnya Mas Barat menepuk bahu Pak Anton, astaga, kenapa dia jadi gemesin, sih?

"Dengar calon istri saya nolak seorang Branch Manager dan memilih saya yang hanya seorang Bintara dengan gaji yang tidak seberapa, saya jadi ingin memajukan tanggal pernikahan kami. Terimakasih ya Pak Manager, berkat Anda saya tidak jadi minder hanya karena masalah gaji."

"............"

"Saya hanya Bintara, tapi nyatanya saya yang di pilih Ara untuk bersamanya, bukan orang sejenis Anda, atau mantan pacarnya. Dan tolong jangan mengatakan Anda prihatin dengan keadaan Ara, karena Ara sendiri saja tidak pernah menyesali gagalnya lamaran tempo hari."

Saat Mas Barat berucap inilah aku baru menyadari, aku terluka, aku marah, aku kecewa karena di tinggalkan oleh Tara, namun nyatanya aku tidak merasa kehilangan. Di saat aku seharusnya mencarinya demi cinta yang selama ini aku yakini aku rasakan untuknya dan memperjuangkan cinta tersebut, aku justru diam di tempat dan mencoba membuka hatiku untuk sosok yang baru saja mengetuk pintu.

Satu pertanyaan muncul di benakku seiring dengan perginya Pak Anton karena amarah yang membuncah.

Sebesar apa cintaku pada Tara hingga dia dengan mudahnya tergeser dengan kehadiran seorang Barat yang begitu familiar sikapnya terhadapku?

Mas Barat, ini hanya perasaanku, atau memang benar sebelum ini kita pernah bertemu?
Kamu, sama persis dengan seseorang di masalaluku.

Bukan PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang