>>>×<<<
Lama tak jumpa
bukan berarti saling melupakan>>>×<<<
Tahun ajaran baru telah dimulai. Naira telah berganti status yang awalnya siswa, kini menjadi mahasiswa. Sedangkan Nea kini berstatus sebagai senior di SMA nya. Sementara Nao, harusnya tahun dirinya melepas statusnya sebagai mahasiswa. Namun nyatanya di tahun ini ia masih berstatus sebagai mhasiswa semester 9. Sehingga di tahun ini Nao dan adiknya, sama-sama menjadi maba—meski berbeda arti. Dan istilah yang sempat Naira dedikasikan untuk abangnya benar-benar terealisasikan.
Naira tampak sibuk di dalam kamarnya. Ia menyiapkan berbagai kebutuhan yang rencananya akan ia bawa ke kampus. Maklum lah, masih mahasiswa baru—biar kelihatan kayak anak rajin. Pintu kamar Niara dalam kondisi terbuka. Ketik iaa mendapati abangnya yang baru saja lewat dengan langkah santai menuruni tangga, lantas ia memanggilnya.
“Bang.... Bang....”
Langkah Nao terhenti di pertengahan tangga ketika mendengar panggilan dari seseorang.
“Hm, nyapo?”
“Terne ya,” jawan Naira sambil mennampakkan kepalanya dari balik pintu.
“Ne~” jawab Nao yang kemudian melanjutkn langkah kakinya menuruni tangga.
“Sipp.”
Sementara Nea, bocah itu sudah terlihat rapi dengan kostum biasanya yang kini tampak tidak begitu putih lagi dan juga telihat sedikit lebih sempit. Nea berjalan menuruni tangga dan lewat tepat di depan Nao yang sedang tengah berdiri di sana.
“Wehhh.... bentar lagi lulus wehh....” gurau Nao. Namun naasnya gurauan itu tidak mendapat respon sedikitpun dari Nea. Seandainya itu Naira, pasti Nao sudah meneriakinya bahkan menyumpahinya. Tapi mau gimana lagi, Nea tetaplah Nea. Dingin dan penuh misteri.
Setelah semua siap, Naira turun dari kamarnya sambil membawa tas dan menemui abangnya itu.
“Kuy... kuy.”
“Lo nggak makan dulu?”
“Gue buat bekal aja. Ntar kalo gue makan, gue kebelet pup lagi.”
Ketika situasi hatinya tidak tenang seperti saat ini, perut bocah itu tidak bisa menerima makanan dengan baik. Toh kalau dipaksakan, pasti ujung-ujungya sakit perut dan berakhir pengen pup.
“Mah... Pah... Naira berangkat,” teriak bocah itu.
“Iya... hati-hati. Jalannya ramai,” jawab Mamah dari dapur.
Ya jelas ramai lah, namanya aja jala raya, kalau mau sepi ya tulisin aja “jalan ditutup” di pangkal jalan sama ujung jalannya. Engko nak sepi gak enek seng lewat blas.
“Budal dewe opo karo Mas mu, Nduk?”
“Sama Masssss,” jawab Naira dengan pengucapan ‘s’ yang dipanjang-panjangkan.
Nao yang berada di sebelah Naira lantas memukul pelan kepala Naira yang sudah menggunakan helm.
“Gak patut we nyeluk aku Mas,” sahutnya.
“Massss... Massss. Pye Masssss,” balas Naira dengan mulut yang dibuat-buat.
Nao yang melihat itu lantas tertawa. Sebenarnya ada cerita dari kata ‘mas’ dengan pengucapan ‘s’ yang di panjang-panjangkan itu. namun Naira tidak begitu tau akan hal itu. dia hanya menirukan ketika ia melihat salah satu teman laki-laki Nao berkata seperti itu di hadapan Nao. Rupanya itu adalah olok-olokan tentang suatu hal yang hanya diketahui oleh mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sementara - Berhenti di Titik Pilu [Selesai]
Teen Fiction| Melintasi Lorong Waktu Yang Membawaku Berhenti Sejenak di Titik Pilu | "Tidak bisakah kau tinggal denganku sedikit lebih lama? Tidak bisakah kau kembali hidup bersamaku lagi di sini?" Aku sempat merasa hilang arah. Aku tidak tau harus menyalahkan...