Chapter 4 - Kamar Asing

68 5 0
                                    

Mentari merasa kasur yang dia tiduri terasa lebih empuk dari biasanya. Dia memutar tubuhnya ke arah sebaliknya. Indera penciumannya merasakan aroma yang berbeda dari selimut serta bantalnya. Hmm... ada yang aneh. Wanita itu perlahan membuka matanya lalu memutar tubuhnya hingga terlentang di atas kasur. Kenapa bentuk plafon kamarnya berubah?

Detik itu juga wanita itu tersentak dari tidurnya. Dengan gerakan cepat, dia menyibakkan selimut dari tubuhnya dengan gerakan kasar. Untungnya, pakaian yang ia kenakan terlihat masih lengkap. Saat dia mengarahkan pandangan ke sekelilingnya, rupanya dia ada di sebuah kamar, tepatnya seperti sebuah apartemen tipe studio. Selain kasur tempatnya berbaring, Mentari melihat ada meja dengan sebuah PC, dapur berukuran kecil, meja makan persegi berisi empat kursi, kemudian ada juga sebuah lemari pakaian dan sebuah sofa. Desain ruangan ini terlihat simple dan minimalis.

Satu pertanyaan langsung muncul di benaknya. Dimana aku? Mentari menggigit bibir bawahnya, menahan dirinya untuk tidak berteriak histeris. Sementara itu, di sofa, dia melihat sosok yang tidak asing sedang berbaring di sana. Perlahan, wanita itu turun lalu berjingkat, berniat mendekati sosok laki-laki di sofa.

Sepasang alis tebal yang lurus itu sedikit tertutupi poni rambutnya. Kedua matanya yang terpejam memperlihatkan bulu-bulu mata yang lebat. Mentari dapat melihat hidungnya yang mancung serta bibir tebalnya yang berwarna seperti buah peach. Entah mengapa tiap melihat wajah indah ini membuat Mentari merasa terpana.

Tepat saat dia sedang memperhatikan wajah pria itu, kedua mata pria itu tiba-tiba membuka lalu tatapan mereka bertemu. Tanpa bisa dibendung lagi, Mentari menjerit histeris. "Waaaaa!" Tampaknya laki-laki itu juga sama terkejutnya sehingga mereka berteriak berbarengan.

Kelabakan, Mentari memutar tubuhnya lalu berlari ke arah kasur. Tangannya meraih salah satu bantal di sana kemudian dia memasang pose seolah siap berperang dengan senjata bantal di tangannya. Kedua matanya melotot tajam walaupun berkontradiksi dengan kedua tangannya yang saat ini sedang bergetar parah. Semburat merah menghiasi kedua pipinya.

Sementara itu, Arief mencoba bangun dari sofa. Kedua matanya juga melotot dengan kedua alis terangkat tinggi. Namun, baru saja dia berniat mengubah posisinya, suara teriakan terdengar nyaring dari arah depan.

"Jangan bergerak! Tetap di posisimu!" Mentari panik, suaranya melengking tidak terkontrol.

Tubuh Arief seketika membeku. Dia menoleh ke sumber suara dan melihat wanita itu masih berdiri di posisi yang sama. Ekspresi wajah wanita itu terlihat horor. Seolah Arief adalah sesosok penampakan mengerikan. Kedua tangan Arief terangkat di udara, menunjukkan tanda menyerah. "Aku hanya akan duduk, oke?" katanya berusaha bernegosiasi.

Tidak mendapatkan jawaban dari Mentari, Arief pelan-pelan menegakkan badannya lalu duduk di sofa. Perlahan, dia mulai menurunkan kedua tangannya. Belum sempat dia menarik napas, wanita itu sudah kembali bersuara.

"Aku di mana? Awas kalau kamu macam-macam!" cecar Mentari dengan nada tajam.

"Aku..." Arief mendesah panjang. "Aku juga bingung mengapa ada kamu di kamarku."

"Omong kosong!" bantah Mentari. "Ya Tuhan! Ampuni hamba sudah tertipu jerat wajah tampan ini! Hamba nggak tahu kalau ternyata bakal terjeblos ke liang harimau!!!" Wanita itu komat-kamit mengatakan serangkaian kata-kata yang membuat kening Arief mengernyit.

"Hei, aku bukan harimau. Tempat ini pun kamarku, bukan liang harimau..." Laki-laki itu menaruh telapak tangannya di wajah. Tiba-tiba kepalanya terasa berdenyut menghadapi sikap absurd wanita di hadapannya ini.

"Kalau pun aku melakukan sesuatu aku akan bertanggung jawab, oke?"

Mendengar kalimat itu, bibir Mentari berhenti berkomat-kamit. Wanita itu mengatupkan bibirnya sambil menatap Arief sejenak. "Be-benar kamu akan bertanggung jawab?" tanyanya.

The Secretary and The Janitor (Ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang