>>>×<<<
Perbedaan itu wajar
Tapi kalau terlalu mencolok
Bukan beda lagi namanya,
Justru jadi sebuah kejanggalan>>>×<<<
Sepulang dari kampus, Nao langsung pulang ke rumah. Kali ini dia tidak mampir ke mana-mana. Sesampainya di rumah ternyata jam sudah hampir menunjukkan pukul 5 sore --jam 5 kurang 10 menit.
"Tumben baru pulang bang?" Tanya Naira yang barusan keluar kamar hendak turun menuju dapur yang kebetulan mendapati sosok laki-laki dengan penampilan kumel abis yang barusan muncul dari garasi.
"Biasalah."
"Biasalah nongkrong dulu?"
"Enak aja. Gue kalo pulang ngampus nongkrong nggak sampek sore kek gini juga kalig, Nai," sahutnya jutek.
"Lha lo Barusan bilang biasanya. Biasanya lo kan nongkrong dulu sama temen-temen lo."
Nao tidak berkata lagi. Ia melihat sekeliling rumah, tapi kok sepertinya sepi banget ya?.
"Nai, lha Mamah ning endi?" Tanya Nao
"Mau jare ning butik."
"Tumben sore-sore jek ning butik."
"Embuh, maeng ke jare enek opo ngunu lo, lali aku."
"Lha dek Nea?"
"Biasalah."
"Biasa pye? Dolan a?"
"Ya kalig si Nea dolan. Nea dolan Indonesia turun salju. Nggak mungkin lah. mustahil"
"Lha trus cah e ning endi?"
"Yo ning kamar lah, ning ndi neh lak gak ng kamar sinau," jawab Naira jutek.
Nao hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Naira. Ternyata benar, Nea masih sama seperti dulu. Pantas saja pinter banget.
"Yaaa....." Teriak Naira dari bawah, namun masih sangat jelas terdengar sampai kamar Nea. Jangankan kamar Nea, bahkan tetangganya yang jarak dua rumah pun kemungkinan juga mendengar-walau samar-samar
"Dalemmmm..... Apa!?" Jawabnya yang tak mau kalah ngegas dari kakaknya.
"Golek i mas mu i lo"
"Aku di kamar, Mas. Nyapo?" Serunya dari kamar
"Ogak popo dek. Mok takok tok, kok pane sepi men ning omah. Tak kiro we ngke melu Mamah ning butik," sahut Nao namun tidak mendapat respon dari Nea.
Dirumah ini hanya Nao dan Nea lah yang hubungannya bisa dibilang cukup renggang. Bahkan rasanya seperti orang asing ketika mereka berdua duduk berdekatan. Sehari tanpa komunikasi pun sering terjadi. Mereka akan berbicara hanya ketika ada perlu saja, atau kadang Nea cuma ikut-ikutan nimbrung si Naira. Entah Nea yang merasa asing pada Nao, atau Nao yang tidak begitu mengenal adik bungsunya itu.
Semua orang tau, kalau Nea memiliki kepribadian yang lumayan tertutup, tidak seperti kedua kakaknya. Tapi walaupun sedikit berbeda, Nea dan Naira tetap selayaknya adik dan kakak. Hanya pada Nao lah Nea merasa sangat asing. Namun Nea tetaplah adik yang sangat membanggakan bagi mereka berdua, karena dia begitu pintar di bidang akademik. The best lah pokoknya.
***
Malam itu Nao sedang bersandar di kasur sambil memainkan gitarnya dengan petik-petikan lembut yang nyaman ditelinga. Dia tidak sedang memikirkan apa-apa. Hanya melamun-entah apa yang ada di dalam lamunannya. Kemudian ketika ia hendak beranjak dari kasur, tiba-tiba ponsel yang berada di samping gitarnya itu berbunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sementara - Berhenti di Titik Pilu [Selesai]
Ficção Adolescente| Melintasi Lorong Waktu Yang Membawaku Berhenti Sejenak di Titik Pilu | "Tidak bisakah kau tinggal denganku sedikit lebih lama? Tidak bisakah kau kembali hidup bersamaku lagi di sini?" Aku sempat merasa hilang arah. Aku tidak tau harus menyalahkan...