18

1.8K 422 21
                                    

Bukan Pengganti juga upload di Karya Karsa, yang punya aplikasi bisa melipir juga 😁Happy reading semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukan Pengganti juga upload di Karya Karsa, yang punya aplikasi bisa melipir juga 😁
Happy reading semuanya

Bayangan bagaimana kejadian 9 tahun yang lalu berkelebat di dalam benakku, rasanya masih segar di ingatan seolah baru saja terjadi kemarin di mana aku mengenal seorang senior di tempat Bimbel bernama Bara.

Hanya Bara aku mengenalnya dahulu. Tanpa tahu siapa nama panjangnya atau di mana rumahnya. Aku sekarang benar-benar ternganga tidak percaya, sulit untuk aku percayai jika Bara dan Barat adalah orang yang sama.

Aku yang dahulu hanya anak sekolah kelas sebelas sama sekali tidak berpikiran untuk menanyakan siapa Bara sebenarnya, entah itu nama panjangnya atau di mana dia tinggal dan berapa bersaudara dia.

Aku begitu terbuai dengan hal bernama cinta pertama yang tumbuh dalam kesederhanaan namun membuat hati remajaku dahulu begitu berguncang. Waktu yang aku habiskan bersama dengan Bara untuk menyusuri jalanan dengan motor trail atau membahas soal terasa lebih menyenangkan dari pada bertanya tentang semua hal itu.

Sampai tidak aku sadari acuhku pada siapa seorang Bara membuatku jungkir balik merasa di permainkan saat akhirnya dia pergi dan tidak kunjung kembali.

Kini semua kilasan masalalu yang memperlihatkan bagaimana awal aku mengenal sosok bernama Bara dan mengikrarkannnya menjadi seorang yang merebut hatiku untuk pertama kalinya perlahan aku mulai menerima jika mereka orang yang sama.

"Sejak kapan Mas Huda tahu kalau mereka orang yang sama?"

Cecarku tidak terima, sungguh memalukan rasanya tidak mengenali pria tersebut, perubahan fisiknya benar-benar luar biasa hingga dia berubah nyaris tidak aku kenali.

Mas Huda yang sudah puas mengata-ngataiku kini bersedekap, sekutu abadi seorang Bara tersebut kini menatapku dengan pandangan mengejek. "Sejak pertama kali dia nongol di depan kita, sejak dia datang bawa cincin dan lamar kamu! Mas kira kamu manggut-manggut nerima lamaran dia karena kamu sudah tahu kalau dia pacarmu dulu, ternyata kamu sama saja kayak cewek lainnya Ra. Cowoknya glowup sampai kamu nggak ngenalin sama sekali, tapi emang nggak munafik sih kalau dulu si Barat culun banget, beda sama sekarang. Masmu ini kalah macho!"

Bodoh, bodoh sekali sih kamu ini, Ra. Ya Allah. "Ayah juga tahu?" Tanyaku tersekat, aku bahkan mengabaikan ejekan Mas Huda barusan kepadaku karena sejujurnya apa yang dia katakan memang benar adanya. Aku keterlaluan.

Sebuah anggukan yang di berikan Mas Huda membuatku pias, "ya iyalah Ayah tahu. Yang bikin Mas sama Ayah shock itu cuma fakta kalau ternyata Barat adiknya si Tara, Mas sama sekali nggak nyangka kalau takdir sebercanda ini sama kamu, Ra. Macarin Kakak adik sekaligus. Dulu pacaran sama adiknya, terus mau di lamar Kakaknya sekarang jadi nikahnya sama adiknya. Lucu emang. Definisi jodoh nggak akan kemana, dan membuktikan juga janji Si Barat dulu waktu pertama kali bertemu sama Mas dan Ayah."

Gelak tawa terdengar dari Mas Huda, sepertinya jalan takdirku yang mengenaskan dan membuat hatiku tercincang-cincang nggak karuan adalah hiburan yang menggelikan untuknya. Berbeda dengan Mas Huda yang begitu senang menertawakan jalan hidupku yang begitu rumit, aku hanya bisa mengusap air mataku sembari menarik nafas panjang.

"Lucu banget ya Mas sakitnya Ara sekarang di mata Mas?" Tanyaku yang tanpa aku sadari bernada pilu membuat tawa Mas Barat terhenti seketika, wajahnya yang masih menyisakan tawa terlihat tidak menyangka jika duka justru semakin bergelayut kepadaku, "Mas boleh kok ceritain semua hal ini ke teman-teman Mas buat jadi lelucon yang bikin ketawa ngakak."

Perlahan aku beranjak bangun dari gazebo tempatku mematung sedari tadi mengabaikan raut bersalahnya menyadari betapa keterlaluannya ucapannya tadi.

"Bukan cuma Mas Huda yang nganggap ini lelucon, kayaknya Mas Barat juga merasa aku ini cuma badut. Seharusnya dia langsung bilang kalau dia itu Bara, seorang yang datang dari masalaluku, bukan malah bikin aku jadi kayak Badut yang nggak tahu dia siapa."

"............"

"Menurut kalian lucu ya lihat aku kayak orang bodoh yang pikirannya udah melenceng kemana-mana. 9 Tahun bukan waktu yang sebentar loh, aku lupain dia juga karena dia yang ngilang gitu aja "

Tanpa menoleh ke arah Mas Huda yang terus memanggilku aku berjalan masuk ke dalam rumah. Kini aku menyadari setiap kalimat tersirat Mas Barat saat memaksaku menerimanya adalah janji yang pernah dia ucap.

Ya, Mas Barat datang bukan sebagai Pengganti, namun dia datang sebagai seorang yang pernah memberikan janji.

Bukan Barat Soetanto yang menggantikan Uttara Soetanto, namun justru Uttara yang sempat menggantikan Barat karena pria tersebut menghilang begitu saja dari hidupku sebelum akhirnya aku menyadari jika segala hal mengenai Barat Soetanto selalu mempunyai tempat istimewa dan utama di dalam hatiku.

Memang benar yang di katakan oleh Mas Huda barusan.
Takdir memang sebercanda itu denganku.
Jika jalan cinta orang semulus jalan tol, maka jalan Mas Barat memenuhi janji yang pernah terucap beberapa tahun silam bertele-tele dan memuakkan.
Satu tanya bergema di benakku sekarang, saat aku menjalin cinta dengan Mas Tara tahukah Mas Barat?
Dan kemana dia selama ini hingga butuh banyak tahun untuk kembali memenuhi janjinya?
Kenapa tidak saat dia sudah berhasil menjadi Tentara dia kembali menemuiku?
Bukan malah menghilang dan kembali seperti pahlawan kesiangan.

"Ara..." Sentuhan di bahuku menghentikan langkahku, hingga tanpa sadar aku menepisnya dengan kasar. Helaan nafas berat terdengar dari Mas Huda karena kecewaku yang merasa di permainkan, bahkan aku enggan untuk menatapnya. "Mas anterin ke tempat tugas Barat, ya! Kamu harus tanya langsung ke dia apapun yang ada di otakmu. Mas sama sekali nggak ada niat buat ngetawain kamu, Mas yakin Barat pasti punya alasan kenapa dia nggak langsung terus terang siapa dia buat kamu, Ra."

Aku berbalik, menatap pria awal 30an yang merupakan salah satu dari dua pria yang paling aku cinta. Tatapan bersalah terlihat di matanya melihatku begitu kecewa dengan semua ketidaktahuanku, tentu saja hal ini membuatku tidak tega menyudutkannya.

Kembali aku menghela nafas, jika menuruti ego aku pasti akan menolak mentah-mentah ide untuk menemui Mas Barat dan meluruskan semuanya, tapi aku sadar usiaku tidak mengizinkanku bersikap kekanakan, apalagi dengan kenyataan Ibu begitu berharap dengan pernikahan yang sudah di tentukan tanggalnya dan semua dokumen yang mulai di urus Ayah.

Suka atau tidak, pernikahan sudah di tentukan, mundur hanya akan membuat luka di hati orangtuaku, sebab itu menyingkirkan kekesalanku aku memilih mengangguk. Masalah sudah seharusnya di hadapi, bukan? Bukan malah di tinggal lari. Untuk melangkah ke depan satu hal yang harus aku lakukan adalah menjernihkan masalalu.

Anggukan yang aku berikan pada Mas Huda inilah yang membuatku kini berada di gerbang Batalyon, tempat militer yang untuk pertama kalinya aku kunjungi, dan tidak akan pernah aku bayangkan aku telah di lamar salah satu penghuni di dalamnya.

Walau ragu kini aku mengangkat ponselku, semenjak di berikan nomor telepon Mas Barat untuk pertama kalinya aku menghubunginya lebih dahulu.

Tidak sampai dering ketiga, suara berat yang sukses membuat hatiku berdesir menjawab di ujung sana.

"Ara...."

Bukan PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang