Bagian 02
JawabanTashima melirik Gerald, gugup. Tangannya sejak tadi bergerak meremas ujung baju. Saking gelisah, gadis itu mules. Seharusnya Raka ikut saja tadi, bersama dengan mereka. Namun, laki-laki kecil itu memilih untuk bermain dengan om tidak waras alias Alex.
Membelah keramaian Jakarta pusat malam itu, akhirnya setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, Gerald menghentikan mobil di taman Menteng. Suasana ramai seperti biasa.
“Jangan turun, di sini aja.” Gerald menahan lengan Tashima ketika gadis itu hendak membuka pintu mobil.
Mati kutu, Tahsima tersenyum kaku. Kini saatnya bagi Tahsima untuk menjawab pertanyaan atau ajakan Gerald tentang lamaran pernikahan yang mendadak itu. Sungguh, ia senang, setengah mati, malah. Akan tetapi, apa keputusannya sudah benar? Ia juga tidak tahu alasan mengapa Gerald tiba-tiba mengajak ia menikah. Apa pria itu diam-diam menaruh rasa? Atau apa? Jujur, ia kesal karena mendapatkan lamaran tanpa penjelasan.
Kalau orang cinta, sebelum melamar, seharusnya ada segmen pernyataan cinta, lalu dilanjutkan dengan cara lamaran dan pernikahan. Ini boro-boro menyatakan cinta, dilirik dengan tatapan kelepek-kelepek aduh hai ayang, saja tidak ada.
“Udah?”
Lamunan Tashima buyar saat suara bariton Gerald kembali merenggut kesadarannya. Mendapat perhatian serius seperti ini dari pria yang ia sukai semakin mendebarkan hati Tashima. Membahasi bibirnya, ia bersuara. “Mas, seriusan ini? Mas kemarin nggak kesurupan?"
Sontak saja, Gerald tertawa kecil. Tubuhnya yang sejak tadi diarahkan pada Tashima berubah menjadi berdasar pada kursi mobil. Ia lebih santai dibandingkan beberapa detik yang lalu usai memandangi wajah bingung dan menggemaskan Tahsima.
Gerald bukan orang bodoh. Ia tahu sejak awal gadis bertubuh mungil di sampingnya ini memiliki perhatian lebih dari sekedar kakak terhadapnya. Namun sampai detik ini, Gerald tidak menemukan tanda-tanda jika Tashima akan berhenti menyukainya. Padahal, selama ini ia telah mati-matian bersikap biasa saja agar tidak memberikan harapan atau angan-angan kosong kepada. Walaupun pada akhirnya, ia harus menikahi gadis itu demi satu dan lain hal.
“Serius. Kamu mau nikah sama saya?” Kembali Gerald melontarkan kalimat ajakan untuk menikah, layaknya mengajak anak orang bermain futsal melawan komplek perumahan sebelah.
Tashima menyelipkan helaian rambut hitam sebahunya ke ruas telinga, dengan malu-malu ia mengangguk pelan. “Ma ... Mau, Mas.”
Gerald tidak bisa menahan diri untuk tersenyum lebar. Untuk saat ini, ia hanya berfokus pada wajah Tashima yang memerah dan juga gelagat salah tingkahnya. Entah sejak kapan gadis kecil yang dibawa oleh Alex semasa SD dulu bisa tumbuh secepatnya ini. Sungguh seperti melihat adik sendiri tumbuh dewasa. Mungkin jika bersama Alex ia tidak begitu memperhatikan perubahannya sebab setiap hari bertemu, akan tetapi bersama Tashima, yang selama beberapa tahun ini jarang ia temui, ternyata sangat jauh berbedaan antara dulu dan sekarang.
“Nggak keberatan ikut saya ke Amsterdam?” Ini pertanyaan penting yang harus Tahsima ketahui, bahwa Gerald akan membawanya pergi ke Amsterdam. Semoga gadis ini setuju, sebab sekarang Gerald secara diam-diam memiliki tanggungjawab seutuhnya untuk merawat Tashima dengan aman dan nyaman.
“Hmm ... Nggak, Mas,” jawab Tahsima seraya menurunkan pandangan. Menghela napas panjang, tidak ada yang perlu ia lakukan di sini selain bekerja serabutan sambil menunggu keajaiban terjadi—dan itu benar-benar terjadi sekarang, ia dilamar Gerald, pria mapan yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang S2—bahwa ia akan baik-baik saja selama beberapa tahun ke depan tanpa kehadiran sang Nenek.
Kerutan di wajah saat Gadis tersenyum, menyebutnya pulang sekolah atau bekerja di penjaga warnet milik tetangga setiap pulang sekolah hingga malam masih terlihat jelas, suaranya yang merdu saat menyenandungkan lagu lawas pun terdengar di kepala Tashima. Ah, jika memikirkan sang nenek, gadis yang berusaha tegar itu akan rapuh dalam hitungan detik.
Cepat-cepat Tahsima mengubah posisi duduknya, dan berusaha untuk biasa saja. Ia tersenyum, dan mengangguk kecil, berkata pada diri sendiri bahwa semua akan baik-baik saja, dan sang nenek telah bahagia di dunianya, sambil menatap Tahsima dengan penuh harapan bahwa ia akan menjalani kehidupan sebaik-baiknya.
“Atau, kamu Kuliah di sana mau?” Spontan Gerald berseru. Ia tahu, Tahsima pasti memiliki harapan untuk berkuliah, akan tetapi terkendala dana. Maka, dengan cara menikahi Tashima, ia akan dengan muda membiayai kehidupan gadis itu tanpa pikir panjang harus dengan alasan apa.
Tashisma yang ditanya malah melebarkan mata. “Huh?” Ia menggoyang kepalanya ke kanan dan kiri hingga rambutnya yang diikat kuda ikut bergerak. “Kuliah di sini aja, Mas. Di sana berat, nggak bisa bahasa Belanda, dulu remedial terus pas kelas bahasa belanda.”
Selain itu, Tashima tidak enak hati harus dibiayai oleh Gerald. Ya kali, ia soal sekolahnya pria itu yang mengurus? Walaupun itu hal yang biasa saja bagi beberapa orang, namun tidak dengan Tahsima yang terbiasa hidup mandiri dan berbuat apapun sendiri.
“Mas pastikan kamu kuliah setelah mas selesai S2 di sana. 2 tahun di sana, kamu balik langsung kuliah.” Gerald berjanji dengan perkataannya ini, sungguh-sungguh.
Semetara itu, Tashima tidak tahu harus merespon dengan apa selain mengucapkan terima kasih atas niat naik Gerald.
“Besok kita ketemu mama dan papa.” Bertahu Gerald, yang perlahan menyalakan mesin mobil, dan bergegas meninggalkan tempat Itu.
“Jadi mas belum ngomong dulu sama om dan Tante?” tanya Tahsima sembari kembali menggunakan sabuk pengamannya.
“Iya.” Jujur. Gerald sebelumnya pernah menawarkan ide gila ini kepada sang ibu, namun ditolak mentah-mentah. Ah, Gerald lupa jika Cinta tidak akan pernah mau menantu dari kalangan bawahan. Semetara papa, Lukas yang terkesan membebaskan anak-anaknya memilih jodoh biasa saja, malah mendukung tindakan Gerald.
Mengerti kegelisahan Tashima, Gerald spontan mengelus kepala gadis itu dengan lembut. “Nggak papa, nggak ada yang perlu kamu khawatirkan.”
Tashima mengigit bibir bawahnya. Entah karena hormon masa pubernya sedang meningkat atau kesepian karena ditinggal sang nenek. Tashima tidak bisa membohongi letupan-letupan aneh, perasaan bahagia ketika disentuh oleh Gerald. Kedua pipinya kembali memanas dan ia jamin pasti memerah seperti kepiting bumbu balado, merah merona di mana-mana.
“Tapi, Mas. Aku boleh tanya nggak?” Tashima berseru cepat, lebih baik ia tanyakan sekarang daripada mati penasaran. Apapun jawab Gerald, ia terima dengan lapang dada.
“Hmm?” Gerald bergumam tidak jelas, namun dari bahasa tubuh, ia memberikan kode agar Tashima melanjutkan perkataannya, sementara ia sibuk mengemudi dengan serius.
Tashima menarik napas dalam-dalam, lalu dalam satu kali hembusan, ia berseru. “Mas ada alasan kenapa tiba-tiba mau nikah sama aku?”
Okay, ini memang terkesan, dirinyalah yang sang ratu tercantik, dan mempertanyakan mengapa seorang pangeran biasa berani melamarnya. Anggapannya seperti itu. Tashima masih sadar diri, bahwa ia adalah pemeran rakyat jelata di sini.
Inilah saat dimana Gerald kebingungan harus menjawab. Sekitar setengah menit ia terdiam dengan tatapan penuh tanya dari Tashima, ia pun berseru. “Tanggung jawab.”
“Huh?” ‘jadi beban, dong gue?’ Tashima bingung harus terharu atau sedih.
To be Continued
Catatan:
Jangan lupa untuk vote dan komen, ya. Tinggalkan jejak wkwkwk. Makasih sudah mampir!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiba-tiba Menikah [Duda Dan Si Gadis] ✓
Romance"Jadi istri saya?" Tashima tidak menyangka bahwa suatu hari nanti, satu kalimat sederhana itu akan keluar dari bibir Gerald, kakak dari sahabatnya, Alex. Menerima tawaran pernikahan dadakan Gerald dengan senang hati, Tashima berpikir ia akan mener...