>>>×<<<
Ruang kosong yang kau tinggal
dan tak mungkin kau hampiri lagi>>>×<<<
Naira berdiri diantara puluhan orang dengan pakaian hitam. Hanya dia satu-satunya orang yang datang menggenakan gaun berwarna putih lengkap dengan riasan wajahnya, layaknya orang yang menghadiri acara pesta yang menyenangkan. Namun kali ini tidak dan justru sebaliknya.
Naira berdiri memandangi pusara basah bertabur bunga. Pusara dengan epitaf bertuliskan nama kekasihnya yang tertancap dengan baik di sebelah utara. Baru saja ia merasakan bahagianya memiliki kekasih, dan Rendralah kekasih pertama Naira. Rendra adalah orang pertama yang membalas cinta Naira tanpa pikir panjang. Namun sekarang siapa yang akan mengisi ruang kosong yang kau tinggal dan tak mungkin kau hampiri lagi?
Tidak ada air mata yang keluar dari mata gadis itu. sedari tadi ia hanya berdiri terpaku melihat epitf yang bertuliskan nama Alvarendra. dulu laki-laki itu sempat berkata sketika memberikan gaun putih pada Naira, “Nai, aku ingin suatu saat nanti gue dan lo bisa sama-sama pakai baju warna putih, lo pakai gaun ini dan gue bakal pakai jas warna putih. Kemudian kita duduk bersanding dan lengan kiri mu yang melilit di sela-sela lengan kanan ku, trus tangan kanan mu membawa bunga. Dan bunga itu adalah bunga pemberian dariku.”
Kini Naira berusaha memenuhi semua harapan laki-laki itu. Hari ini, di tempat ini, Naira dan Rendra sama-sama menggenakan pakaian berwarna putih, meski yang dikenakan Rendra bukanlah jaz. Sama-sama bersanding, meski Naira duduk bersimpuh dan Rendra terbaring kaku. Tangan Naira juga membawa bunga, meski dengan jenis yang berbeda. Hanya satu yang tidak bisa ia penuhi. Melilitkan lengan kirinya pada lengan kanan Rendra. Namun kini ia ganti dengan mengusap dan mendekap epitaf milik laki-laki itu.
Pemakaman telah selesai. Satu persatu orang mulai meninggalkan tempat ini. dan hanya menyisakan keluarga duka dan juga keluarga Naira. sampai saat ini Naira masih saja diam hanya memandang pusara itu. sudah berkali-kali mama mengajaknya berbicara, namun ia tak menjawabnya. Mama Rendra yang tadinya menagis sejadi-jadinya kini nampak jauh lebih tenang. Mama Rendra sempat memeluk Naira sambil mengucapkan ayat-ayat penguat yang nyatanya sama sekali tidak menguatkan. Namun tetap sama. Naira hanya diam, Tidak menangis dan juga tidak berkata.
Sudah berjam-jam Naira bersimpih di dekat Epitaf teresebut. Sedangkan semua orang sudah tidak ada di tempat itu. mama Rendra beserta keluarganya juga telah meninggalkan tempat itu. mama, papa dan Nea masih menunggu Naira di dalam mobil yang terparkir tak jauh dari lokasi. Mama tidak bisa memaksa Naira untuk pulang. Ia benar-benar merasakan apa yang sedang dirasakan oleh putrinya.
Setelah acara selesai, Nao bergegas berlari keluar dari gedung dimana acara wisudanya itu dilaksanankan. Ia tak peduli lagi dengan teman-temannya yang sedang bahagia mengabadikan moment ini. Rupanya di ruangan ini hanya dialah satu-satunya wisudawan yang sedang tidak bisa bahagia. Bagi Nao, Naira jauh lebih penting daripada moment wisudanya sendiri.
“Lhoh, mas Nao mau kemana?” tanya Vanda yang sudah siap di depan dengan membawa kamera.
“Gak jadi foto, nih?” teriaknya lagi.
Kemudian Nao menghampiri Vanda dan berkata, ”maaf ya van, aku minta maaf banget. Hari ini gak jadi foto."
“Kenapa emang? Kamu kan hari ini udah wisuda. Kok kamu panik? Ada apa?” Vanda pun ikut panik melihat Nao yang tampak panik.
“Gue harus nemuin adek gue Naira, sekarang. Gue yakin dia sedang butuh gue sebagai tempat bersandar.”
“Emang Naira kenapa, Mas?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sementara - Berhenti di Titik Pilu [Selesai]
Jugendliteratur| Melintasi Lorong Waktu Yang Membawaku Berhenti Sejenak di Titik Pilu | "Tidak bisakah kau tinggal denganku sedikit lebih lama? Tidak bisakah kau kembali hidup bersamaku lagi di sini?" Aku sempat merasa hilang arah. Aku tidak tau harus menyalahkan...