1 Tahun?
2 Tahun?
3 Tahun?
Tidak... Tidak sebentar...
Ada total 17 Tahun!.
Dan itu belum cukup bagi seorang Lee-ups Na Jaemin untuk mengenal mantan. Iya, mantan bukan sekedar mantan. Ini adalah mantan suami yang dia nikahi selama sekitar 8 tahunan. Namanya Lee Jeno, orangnya tampan rupawan. Tidak hanya itu dia juga cukup kaya raya, mampu menghidupi Jaemin dan putra mereka secara lebih dari cukup.
Putra mereka?
Iya, mereka punya putra tunggal yang baru berusia tujuh tahun. Bocah yang masih membutuhkan kasih-sayang itu terpaksa menjadi anak broken home berkat keegoisan kedua orang tuanya.
Penyebab keduanya berpisah?.
Sudah dibilang sedari awal, Jaemin masih tidak bisa mengerti dan mengenal mantan suaminya walaupun mereka telah 17 tahun bersama sedari sejak bersahabat hingga menikah.
Padahal banyak diluaran sana bilang rumah tangga keduanya super harmonis, Jeno yang terlihat bucin pada Jaemin begitu juga sebaliknya meskipun Jaemin lebih sedikit menunjukkan cintanya. Mereka juga dikarunia anak yang imut serta menggemaskan.
Kurang apa lagi?.
"Kurang bersyukur" Celetuk Jeon Somi.
Jaemin meletakkan cangkir berisi kopi panasnya diatas meja. Dia melemparkan pandangannya ke arah teman-temannya yang asyik membully Yang Jeongin.
"Makanya In banyak-banyak bersyukur, putus-nyambung dari zaman purba sama Hyunjin apa gak bosan? Buruh gih nikah kalian" Kim Seungmin ikut meledek kawan mereka.
"Ya... Mau bagaimana lagi, aku masih takut nikah. Takut kawin-cerai sama Hyunjin." Jeongin merengut.
"Ya kawin mah kawin aja, kalau udah kawin ya gak bisa kayak pacaran. Misalnya nih cerai yaudah cerai aja gak usah balik lagi" Huang Renjun angkat berbicara.
"Iya deh yang udah cerai"
Plaaakkk
Paha Jeongin dipukul Yoon Sanha.
"Gak boleh gitu, kasihan duda kita" Katanya tidak lebih baik. Terdengar gelak tawa yang pecah. Termasuk Lee Donghyuck, orang yang kini sudah menikahi mantan suaminya Renjun.
"Jaem, Jisung mana?" Somi bertanya. Biasanya putra semata wayang Jaemin selalu dibawa Jaemin pergi kemanapun termasuk untuk menemui para sahabatnya.
"Hari ini giliran sama ayahnya" Jawab Jaemin tanpa beban.
"Ayah yang baik" Komentar Somi tidak ingin menjadi lebih jauh.
Jaemin tersenyum, "Iya, dia memang ayah yang baik"
* * *
Sementara orang yang dibicarakan tengah mengeringkan rambut basah putranya. Kedua ayah-anak itu baru saja bermain air hampir sejam didalam kamar mandi. Entah seberantakan apa kamar mandi seorang duda keren seperti Jeno sekarang.
"Jangan bilang buna ya yang tadi. Buna bisa marah kalau Jisungie buang-buang sabun" Jeno menakuti Jisung.
Bocah itu memutar bola matanya, "Kan ayah yang ngajak, Jisung cuman mengikuti"
Jeno tertawa mendengar ucapan putranya.
"Besok ayah belikan kapal-kapalan deh, biar minggu depan kita bisa main air sepuasnya lagi"
Jisung yang tadinya memiliki ekspresi ceria mendadak sedih.
"Ayah... Kenapa ayah sekarang kalau ketemu Jisungie hanya weekend? Sudah gitu kita mainnya gak lagi sama buna..." Sebenarnya Jisung sudah memendam pertanyaan ini sejak beberapa waktu. Dia kebingungan melihat ayahnya yang tidak lagi tidur dirumah mereka. Belum lagi apabila dia ingin bertemu ayahnya harus dihari sabtu-minggu saja. Tidak bisa setiap hari seperti biasanya.
Tangan Jeno yang tengah mengeringkan rambut Jisung terhenti. Dia terdiam cukup lama sampai dengan helaan napas yang panjang mengusak-ngusak sayang rambut putra tunggalnya.
"Nanti, kalau Jisung sudah besar. Jisung akan mengerti"
Mendengar jawaban ayahnya, mata Jisung berkaca-kaca.