The Origin of The Name 'De Groot'

0 0 0
                                    

>>>×<<<

Sejatinya,
Tidak akan ada manusia yang mampu menyamakan diri dengan manusia yang lain

>>>×<<<

Siang itu di hari Selasa, seperti biasanya Naira akan diantar oleh papahnya untuk les. Ini bukan Les sempoa, les matematika, ataupun Les mata pelajaran yang lainnya, melainkan les Piano. Bagi anak seusia Naira, untuk mempelajari piano bukanlah hal yang mudah. Menjalankan kedua tangan secara bersamaan namun dengan gerakan yang berbeda, belum lagi satu tangan terdiri dari 5 jari. Tentu saja membutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk membagi otak, antara fokus ke tangan kanan dan fokus ke tangan kiri.

Sebenarnya Naira tidak tau kenapa dirinya harus belajar piano. Jika boleh bilang ia sangat keberatan. Jangankan untuk mempelajarinya, melihat buku panduan yang penuh simbol layaknya kecambah—cuman bedanya yang ini versi dark mode—yang biasa dia temui ketika mamahnya memasak, tentu saja menambah rasa malasnya untuk belajar. Ditambah lagi tuts piano yang warnanya hanya hitam dan putih.

Kenapa hanya Hitam-Putih? Apa nggak seharusnya tiap nada diberi warna yang berbeda? biar kayak pelangi, Kan enak di lihatnya, nggak melulu hitam dan putih.

Setiap kali ia ingat jika hari itu adalah hari Selasa, pasti seketika mood bocah itu menurun drastis. Sering kali ia berusaha menghindar dari rutinitas yang menurutnya sangat menyebalkan itu. Namun sayangnya tidak sekalipun ia berhasil. Segala hal telah dicobanya. Mulai dari drama ketiduran, sampai main lupa waktu, bahkan pura pura sakit pun juga tak mampu menggoyahkan pendirian papah yang tetap akan mengantarkannya ke tempat les. Ah pasti papahnya sudah hafal dengan karakter putrinya yang satu ini.

Alhasil Naira tetap saja berangkat walaupun dengan tampilan baterai lemah yang segaja dibuat-buat seakan nampak seperti 'hanya tersisa 5%'—wes mendrip-mendrip, sehingga memaksanya untuk menyalakan mode hemat daya yang tentunya membawa efek samping berupa 'Males'.

Bayangin aja sendiri, bagaimana bentuknya ketika orang benar-benar lagi males ditambah badmood, trus dipaksa melakukan sesuatu. Pasti jalannya aja letoy banget, ye kan?

Dan hal itu juga terjadi di saat dirinya pulang dari les. Hampir sama waktu berangkat, cuma kalau berangkat hanya terlihat cemberut karena malas. Kalau ini ada tambahannya. Apa tambahannya? Kusut. Mukanya terlihat neomu neomu kusut.

Kenapa? Apa dia terlalu pusing dengan kecambah dark mode nya?

"Pah, kenapa sih aku harus belajar piano? Aku kan gak suka, Pah."

Naira terlebih dahulu membuka pembicaraan dengan papahnya yang fokus menyetir mobil yang tengah melaju santai daripada arah tempat les menuju ke rumah.

"Ya biar kamu bisa, Nak," jawab si papah masih dengan mata fokus ke jalanan yang tengah dipadati kendaraan.

"Tapi naira kan gak suka, Pah," keluh Naira.
Papa terlihat tersenyum namun tidak membalas ucapan Naira, hanya diam beberapa detik.

Kemudian ia balik bertanya "kalau Naira nggak suka main piano, trus Naira sukanya apa dong?"

Setelahnya ganti Naira lah yang diam. Dia sedang berpikir keras untuk mendapatkan Jawaban dari pertanyaan papah. Apa yang aku sukai? Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, hingga akhirnya Naira terdiam dengan durasi lebih lama dari pada diamnya papah tadi. Seingat Naira, tidak ada hal yang benar-benar ia sukai. Oh ada! Yang ia sukai hanyalah bermain, bermain, dan bermain. Benar! Hanya itu. Tidak ada yang lain.

"Gak tau Pah. Naira cuma suka bermain."

Lantas papahnya tertawa mendengar pernyataan lucu yang pada dasarnya emang 100% jujur dari lubuk hati kecil Naira yang paling dalam.

Sementara - Berhenti di Titik Pilu [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang