17

2.1K 324 28
                                    

Seumur hidup...

Jeno tidak pernah merasa takut dan kalut hingga ke titik ini. Dia memang frustasi akan perceraiannya. Tetapi, dia mencoba ikhlas dan sabar menerima nasib buruknya. Terpenting baginya Jaemin dan Jisung bahagia. 

Bahagia walau tanpa kehadirannya..

Pemikiran bodoh bertahun-tahun ini mencapai puncak...

Hati Jeno seperti tercengkram kuat, hingga ada rasa sesak yang menyakitkan sekedar menghembuskan napasnya. Air matanya yang pernah turun setitik saat perceraian kini banjir membasahi pipinya.

Lampu-lampu apartement mewahnya sengaja tidak dihidupkan. Seakan mempersilahkan dia yang duduk dilantai sembari memeluk lututnya diselimuti kegelaapan malam.

"Tuhan... Jangan hikss- ambil dia hiks... Jangan ambil Jaeminku"  Lirihnya putus asa.

* * *

Dirumahnya orang yang didoakan tidak lebih baik. Jaemin tidak berhenti menangis didalam kamarnya setelah menidurkan Jisung. Tidak peduli seberapa banyak air mata yang terbuang itu tidak berhenti...

Hatinya hancur...

Kalut...

Gelisah...

Kenapa takdirnya kejam sekali?!

Apa karmanya? Apa hukumannya?  Jaemin tidak tahu. Dia terlalu sedih... Didalam kubangan ketakutan yang tidak berujung.

Harapannya pernah padam sekali.

Harapan lainnya yang baru beberapa tahun tumbuh tiba-tiba saja sudah ditiup dengan sangat kencang. 

Padahal dia hanya berharap menyaksikan putranya tumbuh dengan baik... Apakah itu berlebihan? Atau  dia memang tidak bleh pernah berharap pada apapun?.

Dokter mengatakan lamat-lamat bahwa dia mengidap salah satu penyakit mematikan...

Mendengarnya disiang bolong yang cuacanya cerah, tetapi bagai disambar petir maha dahsyat rupanya. 

Jeno yang duduk disampingnya ikut mendengar  vonis itu langsung ingin menghajar sang dokter dan menyuruh pemeriksaan ulang. 

Hasilnya tetap sama.

Kanker Pankreas.

Sang mantan suami membawanya kedalam pelukan, lalu keduanya menangis dalam diam. 

"Tidak apa-apa, kita obati... Buna pasti sembuh...." Ucapan menenangkan itu hanya menambah perasaan sedih.

"Aku mau lihat Jisung masuk SMP sampai kuliah" Keinginan Jaemin, dia utarakan. Jeno yang memeluknya setuju.

"I-iya... Kita bisa melihat Jisung hingga punya anak" Bisa Jaemin merasakan Jeno berulang kali menarik dan menghembuskan napas berat. Mantan suaminya juga mencoba terdengar  tenang walaupun bahunya basah kuyup.

Keduanya kemudian bergandengan tangan menghampiri Jisung yang dititipkan di penitipan anak yang tersedia sebagai fasilitas rumah sakit.

"Kita hadapi sama-sama" Sebelum pulang, Jeno meraih pipinya dan mengelusnya lembut. Mata  pria itu memerah seperti matanya.

Jaemin memejamkan matanya, dia merasa tangan Jeno dingin tetapi kehangatan aneh menyelimuti hatinya. Pada akhirnya mantan kekasih hatinyalah tempat bersandar kesekian kalinya.

Jaemin yang selama ini memanipulasi hatinya menurunkan sedikit egonya...

Walau setelah kepergian Jeno, dia menyesalinya...

Perandai-andaian muncul kembali...

Andai dia tidak membiarkan Jeno membawanya ke rumah sakit dan mendengar vonis bersama. Dia tidak akan membuat cemas  pria itu...

Jika sudah begini... Jeno pasti akan direpotkan sedikit banyaknya. Dia tidak nyaman, mereka sudah mantan pasangan... Tidak ada yang bisa dihadapi bersama kecuali pengasuhan Jisung.

Jisung...

Jaemin takut, takut meninggalkan putranya. Walau dia tahu Jeno bukanlah ayah yang buruk...

Krieeetttt

Jaemin mendengar suara pintu kamarnya dibuka, buru-buru dia menghapus air matanya. Dia berbalik melihat bocah kesayangannya dengan rambut acak-acakan muncul sambil membawa boneka dinosaurus kesayangannya.

"Jie?" Jaemin melambaikan tangannya. Jisung menutup pintu kembali dan bergabung dengan Jaemin ditempat tidur.

"Tumben Jie kesini" Jaemin menidurkan anaknya disamping. Bersyukur putranya itu terlihat mengantuk, tidak memeprhatikan matanya yang memerah dan pipinya yang masih ada jejak air mata.

"Jie terbangun, tiba-tiba Jie rindu buna" Jawab bocah itu sembari mencari kenyamanan.

"Buna belum jawab pertanyaan Jie tadi" Bocah itu berbicara tetapi matanya semakin berat. 

Jaemin mengelus rambut putranya, "Pertanyaan yang mana?"

"Apakah Jie akan punya adik? Kata suster yang jaga Jie tadi, sepertinya Jie punya adik karena buna muntah-muntah" Setiap nada dari perkataannya perlahan mengecil. Rupanya  anak itu tidak mampu bertarung dengan rasa kantuknya.

Jaemin membeku...

Ya... Akan lebih baik baginya jika hamil kembali... Setidaknya itu anak Jeno dan adik kandung Jisung... Dia masih bisa menyaksikan Jisung tumbuh besar tanpa rasa gelisah yang mendera.

"Jika Jie terlahir kembali.  Pilihlah ayah kembali sebagai ayah. Dia orang yang baik dan penuh cinta.  Tetapi, jangan memilih buna kembali sebagai bunamu. Buna tidak pantas menerima cinta siapapun" Ucapnya sedih

"Maafkan buna mengecewakan Jie berulang kali" Jaemin berbisik, dia menunduk dan mengecup kening putranya.

ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang