22

1.8K 400 13
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bukan Pengganti sudah komplet di ebook dan Karyakarsa.
Yang mau baca kisah lengkap Ara Barat bisa ke dua aplikasi tersebut ya.


Ikuti juga kisahnya Zakia di Bukan Wanita Kedua ya. Di usahakan update setiap hari.
Happy reading semuanya.
Enjooy

"Adanya air mineral, kamu mau?"

Dudukku yang sedari tadi gelisah kini semakin tidak nyaman saat Mas Barat keluar dari dapurnya dan mengangkat dua botol air mineral dingin yang langsung aku terima dengan cepat, bahkan saat membukanya aku terkesan buru-buru  untuk menutupi kegugupanku.

Sungguh sekarang aku baru sadar betapa kekanakannya apa yang aku perbuat tadi. Datang dengan marah, mendengarkan ucapan Sang Komandan dengan melow, dan di akhiri acara termehek-mehek memeluk Mas Barat, belum lagi dengan fakta jika tersangka yang sudah membuat hatiku mendidih adalah adik dari pria bernama Geovan.

Seringai geli terlihat di wajah Mas Barat mendapatiku yang salah tingkah, tentu saja hal ini membuatku mencibir kesal padanya yang kini duduk di sebelahku.

Sungguh pesona seorang Bara berkacamata kini begitu menyilaukan, bahkan di tengah barak lajang yang menjadi tempat dinasnya, tempat yang terlihat begitu monoton tanpa sentuhan perempuan tidak heran jika jika Komandan Geovan tadi mengatakan banyak perempuan mengejarnya atau rekan-rekan yang berniat menjodohkan adik atau saudara mereka dengan Mas Barat.

Aarrgghhhh, aku nggak rela.
Tapi memulai untuk mengatakan hal tersebut aku juga nggak bisa, lihatlah sekarang setelah semua hal yang aku lakukan kepadanya saat berhadapan dengannya seperti sekarang, di bawah tatapan matanya yang lekat dan senyumannya yang menggoda aku bingung harus memulai pembicaraan dari mana.

Semua tanya yang ingin aku katakan dari rumah tadi mendadak hilang begitu saja, aku seperti orang sariawan yang hanya membisu bahkan saat tangan Mas Barat bergerak menyentuh rahangku, mengusapnya pelan seolah memastikan jika aku yang ada di hadapannya benar-benar nyata.

Sama seperti yang aku lakukan tadi dengan cara memeluknya.

Mataku terpejam menikmati tangkupan hangat di wajahnya merasakan kebaikan Tuhan yang begitu nyata, Mas Barat menitipkan diriku pada Tuhan di setiap doanya dan saat ada seorang yang hendak mengikatku, tiba-tiba saja semuanya mendadak batal walau hanya tinggal sejengkal di gantikan dengan pria di hadapanku ini.

"Ara, kamu masih kayak mimpi buat Mas." Suaranya yang berat terdengar begitu parau, satu hal yang aku sukai, aku suka mendengar nada baritone tersebut, "Rasanya Mas nyaris putus asa lihat kamu sama sekali nggak ingat sama Mas, Mas pikir selama ini Mas nggak penting sama sekali buat kamu. Kamu sama sekali nggak ngenalin Mas lagi."

Perlahan mataku terbuka kembali secara perlahan sosok tampan di hadapanku kembali memenuhi netraku, bahkan sampai detik ini aku di buat takjub dengan perubahannya yang begitu berbeda. Andaikan saja sendu tidak menggantung di mata yang biasanya menyorot tajam penuh kejantanan tersebut mungkin aku akan kembali tenggelam dalam pesonanya, sayangnya sama seperti aku yang berpikiran tidak-tidak tentang dirinya, Mas Barat pun melakukan hal yang sama.

Berdecak kesal aku memilih meraih tangannya yang sebelumnya menangkup wajahku, membawanya dalam genggaman sembari membatin betapa pasnya tangan tersebut dengan tanganku, walau tangan tersebut terasa kasar dan nampak begitu kontras dengan kulit putihku, sangat berbeda dengan tangan halus Mas Tara yang seringkali membuatku minder, tapi rasa nyaman yang sempat aku rasa telah menghilang kini kembali aku rasakan darinya.

Sentuhan seorang Barat Soetanto bukan terasa familiar, namun hangat sentuhannya memang favoritku sedari dulu.

"Cobalah sekarang kamu berdiri di depan kaca, Mas. Lihat bayanganmu di sana dan bergantian lihat potretmu 9 tahun yang lalu." Bibir tersebut hendak terbuka, sudah pasti apa yang akan dia katakan adalah dia pasti berkata jika dia tidak merasa apapun berubah darinya. Namun aku sama sekali tidak membiarkannya melakukan pembelaan, di sini aku yang akan berbicara dan dia harus mendengarkanku. "Kamu berbeda sekali, Mas. Perubahan fisikmu benar-benar ekstrem, jangan nyalahin aku yang sama sekali nggak ngenalin kamu. Di ingatanku seorang Bara adalah sosok ceking berkacamata dengan kulit pucatmu, siapa sangka sekarang kamu tumbuh menjadi sebesar ini, arrrghhhh gimana sih jelasinnya....."

Aku mengerang frustasi, bisa kalian bayangkan bagaimana bingungnya aku menjelaskan setiap bagian dari dirinya yang kini berubah, haruskah aku mengatakan jika tubuhnya yang kurus kini terlihat seksi dengan otot liatnya, dan kacamata itu, Bara tanpa kacamata membawa perubahan yang sangat besar.

Haaah, aku ingin berguling-guling nista di tanah sekarang ini saking gemasnya dengan wajah Mas Barat yang polos tidak menyadari betapa tampannya dia sekarang.

Huhuhu, aku masih punya gengsi setinggi gunung Himalaya untuk mengatakan langsung kalau dia sekarang ganteng sekali.

"Apa aku seberubah itu, Dek?" Di saat aku ingin menangis kebingungan menjelaskan bagaimana berubahnya dia, dan Mas Barat justru menanggapi sesantai ini? Heeh, dia ini nggak sadar apa penyebab dia menjadi rebutan para cewek-cewek karena dia yang glowup ampun-ampunan. "Perasaan selain sekarang aku nggak pakai kacamata tubuhku cuma berubah karena latihan, selain itu Mas nggak ngerasa ada yang beda."

"Ya Allah, Mas. Pengen nangis!" Gumamku putus asa sembari menyembunyikan wajahku di antara telapak tangan, namun saat itu juga gelak tawa justru terdengar darinya, belum sempat aku protes karena sikapnya

Bukan PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang