Selama dua puluh empat tahun hidupnya, Mentari hanya tahu pepatah jatuh tertimpa tangga saja. Namun kali ini, dia ingin menambahkan pepatah khusus buat dirinya sendiri. Jatuh tertimpa pria tampan! Ya, dia yang akan membuat histori pertama dari pepatah baru ini!
Beberapa menit berlalu dan Mentari masih terpaku menatap wajah di balik masker itu. Saat ini rasanya seolah waktu telah berhenti sesaat dan dunia terasa berhenti berputar. Seolah sedang mendengar background sebuah konser orkestra klasik nan ilahi, Mentari masih terpana melihat wajah pria itu. Wanita itu betul-betul tidak menyangka pria ini memiliki wajah seindah itu!
Sejak kecil tinggal di panti asuhan, Mentari membayangkan sebuah momen dalam hidupnya. Yaitu, bertemu jodoh yang membuat hatinya berdebar-debar sejak pertama kali melihat sosok idaman itu. Sejauh hidupnya, dia tidak pernah bertemu seseorang yang membuatnya berdebar pada pandangan pertama. Tidak pernah. Sampai momen dimana dia melepas masker biru dari wajah pria ini.
Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama? Wanita itu mulai bertanya-tanya. Lamunannya terpaksa berhenti ketika dia mendengar panggilan serta merasakan guncangan pada kedua bahunya.
"Bu? Bu Mentari?" Petugas sekuriti, yang Mentari kenal, sedang mengguncang bahunya dengan tatapan khawatir. Hal itu membuyarkan mimpi indah yang baru saja terlihat di depan mata wanita itu.
"Oh? Ma-maaf?" Mentari terbata dan mulai kembali ke dunia nyata.
"Ambulance sebentar lagi datang. Saya beserta rekan saya akan menggotong pria ini ke lobby."
"Aku ikut!" Tanpa basa-basi Mentari menyahut lantang sambil menarik lengan baju sekuriti itu. Tatapan matanya memancarkan sebuah tekad. Tekad bulat untuk menjaga pangeran idamannya yang tidak sengaja jatuh di depan matanya ini!
Wajah petugas sekuriti itu tampak kebingungan sesaat melihat reaksi wanita di hadapannya. Akhirnya, Mentari dan dua sekuriti yang sedang menggotong tubuh pria itu turun bersamaan menggunakan lift.
Eni bergegas menghampiri Mentari saat melihat wanita itu melangkah melintas di atrium lobby. "Yuk, kita sudah hampir telat, bu!" Eni menggaet lengan Mentari. Meminta wanita itu segera melangkah pergi bersamanya.
"Ah, maaf, bu Eni. Ada urusan dadakan yang harus saya selesaikan. Saya belum bisa datang di kencan buta kali ini." Mentari menolak halus dengan wajah menyesal.
Kekecewaan tercetak jelas di wajah Eni. "Kok dadakan banget sih, bu?" Suara wanita itu terdengar memelas.
"Iya, saya benar-benar minta maaf, bu." Mentari hanya bisa menunjukkan senyum sesalnya karena tidak bisa ikut ke acara kencan buta itu.
"Ya sudah deh kalau begitu. Saya duluan, ya," ujar Eni terakhir kali sebelum melangkah pergi dan menghilang di balik pintu keluar.
Mentari menghela napasnya pelan. Dia benar-benar melupakan rencana awal pergi bersama dengan Eni karena insiden petugas kebersihan tadi. Wanita itu sudah memutuskan untuk menemani pria itu naik ke dalam ambulance yang datang tak lama kemudian.
Sesudah sampai di UGD, dua petugas sekuriti segera pamit undur diri karena jam bekerja mereka masih berlanjut. Kini, Mentari adalah satu-satunya orang yang duduk di samping pria itu. Tentu saja, jantung di dalam rongga dadanya tidak lupa untuk berdebar dua kali lebih cepat dari biasanya. Bagaimana dia tidak merasa antusias hanya berduaan dengan pria tampan ini?
Mentari berdeham pelan berusaha menenangkan dirinya sendiri. Dia harus tenang dan fokus! Sambil menunggu pria yang tidak ia ketahui namanya ini, Mentari memandangi sosok itu dalam diam.
***
Merasakan sesuatu bergerak di sampingnya, kedua mata Mentari mulai mengerjap. Ketika dia menegakkan badannya yang bertumpu di sisi ranjang, tatapannya bertemu dengan iris berwana gelap di depannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/50355824-288-k140440.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secretary and The Janitor (Ongoing)
RomanceMentari Aprilia selalu mendambakan pasangan hidup yang tidak usah terlalu neko neko. Pokoknya, yang mau menemani serta memiliki kelakuan baik. Sesimpel itu aja. Bahkan, jika pekerjaannya tidak terlalu bagus dibandingkan dengan dirinya pun tidak masa...