Gedung bertingkat lima berdiri megah di sebelah beberapa bangunan lain. Warna coklat muda menghiasi dinding bagian luar, sedangkan kusen jendela berwarna putih bergaya klasik menghiasi beberapa bagian dinding, menunjukkan bahwa terdapat beberapa ruangan di dalamnya. Pada bagian depan, berdiri pagar besi berwarna putih yang menjadi batas wilayah bangunan itu dengan sekitarnya.
Mentari membuka pagar putih itu untuk merkirkan mobilnya. Sesudah mobil terparkir sempurna, dia turun dari mobil itu lalu berdiri di sisi mobil. Dia menunggu beberapa saat sebelum akhirnya pintu di samping kemudi terbuka. Seorang pria turun sambil menundukkan kepalanya.
Wanita itu mendekati sosok pria yang terlihat ragu-ragu ini. Dia mengulurkan tangannya lalu menggaet lengan pria itu. "Nggak perlu malu-malu. Kosku ini saling menjaga privasi tiap penghuni. Lingkungan ini juga bukan lingkungan yang ketat, namun keamanannya tetap terjaga. Nggak akan ada yang mencampuri urusan satu sama lain..." Mentari terlihat berpikir sejenak sebelum menambahkan, "Paling mereka hanya berbisik-bisik saja di belakangku. Tapi, aku tidak peduli." Wanita itu mengendikkan kedua bahunya, acuh tak acuh.
Mentari bersyukur dia tinggal di kosnya yang sekarang. Dia telah melakukan banyak riset hingga akhirnya menemukan tempat tinggalnya ini. Kos ini adalah kos campur. Masing-masing penghuni sering keluar pagi hari dan baru kembali pada saat matahari sudah terbenam. Dia tidak berniat mengurusi urusan penghuni lain. Bahkan jika tetangganya yang notabene seorang pria membawa teman sesama prianya. Rahasia ini hanya diantara penghuni saja. Tidak akan pernah meluas hingga ke masyarakat luar. Dia sampai menandatangani sebuah perjanjian khusus sebelum tinggal di kos-kosan ini. Mungkin terdengar berlebihan, tetapi Mentari tak keberatan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.
"Kamu bisa memakai sendal yang ini," ujar Mentari sesudah membuka pintu kamarnya. Di bagian dekat pintu kamar, dia meletakkan rak sepatu. Wanita itu mengambil sepasang sedal swallow berwarna biru dari rak bawah. Ukuran sendal itu lebih kecil dari kaki Arief namun, laki-laki itu tetap menurut dan memakainya setelah melepaskan sepatu pantofel hitam yang dipakainya.
Bentuk kamar kos Mentari menyerupai kamar kos pada umumnya. Terdapat satu kamar mandi dan sisanya adalah ruang kamarnya. Ruangan berukuran 5x5 meter itu masih terlihat luas karena tidak terlalu banyak barang di dalamnya. "Aku bisa pakai kasur lipat. Jadi kamu bisa pakai kasurku," ucap wanita itu sambil berjalan ke arah lemari pakaiannya. Di atas lemari terdapat gulungan tebal yang dibungkus plastik hitam. Wanita itu sedikit berjinjit untuk menarik benda tersebut. Namun tampaknya usahanya belum membuahkan hasil.
Tiba-tiba, dua tangan terjulur di atas kepala Mentari. Tak butuh lama bagi Arief untuk menurunkan plastik besar berwarna hitam itu. "Bi-biar aku saja yang memakai ka-kasur lipatnya, bu..." ujar Arief dengan nada pelan. Namun perkataannya terdengar jelas di telinga wanita itu.
"Umm, tapi..."
Tunggu dulu... Arief yang sedang berdiri di hadapannya saat ini bukanlah sosok bosnya. Mentari menatap laki-laki itu sesaat sebelum mulai berpikir lagi. Buat apa aku mengorbankan diriku tidur di kasur lipat hanya untuknya, kan? Alih-alih aku berusaha menyenangkan hati bos karena aku adalah karyawan, lebih baik memberikan kesempatan buat Arief yang berhati lembut ini menggantikannya tidur di kasur keras. Mentari mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia jadi ingin berbuat jahil pada laki-laki yang sempat membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama itu.
"Baiklah kalau begitu aku pakai kasurku sendiri, ya!" kata wanita itu sambil tersenyum puas. Hmph! Rasakan pembalasan karena kemarin dia memprotes bekal yang kubuatkan!
"Ng-nggak, seharusnya aku berterima kasih ka-karena sudah diizinkan tinggal di sini..." Arief menggaruk sisi kepalanya yang tidak gatal dengan jari telunjuk kanannya. "Kuharap, aku bisa cepat menghilang..." Kalimat terakhir itu diucapkan dengan sangat pelan. Namun, Mentari bisa mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secretary and The Janitor (Ongoing)
RomanceMentari Aprilia selalu mendambakan pasangan hidup yang tidak usah terlalu neko neko. Pokoknya, yang mau menemani serta memiliki kelakuan baik. Sesimpel itu aja. Bahkan, jika pekerjaannya tidak terlalu bagus dibandingkan dengan dirinya pun tidak masa...