"Bu, Anda sedang sibuk?" Pertanyaan itu membuat Mentari yang semula serius mengetik memo di layar komputer, mendongakkan kepalanya. Eni, karyawan yang pernah mengundangnya ikut kencan buta sedang melongok dari balik dinding di sampingnya.
"Sedikit lagi saya selesai," jawab Mentari sambil tersenyum simpul lalu menuliskan beberapa hal lagi sebelum menyimpan data dan kembali menoleh ke arah Eni yang kini sudah berdiri di depan mejanya. "Ada apa, bu?"
"Saya penasaran..." Eni melirik ke kanan dan ke kiri. Dia terlihat waspada dan hati-hati. "...sebelumnya, bos sedang ada di kantor nggak?" Pertanyaan itu langsung dijawab dengan gelengan kepala dari Mentari. Eni kemudian menghembuskan napas pelan, terlihat lega. Berarti tidak ada orang yang akan dia bicarakan di balik pintu tak jauh dari meja Mentari.
"Saya mendengar banyak gosip akhir-akhir ini. Terutama karena satpam gedung sampai sempat mencegat seseorang kemarin dengan alasan permintaan khusus dari Direktur Utama sendiri..." Eni mencondongkan tubuhnya ke depan lalu mengangkat telapak tangannya di samping mulut sambil melanjutkan kalimatnya dengan berbisik. "...sebenarnya banyak yang bilang wajahnya mirip dengan pak Alvin. Lalu info lainnya, memang benar pak Alvin memiliki dua orang putra. Namun, putra sulungnya hingga kini tak pernah terlihat. Banyak yang berasumsi orang yang dicegat itu adalah anak sulung pak Alvin."
Jujur saja, saat ini Mentari merasakan jantungnya berdetak dua kali lebih kencang dari biasanya karena perkataan rekan kerjanya itu. Rupanya gosip sudah menyebar di dalam perusahaan! Ya mau bagaimanapun, kejadian itu memang sangat cepat dan Mentari tak punya wewenang mengubah keputusan Alvin Sutomo selaku Direktur Utama. Tapi, tak berhenti sampai di situ, Mentari semakin mati kutu tak bisa berkata-kata pada kalimat selanjutnya yang dilontarkan Eni.
"Lalu, saya juga mendengar kalau orang itu memakai seragam petugas kebersihan. Aneh, kan?" Eni tampak berpikir sambil menaruh jari telunjuk dan jempol tangan kanannya di bawah dagu, seolah sedang berpikir keras. "Gimana kalau kita lanjut bergosip sambil makan siang? Sudah lama juga kan kita nggak berkumpul bersama?" Wanita berambut pendek sebahu ini terlihat antusias. Dia menatap Mentari dengan dua mata berbinar.
Mentari meneguk ludahnya gugup. Dia segera memutar otaknya untuk menolak ajakan itu. "Maaf bu, sa-saya baru ingat ada jadwal pak Pandu bertemu dengan client siang ini. Saya harus menyiapkan keperluannya dulu," ucap Mentari sambil terbata-bata.
Untung saja alasannya ini mampu membuat Eni mundur dari ajakannya. Jika saja Mentari ikut makan siang bersamanya, pertanyaan beruntun seperti menunggu kereta barang yang lewat di palang jalan pasti akan didapatkannya. Panjang dan tak ada habisnya! Wanita itu menghembuskan napas lega sambil mengatur dokumen di atas meja.
Selama sisa hari, Mentari juga banyak mendengar desas-desus di antara para karyawan. Mereka bergosip tentang salah satu anak dari pemilik perusahaan selama ini berkeliaran di dalam gedung kantor dan bertingkah seperti karyawan biasa. Saat mendengar rumor itu, jantung Mentari kembali berdegup kencang. Sepertinya situasi di dalam perusahaan mulai tidak kondusif.
"Sampai jumpa besok, pak." Mentari sedikit membungkukkan badannya ketika Pandu berjalan melewati mejanya. Laki-laki yang biasanya murah senyum dan selalu menyapanya itu kini berubah diam. Saat ini saja Pandu tak menjawab salamnya dan langsung melenggang pergi begitu saja. Mentari sampai merasa heran sendiri.
Walau begitu, Mentari tidak terlalu memikirkannya dan segera mengeluarkan kantung kecil dari dalam tasnya. Sesudah mengeluarkan isinya, dia membongkar lipatan rapi itu dan rupanya itu adalah sebuah tote bag serbaguna berukuran besar. Wanita itu langsung bergegas masuk ke ruang CEO dan berjalan menuju bilik rahasia di balik salah satu rak lemari di sana. Dia mengeluarkan catatan dari dalam kantungnya. Sebuah daftar yang tidak terlalu panjang berisi barang-barang kebutuhan dasar Arief.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secretary and The Janitor (Ongoing)
RomanceMentari Aprilia selalu mendambakan pasangan hidup yang tidak usah terlalu neko neko. Pokoknya, yang mau menemani serta memiliki kelakuan baik. Sesimpel itu aja. Bahkan, jika pekerjaannya tidak terlalu bagus dibandingkan dengan dirinya pun tidak masa...