8

3.1K 460 53
                                    

Awalnya Jisung sangat senang melihat ayahnya sudah ada dirumah mereka. Apalagi sang ayah sepertinya habis tidur dikamar bersama dengan sang buna. Namun, setelah kejadian itu. Orang tuanya menjadi jauh dan semakin jauh. Ayahnya tidak lagi mengantarnya sampai kedalam halaman rumah. Hanya didepan pintu gerbang. Bunanya juga menyambutnya didalam rumah. Tidak bergegas sekedar keluar di teras rumah.

"Ayah gak kangen buna?" Jisung bertanya tidak bersemangat.

"Hum?" Jeno menghentikan suapannya. Sepasang ayah-anak itu tengah menghabiskan jam-jam terakhir dihari minggu sebelum Jisung kembali kerumah bunanya.

"Ya.. Kangen lah..." Ada rasa ketidakberdayaan muncul dari suaranya.

Jisung memegang sumpitnya kuat, bibirnya maju beberapa senti. Bocah itu menahan tangisnya. Dia tidak boleh menangis, harus kuat. 

"Jisung, kamu kenapa nak?" Jeno panik melihat putra tunggalnya sudah berkaca-kaca.

Jisung menggelengkan kepalanya, "Ji, gak kenapa-kenapa ayah"

"Gak kenapa-kenapa? Yakin? Kok mau nangis gitu?"

Semakin memajukan bibirnya, pada akhirnya Jisung tidak mampu menahan air matanya. Pipinya yang mulai chubby perlahan basah.

"Ji... Gak mau punya mama baru kayak Chenle. Gak mau juga dapat double angpau. Gak mau ayah sama buna pisah" Lirihnya.

Jeno menatap putranya tertegun.

Perlahan dia merengkuh putranya dalam pelukan. Jeno bahkan berkali-kali mencium pucuk kepala anaknya penuh kasih sayang.

"Maafkan ayah-bunamu ya... nak"

* * *

Dengan menggendong Jisung yang tertidur pulas, Jeno melangkahkan kakinya kembali ke rumah lamanya. Dia memencet bell pintu dan tidak lama kemudian Jaemin datang membukakan pintu.

"Dia tertidur di mobil" Jeno merendahkan suaranya. Jaemin tanpa emosi menatap ke arah putranya, dia jelas-jelas menghindari tatapan sang mantan suami.

"Sini" Jaemin mengulurkan tangannya bermaksud mengambil alih putranya.

Tetapi, Jeno mundur selangkah. Tidak membiarkan Jaemin meraih putranya.

"Dia tertidur, nanti kalau bangun bagaimana? Dia tidak ada tidur siang hari ini"

 Secara terpaksa Jaemin memberi Jeno jalan. Membiarkan pria itu berjalan menuju kamar putra mereka. Jaemin berdiri sesaat sebelum memutuskan menyusul Jeno ke kamar putranya. 

Jaemin berhenti tepat didepan kamar anaknya dan dia melihat Jeno merebahkan Jisung dengan hati-hati. Tidak lupa pria itu menyelimuti tubuh anak itu.

Baru ketika dia berbalik, terkejut melihat Jaemin menatapnya penuh jutaan emosi yang terpancar melalui matanya.

* * *

"Kamu sengaja kan?" Pertanyaan ini terlontar dikala kedua orang dewasa itu tengah berada di ruang tamu.

Jeno mengeryit, "Sengaja?"

Jaemin mengepalkan tangannya, "Kamu sengaja di malam itu. Kamu tau aku gak kuat minum"

Mendengar tuduhan mantannya, Jeno memijit keningnya.

"Jaem, denger ya... Aku juga mabuk malam itu."

"Bohong banget kamu Jen!" Nada suara Jaemin mulai meninggi

"Jaem! Orang yang bawa aku minum itu kamu!"

"Ya, karena itu kamu manfaatin aku kan?!"

"Kamu nih! Gak ada yang manfaatin kamu"

"Toleransi kamu tinggi terhadap alkohol Jen!"

"Oh..." Jeno bekacak pinggang "Aku bingung kenapa aku mabuk malam itu, padahal toleransi minum cukup tinggi. Jangan-jangan kamu yang manfaatin aku"

"Najis tau gak! Untuk apa juga?! Jangan memutarbalikkan fakta gini dong Jen"

"Loh? Aku dituduh tanpa alasan gini. Jelas aku bela diri aku dong"

"Bela diri?! Setelah kamu ambil keuntungan dari aku?" 

"Gak ada yang ambil keuntungan, astaga. Udahlah Jaem, toh udah terjadi"

Jaemin bersidekap, memandang Jeno tajam.

"Aku benci kamu Jen!" 

Jeno menganggukkan kepalanya.

"Iya... Iya, aku tahu kok... Makanya kamu gugat cerai aku"

"Jangan seolah-olah aku yang salah, semua ini akibat kelakuanmu sendiri"

"Aku bilang iya... Gak ada yang nyalahin kamu disini"

"Aku gugat cerai karena kamu! Kamu udah buat aku hidup kayak dineraka tahu gak!" Jaemin mengatakannya dengan mata yang berkaca-kaca.

Jeno memejamkan matanya.

"Jaem"

"17 tahun Jen. 17 tahun! Siapa yang kamu coba tipu?!!"

"Cukup!"

"Kamu jadikan aku tahta tertinggi dihidupmu! Meleburku dalam fatamorgana! Tapi ternyata hanya tipuan!"

"AKU BILANG CUKUP!"

"Cukup kamu bilang? Gak ingat kamu, saat aku mau melahirkan Jisung. Kau ma-"

"NA JAEMIN! Kita sudah bercerai! Keluhanmu, telan sendiri!"

Kedua orang dewasa itu terus saling berteriak dan bertengkar di ruang tamu tanpa memperhatikan pintu kamar yang terbuka sedikit. Melalui celah-celahnya, seorang bocah yang tengah memeluk boneka dinosaurus mencoba mengintip.

"Ayah.... Buna..." Dia menangis dalam diam.



ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang