Chapter 5 - Misteri

61 5 0
                                    

Arief tertegun sesaat. Kemudian pria itu menutup matanya. "Sepertinya kamu bertemu dengannya, ya." Arief tersenyum samar sebelum kembali membuka matanya dan menatap Mentari.

'Bertemu dengannya?' batin Mentari. Dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Dia menunggu Arief menyelesaikan kalimatnya. Namun, tiba-tiba ada bunyi notifikasi di handphone Arief sehingga pria itu bangkit berdiri lalu berjalan ke arah pintu depan. Meninggalkan Mentari di meja makan begitu saja.

Apa maksud pria itu tadi? Mentari hanya bisa menerka-nerka. Tak lama kemudian Arief kembali dengan satu kantong plastik bening berukuran sedang. Di dalamnya, ada dua kotak yang terbuat dari karton putih.

"Makan dulu," ujar Arief sambil menyodorkan salah satu kotak karton itu ke arah Mentari.

Wanita itu memandang kotak itu tanpa bergerak sedikit pun. Ketika tatapannya bertemu dengan Arief, dia membuka bibirnya. "Apa sesudah kita selesai makan kamu akan menjawab pertanyaanku?" tanyanya. Kedua matanya menatap lurus langsung bertemu dengan iris gelap milik Arief.

Laki-laki itu menganggukkan kepalanya. Kedua sudut bibirnya melengkung ke atas. "Ayo, makan..."

Mentari akhirnya mengambil sumpit yang disediakan Arief. Perlahan, dia mulai melahap dimsum yang menjadi menu sarapan mereka. Keduanya mengunyah makanan dalam diam.

"Bagaimana pekerjaanmu sebagai sekretaris CEO?" Pertanyaan itu tiba-tiba terdengar dari seberang tempat duduk Mentari. Ketika wanita itu mendongak dari makanannya, dia melihat pria itu sedang memperhatikannya.

"Bukannya kamu sudah melihatnya sendiri sehari-hari?" Mentari balik bertanya. Alisnya terangkat sebelah, heran dengan pertanyaan Arief yang sudah jelas jawabannya. Apalagi Arief memang bulan ini ditugaskan penuh di lantai tiga puluh sehingga tidak pernah ada petugas kebersihan lain selain dia.

Namun, seolah tidak mendengarkan Mentari, pria itu mengambil salah satu dimsum lalu memasukkannya ke dalam mulut. Sama sekali tidak berniat menjawab pertanyaan itu. Mentari jadi semakin heran. Lama-lama dia pun mulai gemas dengan perubahan sikap seratus delapan puluh derajat pria di depannya ini. Apakah laki-laki ini mengidap kepribadian ganda?

"Syukurlah kamu kelihatannya nyaman dengan pekerjaan itu," kata Arief kemudian. Sesudah menghabiskan dimsumnya, pria itu meringkas kertas kotak makanan yang sudah kosong lalu memasukkannya kembali di dalam kantong plastik bening seperti semula.

Wanita itu tiba-tiba merasa gerah karena layaknya berbicara dengan tembok, rasanya sampai akhir pun laki-laki ini tidak berniat menjawab pertanyaannya sama sekali. Mentari meletakkan sumpitnya di piring kemudian beranjak dari kursinya.

Melihat masih ada sisa dimsum, Arief segera bertanya. "Kamu sudah selesai makan?" Pria itu bertanya dengan menelengkan kepalanya ke samping.

"Belum, aku ingin ke toilet. Di mana toiletnya?"

"Ke arah kanan, pintu yang ada di dekat lemari situ," jawab Arief.

Mentari mengambil langkah ke arah yang ditunjukkan pria itu. Namun, baru mengambil satu langkah, dia tiba-tiba berhenti. "Tunggu... kamu... apa kita pernah bertemu saat aku sedang melamar kerja di perusahaan?" Wanita itu bertanya karena kalimat yang baru saja dilontarkan Arief itu sangat mirip dengan nada ucapan yang pernah dia dengar dulu. Tepatnya saat dia sedang menghadiri interview perusahaan.

Arief tidak langsung menjawab, tetapi pria itu menyunggingkan sebuah senyum. Sementara itu, sebelah alisnya terangkat tinggi. "Kamu masih mengingatnya?" Pria itu sama sekali tidak menyangkal.

"Astaga..." Mentari menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Wanita itu terlihat sangat terkejut. "Arief, sebenarnya siapa kamu?" Pertanyaan yang sangat membuat Mentari penasaran itu akhirnya dia lontarkan.

The Secretary and The Janitor (Ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang