Chapter 15 - Malu

28 1 0
                                    

Mentari baru saja selesai memarkirkan mobilnya di halaman rumah sakit. Dia menoleh sejenak ke samping. Laki-laki itu tampak pucat dan pandangannya terarah ke pintu masuk rumah sakit. Sepertinya dia sudah tidak sabar menemui ayahnya. Mentari bisa memaklumi hal itu. Apalagi sosok Alvin selain merupakan sosok panutan Arief, beliau juga satu-satunya orang tua yang tersisa.

"Ayo, turun. Beliau berada di kamar VVIP3. Aku akan mengantarmu ke sana." Mentari melepaskan sabuk pengamannya lalu turun dari mobil. Keduanya berjalan dengan tergesa-gesa di sepanjang koridor rumah sakit. Hari ini sebetulnya Mentari harus bekerja seperti biasa, namun karena dia tidak bisa meninggalkan Arief sendirian, dia pun menawarkan diri mengantar laki-laki itu ke rumah sakit.

"Permisi, biarkan kami masuk..." Seperti sebelumnya, seorang pria gagah berdiri menjaga pintu masuk kamar rawat. Mentari menunjukkan identitasnya sebagai sekretaris Pandu agar diizinkan masuk.

"Orang ini tidak boleh masuk ke dalam," ujar laki-laki bertampang sangar itu sambil mencegat Arief supaya tidak mengambil selangkah maju dari posisinya.

"Dia juga ada keperluan bertemu pak Pandu. Tolong beri jalan," ucap Mentari dengan nada tegas.

Setelah menimbang sesaat, laki-laki itu akhirnya mempersilakan mereka untuk masuk ke dalam. Kedua mata Mentari terbelalak ketika melihat beberapa orang sudah ada di dalam kamar rawat itu. Dia mengenali mereka semua. Orang-orang yang memiliki jabatan tinggi di perusahaan dan sering dipanggil sebagai direksi perusahaan. Gawat! Mereka tidak boleh melihat Arief! pikirnya sambil melirik ke samping.

Dikala Mentari mulai panik, justru Arief tetap bersikap tenang. Dia menatap kumpulan orang-orang yang kini sedang sibuk melihat ke arahnya. Sama sekali tidak tampak terkejut. Justru saat ini Arief sedang merasakan perasaan lain yang membuat dadanya terasa panas.

"Lho? Kakak?" ujar Pandu terkejut. Dia pun menghampiri Arief dan berdiri di dekatnya. "Kak, kakak nggak apa-apa 'kan?" Raut wajah laki-laki itu begitu terlihat khawatir. Jika saja saat ini tidak ada orang lain, ini pasti menjadi momen mengharukan antar kakak-adik yang sedang menemani ayah mereka di rumah sakit.

"Kenapa ada kehadiran mereka di tempat papa dirawat?" Nada suara Arief berubah ketus.

Saat itulah Mentari menyadari Arief terasa berbeda. Ini adalah kepribadian asli Arief! Mentari langsung bisa menebak. 'Tapi, sejak kapan...?' pikirnya terheran-heran.

"Kondisi papa menurun. Jadi aku terpaksa memanggil mereka, kak." Pandu menjelaskan sambil menepuk pundak Arief.

"Pak Pandu, siapa orang ini?" tanya salah satu pria yang sedang berdiri di dekat ranjang rumah sakit. Pria ini mengenakan setelan jas berwarna abu-abu tua.

"Maaf, para direktur yang terhormat. Pembicaraan kita terputus karena kedatangannya. Izinkan saya memperkenalkannya kepada Anda sekalian. Beliau adalah kakak saya, namanya adalah Arief Sutomo," ucap Pandu.

"Kalau benar Anda adalah Arief Sutomo, berarti Anda adalah anak sulung Direktur Utama?"

Arief mengerutkan alisnya ketika mendengar pertanyaan itu. Dia menatap ke arah adiknya tanpa berkata apapun. Sementara itu, sang adik hanya menyunggingkan senyum di wajahnya. Terlihat santai dan tidak berniat menengahi pembicaraan di antara para direksi dengan dirinya.

"Apakah Anda juga datang untuk memberikan vote persetujuan pengangkatan pak Pandu sebagai pemimpin perusahaan?"

Vote persetujuan? Mentari menatap Pandu dengan kedua alis bertaut dalam. Belum lama Direktur Utama terkena serangan jantung dan belum sadarkan diri, tapi Pandu sudah merencanakan pengangkatan posisinya menjadi pimpinan utama di perusahaan? Bukankah hal ini terlalu cepat? Dan lagi pula, apa dia tidak memikirkan posisi Arief sebagai kakaknya yang juga sekaligus memiliki kuasa dalam perusahaan walau sosoknya tidak pernah terlihat di kantor?

The Secretary and The Janitor (Ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang