Chapter 3 - Memanjakan dengan Makanan

97 7 0
                                    

Mentari menatap gerak-gerik Arief, yang sedang membersihkan, dari mejanya. Dia memperhatikannya begitu terang-terangan sehingga orang lain yang melihat mungkin akan berpikir bahwa dia adalah seorang bos yang sedang mengawasi cara bawahannya bekerja. Namun, sepertinya pria itu tak terlalu menggubris tatapan intens dari Mentari. Buktinya, dia cuek dan tetap mengerjakan kewajibannya sebagai petugas kebersihan.

Saat Arief sudah mulai membereskan peralatannya, Mentari meraih kotak bekal berisi makanan yang dia buat sendiri sebelum berangkat ke kantor. Dia melangkah dengan penuh percaya diri lalu menyodorkan kotak bekal itu ke arah Arief. "Ini buatmu. Tadi pagi aku memasak kebanyakan jadi sisanya kuberikan padamu saja!" Wanita itu tersenyum lebar ketika Arief menerima kotak bekalnya sesudah terdiam dan menatapnya cukup lama dengan tatapan ragu-ragu.

"Te-terima kasih..."

"Tolong kasih pendapatmu sesudah memakannya, ya!" Sesudah berkata demikian, Mentari kembali ke meja kerjanya dengan senyum puas. Rencananya untuk 'memanjakan' gebetannya dengan memberi makanan berhasil. Dia tidak sabar menunggu esok hari. Tunggu saja! Kamu pasti kuberi makan yang enak-enak! Mentari bertekad bulat.

***

Beberapa hari berlalu dan Mentari tidak pernah lupa memberikan bekal untuk Arief. Atau sekarang, kerap dipanggilnya sebagai 'pangeran', walau cuma memanggil dalam hati. Dia bisa dicap gila jika mengucapkan panggilan itu di muka umum.

Selain itu, Mentari juga sering bersikap ceria, namun tidak berlebihan. Hanya khusus ketika berhadapan dengan Arief saja, sedangkan untuk urusan pekerjaan dan lainnya, dia tetap memasang tampang profesional.

Oke, dia sudah datang! Mentari yang menyadari Arief sedang berjalan di koridor segera melangkah cepat mendekati pria itu. "Arief, ini buatmu," ucap Mentari dengan nada riang. Senyum tak pernah meninggalkan wajahnya ketika berhadapan dengan pangerannya itu.

Arief yang selama seminggu lebih terus-terusan diberi bekal, tampak sudah terbiasa. Dia menganggukkan kepalanya sambil berterima kasih.

"Bagaimana dengan capcay yang kemarin? Apa kamu suka rasanya?" tanya Mentari.

"Su-suka, bu," jawab Arief sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Masakan bu Mentari se-semuanya enak," lanjutnya dengan mata menyipit. Mentari bisa menduga sebuah senyum tersungging di wajah laki-laki itu saat ini.

"Syukurlah kalau kamu suka!" Mentari menghembuskan napas lega.

"Apa ada makanan yang kamu sukai? Bagaimana dengan yang nggak kamu suka?" tanya Mentari dengan nada antusias. Wanita itu merasa masih belum tahu banyak hal tentang Arief. Si pria tampan misterius yang super pemalu ini.

"Sa-saya nggak pilih-pilih makanan sih bu selama bahan masakannya nggak yang aneh-aneh..." Mendengar jawaban Arief, Mentari tersenyum puas. Namun perhatiannya harus teralih ketika gawai di dalam kantong blazernya bergetar. Kedua alisnya terangkat ketika mengetahui bosnya memberi instruksi lewat pesan singkat. Bos memintanya untuk menyiapkan beberapa dokumen penting untuk rapat.

"Aku pergi dulu, ya!" ujar Mentari berpamitan dengan Arief sebelum dirinya melangkah cepat ke arah ruangan sang CEO.

Arief yang belum sempat mengatakan apapun hanya bisa menatap kepergian wanita cantik itu. Selama beberapa saat dia masih berdiri di sana sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya, seolah untuk menyadarkan dirinya. Setelah itu, dia mendorong kembali kereta berisi alat kebersihan di dekatnya.

***

Kesibukan Mentari rupanya berlanjut hingga beberapa hari. Dia jadi jarang mengobrol dengan Arief. Pada akhirnya, dia langsung pamit begitu memberikan bekal pada laki-laki itu. Ingin rasanya dia marah pada bosnya karena mengganggu acara pdkt dengan 'pangeran'nya! Tapi, apalah daya ketika fia hanyalah seorang karyawan biasa.

The Secretary and The Janitor (Ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang