Ch. 38: The world is spinning around me

12.8K 1.3K 43
                                    

LUNA

"Wajar kalau Aksa marah sama omongan lo. Dia merasa nggak dipercaya sama lo padahal status kalian sekarang bukan sebatas teman lagi, Lun," cetus Lisa setelah aku bercerita tentang cekcokku dengan Aksa beberapa minggu yang lalu.

Awalnya aku tidak ingin membicarakan hal itu, tapi Lisa tampaknya menyadari pikiranku yang penuh berantakan sehingga dia bertanya setelah kami selesai makan di Remboelan. Meski aku tidak menceritakan detail perbincanganku dengan Aksa, dia tahu inti masalahnya.

"Lo itu terlalu overthinking dan takut buat melangkah maju. Setiap lo pacaran, pasti lo selalu takut ini dan itu. Apalagi pas awal-awal hubungan. Padahal seharusnya di fase awal pacaran, lo mesti happy. Masih belum ada masalah dan beban. Beda kalau lo udah pacaran lebih dari setahun," tukas Lisa sambil memutar bola mata. "Kalau udah lebih dari satu tahun, hal-hal kecil aja bisa jadi masalah."

Walaupun aku benci mengakuinya, Lisa kebanyakan mengungkapkan hal yang benar. Penilaiannya jarang meleset. Termasuk kali ini. Aku hanya bisa menekan bibirku ketika Lisa menyampaikan pendapatnya.

"Aksa kurang apa lagi sih, Lun?" tanya Lisa.

Aku bergeming sambil memikirkan kelemahan apa yang dimiliki Aksa. Namun, sekeras apapun aku mencoba untuk mengingatnya, aku tidak menemukan apapun. Tidak ada sikapnya yang membuatku tidak nyaman. Sangat berbeda dengan Damar atau mantan-mantanku yang lain. Beberapa bulan setelah meresmikan hubungan, biasanya ada sifat-sifat mereka yang tadinya tersembunyi mulai muncul ke permukaan. Kebanyakan bukan hal yang kusukai, tapi aku masih bisa melakukan kompromi. Manusia pasti memiliki kekurangan dan selama sifat itu tidak benar-benar menggangguku, aku akan berusaha menerima dan menyesuaikan.

Tapi, Aksa berbeda. Setelah dua bulan lebih kami menjalin hubungan, dia masih sosok yang sama. Tidak ada yang berubah. Tidak ada yang berkurang sedikit pun. Aku masih menyukai semua tentangnya. Bersama dengan Aksa selama ini membuat hatiku penuh. Aku bahagia.

Dan seharusnya, aku tidak sepantasnya memiliki keraguan padanya. Tapi, seperti apa yang dikatakan Aksa dan Lisa, aku masih berada di tempat yang sama. Tidak berani mengambil langkah ke depan. Semua keraguan yang kumiliki pada Aksa, berujung pada suatu ketakutan yang tak pernah bisa kuusir jauh dari benakku meski waktu terus berlalu. Aku masih memiliki ketakutan yang sama. Takut ditinggalkan lagi.

Status Amanda sebagai klien Aksa juga membuatku semakin resah. Aku tahu Aksa tidak akan kembali pada mantan yang pernah menyakitinya begitu dalam, tapi aku tidak bisa menurunkan kewaspadaanku. Apalagi Aksa tidak memberitahuku kalau sekarang dia berhubungan dengan Amanda sebagai konsultan dan klien. Kalau waktu itu aku tidak melihat chat Amanda, aku ragu Aksa akan membicarakannya denganku.

"Nggak ada, kan?" timpal Lisa karena aku masih membisu.

"Gue yang salah ya, Lis?" ujarku lemah.

Lisa mengetukkan jemarinya di atas meja lalu mendesah pelan. "Lo masih bisa memperbaiki semuanya, Lun. Perjalanan kalian baru dimulai. Masih ada banyak waktu buat perbaiki diri, buang semua pikiran negatif yang lo punya, and make a new fresh start. Aksa juga bukan orang yang menyerah segampang itu. Selama lo bisa tunjukin kalau lo mampu berubah, hubungan kalian pasti akan baik-baik aja."

Aku mengangguk dengan tatapan yang menerawang. Tidak tahu harus memulai dari mana. Biasanya ketakutan itu akan berkurang seiring berjalannya waktu meskipun tidak pernah hilang seutuhnya. Rasa takut itu muncul lagi ketika aku dan pasanganku bertengkar. Rasa takut akan disakiti dan berkubang dalam luka sendirian untuk kesekian kalinya. Kemudian, semuanya akan mereda setelah kami kembali mesra. Namun, dengan Aksa, ketakutan itu masih belum bisa mereda atau hilang sepenuhnya.

"Udah," ujar Lisa setelah hening yang cukup lama. "Mendingan lo temenin gue belanja baju buat resepsi pernikahannya Kevin. Lo dapat undangannya juga, kan?"

Love: The Butterfly Effect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang