Semenjak Pope menantang Ace untuk pertarungan ring dan berakhir kalah di pesta kemarin, sesuatu berubah, Pope berubah. Seperti ada saklar dalam dirinya yang baru saja dinyalakan. Sebelum kejadian itu, Pope bukanlah jenis yang menantang, selalu menghindari masalah—satu hal yang aku suka tentangnya—tapi sekarang, ia bertingkah seperti ia punya keinginan mati. Memang ia mengatakan ia melakukannya atas nama ku, seperti pembalas dendam personal ku setiap saat mereka melakukan sesuatu pada ku. Tapi kalau Pope terus melakukan ini, dia akan terjerumus pada satu titik di mana ia tidak bisa kembali, aku tidak ingin itu untuknya, dan aku mengatakan itu langsung padanya, yang tidak diterima dengan baik dan kita berakhir bertengkar hebat, dengan dia menuduh ku berada di sisi Ace dan sebenarnya menikmati setiap serangan yang ia berikan pada ku seperti seorang masokis. Walaupun memang kita tidak mengakhiri hubungan, kita memang melakukan jaga jarak untuk waktu singkat.
Selama jaga jarak kita, aku merasa seperti ada beban yang terangkat sejak tidak ada lagi balas dendam yang terjadi, jadi ku rasa Pope berhenti seperti yang aku minta. Lalu pada catatan lain, ada hal baik lainnya yang terjadi, gips di tangan ku akhirnya bisa dilepas. Bekas luka operasi yang ditinggalkan sedikit membuat ku geli, tapi dokter mengatakan bekas tersebut akan memudar seiring dengan waktu selama aku merawatnya baik-baik. Apa yang ia tidak ketahui adalah aku tahu satu dua hal mengenai bekas luka, warnanya mungkin akan memudar, tapi bekasnya masih akan ada di sana, dapat teraba, dan tidak lupa bekas emosional yang ditinggalkan, walaupun memang yang ini tidak sebanding jika dibandingkan dengan bekas luka ku yang lain, kau tahu luka yang mana yang ku maksud.
"Akhirnya gips mu sudah dilepas!" Ucap Lily bersemangat saat ia bergabung dengan ku di lorong sekolah, "rasanya aneh bukan setelah 1 bulan lebih tertahan oleh sesuatu?"
"Kurang lebih," aku mengangguk, tidak yakin apakah ia harus tahu kalau itu bukan saat pertama ku memakai gips di tangan tersebut.
"Penempatan waktu yang tepat!" Lily bertepuk tangan cepat, "kau secara personal diundang ke pesta ulang tahun ku!" Lanjutnya sambil mengulurkan sebuah amplop
"Kau dan Ellie, maksud mu," balas ku menunjukan halaman muka undangan dalam amplop
"Well, kita saudara kembar," Lily mengangkat bahunya, "hal itu tidak dapat dihindari, Jaz."
"Jelas sekali," aku mengangguk, "tak perlu khawatir, aku akan di sana, lil!"
"Tidak perlu membawa kado," ucapnya serius, "Ellie selalu berbagi kado dengan ku, aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan jika aku juga mendapatkan kado!"
"Okay," aku mengangguk, "ku harap kau serius, karena aku sungguh tidak akan membawa."
"Aku serius."
Setelah beberapa menit melanjutkan pembicaraan dengan topik lain, kita akhirnya berpisah untuk menuju kelas masing-masing. Dalam perjalanan menuju kelas ku, aku melihat Cain dan Nate menghalangi pintu kelas ku, sedang mentertawakan sesuatu di layar HP Cain, yang ku ketahui berdasarkan casenya yang berwarna merah. Titans terlalu sering bergaul di rumah Ace untuk ku bisa menghafal yang mana milik siapa berdasarkan case yang mereka pakai karena mereka memiliki type HP yang sama. Tidak seperti itu adalah hal penting untuk dihafalkan, tapi aku aneh seperti itu.
Kembali pada topik, tawa mereka berhenti seketika saat melihat ku berjalan mendekati mereka, dan yang membuatnya semakin mencurigakan adalah Cain dengan segera menyimpan HPnya di kantongnya seolah menyembunyikan apapun yang sedang mereka lihat, yang membuat ku berpikir mereka sedang mentertawakan sesuatu yang melibatkan diri ku. Kalau memang itu kasusnya, itu tidak akan menjadi saat pertama.
"Apa?" Tanya ku saat mereka tidak berhenti menatap ku
"Pacar mu menginginkan kau kembali," balas Nate jahil

KAMU SEDANG MEMBACA
Life As Of All The What Ifs
Chick-LitHidup penuh dengan tantangan. Kau tidak pernah tahu bagaimana hidup mu akan berlangsung, kadang kau bisa ada di bawah, kadang kau bisa berada di atas. Dengan situasi ku saat ini, aku tidak tahu bagaimana hidup ku akan berlangsung, tapi satu hal yan...