Bab 08 || Canggung

1K 118 12
                                    

Bab 08
Canggung

“Iya, mas. Aku tidur sama Raka, nggak papa, kok.”

Sejak satu Minggu yang lalu, Raka selalu meminta tidur bersama dengan Tashima dan Gerald di kamar yang sama. Kali ini, Tashima yang hendak tidur di kamar anak yang ukurannya lumayan untuk ia tempati, dan tidur di sana karena demi apapun, selama seminggu ini jantungnya tidak terkendali dengan baik. Akan tetapi Raka terus membuntutinya kemana-mana dan merengek-rengek meminta bersama Tahsima.

Entah memang sikap manja Raka ini sudah ada sejak lama, dan Tashima tidak menyadarinya atau anak kecil ini baru menunjukkan. Apapun itu, ia sangat senang mendapatkan tingkah Raka yang tidak mau berjauhan darinya. Ada rasa bangga bahwa ia sanggup menjadi mama yang baik, dan semoga saja ia bisa menjadi mama yang lebih baik lagi, dan istri yang berbakti kepada suami.

“Tapi, Laka mau tidul baleng mama dan papa.” Raka membawa tangan Tashima ke dalam genggamannya dan berjalan mendekati sang papa.

“Ma—”

“Enggak papa, Mas.”  Tahsima mengangguk paham. Raka senang tidur bersama mereka, dan tidak ada yang salah sebernarya, mengingat mereka adalah keluarga sekarang. Dan tidak ada pilihan selain menuruti kemauan anak ini, lagi pula ini wajar dilakukan sebuah keluarga. Tashima hanya perlu memerankan dan melakukan dengan tulus karakternya sebagai mama untuk Raka, dan jika ada kemungkinan kepada anak-anaknya di masa depan.

Tahsima menarik tangan Raka untuk masuk ke dalam kamar, lalu diikuti Gerald yang tidak bisa membantah jika Tahsima sudah bersuara.

“Gedong,” seru Raka, meminta Tahsima untuk membaringkannya di kasur.

“Kamu berat, Raka. Kasian mama, capek. Biar papa aja, ya?”

“Tapi Rala mau sama mama.”

“Iya, sama mama aja, papa galak kan?” Tashima menggendong Raka dan membaringkan tubuh mereka di atas ranjang.

“Iya, papa galak. Suka marah-marah. Laka mau sana mama aja. Mama baik.”

Gerald mengusap wajahnya. Ia terdiam beberapa saat sebelum menyusul anak istrinya berbaring di ranjang. “Hoo ... jddi Raka gitu, ya. Sekarang gitu sama papa? Nggak sayang sama papa, nih? Papa pergi, ya?”

“Jangannn. Nanti siapa yang jagain Raka sama mama? Nanti siapa yang beliin makanan buat Raka? Siapa yang beliin mainan buat Raka? Siapa yang bakal gendong Raka kalau jalan keluar?” tanya Shima bertubi-tubi kepada Raka yang berada di pelukannya.

Mendengar dengan saksama perkataan Tashima. Raka menjauh diri dari Tashima dan menoleh ke arah Gerald dengan mata berkaca-kaca. “Enggak, kok. Laka sayang papa juga. Papa jangan lagi, ya?”

Hati Tashima ikut tersentuh dengan Raka yang begitu menggemaskan. Spontan ia memajukan wajahnya, hendak mencium pipi Raka, namun anak itu terlebih dahulu memutar tubuh dan memeluk Tashima kembali. Alhasil, wajah orang lainlah yang Tashima cium. Ternyata Gerald juga mendekatkan wajahnya dan sudut bibir mereka saling bersentuhan.

Mata Tashima melebar maksimal dengan napas tertahan. Saat Tashima berkeinginan menjauhkan, Raka malah bergerak entah bagaimana hingga kini bibirnya dan Gerald benar-benar menyatu sempurna. Secepat mungkin Tashima menarik kepalanya namun ditahan oleh Gerald, lalu diikuti dengan pergerakan perlahan bibir pria itu. Awalnya Shima pasif, ia membiarkan Gerald memimpin karena ia belum pernah berciuman sebelumnya. Ia kaku, tidak tahu menggerakkan bibir seperti apa, atau bertindak selanjutnya akan bagaimana. Ia tahu sekarang, diam dan menikmati sentuhan Gerald.

Gerald menjauhkan diri ketika Tashima memukul dadanya. Senjata makan tuan, itulah yang Gerald rutuki. Sebab, niat awalnya hanya ingin bermain sedikit saja, melihat reaksi Tashima—Bagaimana pun mereka suami istri, dan tidak bisa dipungkiri bahwa, Gerald kadang kalang kabut jika melihat Tashima yang menurutnya menggoda—ketika dicium olehnya, dan dirinyalah yang malah kelepasan hingga membuat Tashima kini menunduk malu sambil mengigit bibir bawah, malu dan entahlah.

Semetara Raka yang untung saja tidak melihat aksi keduanya pun meminta untuk dipeluk Tahsima sambil berbaring. Gadis itu tidak berani melirik Gerald yang terus menatapnya. Fokusnya hanya pada sang anak.

Berdehem canggung, Gerald turun dari ranjang. “Kamu harus siap kalau suatu saat saya mintanya lebih dari ini. Kamu tau kan?”

“Harus banget ngomongnya di depan anak, Mas?” Tashima mengerutkan keningnya.

“Cepat atau lambat, saya nggak tau bisa bertahan sampai kapan.” Gerald lalu berjalan keluar kamar dengan sekotak rokok.

Nyatanya memang seperti itu, Gerald mungkin bisa bertahan diawal-awal, namun semakin ke sini, padangan dan kesan remaja kecil yang dulu sering ia lihat pada Tashima telah berubah. Gadis itu bukanlah tanggung lagi, ia sudah dewasa. Tumbuh dengan sangat baik, dan dirawat oleh neneknya yang begitu peduli dengan kehidupannya.

Gadis, nenek Tashima, dinyatakan meninggal 5 bulan yang lalu akibat kecelakaan lalu lintas, dan si pelaku penabrakan malah pergi begitu saja, membiarkan Gadis merenggangkan nyawa dan sampai detik ini pelakunya belum juga ditemukan.

Gerald tahu, tindakannya saat ini adalah tepat, menikahi Tashima dan bertanggung jawab atas kehidupan gadis itu. Gadis itu ... layak hidup bahagia, namun karena satu kesalahan saja, nyawa satu-satunya orang yang ia miliki di dunia ini lenyap dalam hitungan menit.

Asap rokok mengepul di udara setelah Gerald menghembuskan napas panjang. Ia menerawang ke depan, menatap langit malam Amsterdam dari balik jendela.

••••

Tashima merapikan pakaian Raka setelah memandikan anak itu dan menyemprotkan parfum anak yang menyegarkan.

“Udah ganteng anak mama, wangi lagi. Nanti besar pacarnya banyak pasti. Asal jangan playboy kayak om Alex, ya, Nak. Mama pusing ntar,” celetuk Tashima sambil membawa Raka keluar dari kamar.

Di ruang makan, Gerald sudah selesai menyiapkan selai cokelat, kacang, dan strawberry di atas meja bersama roti, tidak lupa susu panas untuk mereka bertiga.

Tashima yang kembali teringat dengan kejadian tadi malam menghindari tatapan Gerald dengan berbagai cara, entah itu menatap Raka, lalu melihat ke kanan dan kiri, kemudian meja makan, apapun asal jangan bersinggungan dengan pria itu. Tashima masih gugup dan degdegan.

Gerald mendudukkan Raka di kursi, lalu menoleh ke arah Tashima. “Kamu menghindar dari saya?” tanya Gerald.

Huh?”

“Sejak pagi, dari bangun tidur sampai sekarang, kenapa nggak nyapa saya?” seru Gerald, berdiri di hadapan Tashima dengan satu alis terangkat.

Tahsima meremas bajunya kuat-kuat. “Hmm ... Nggak papa, mas.”

“Kalau nggak papa, tatap mata saya.” Gerald menoleh kepada Raka. “Raka makan dulu, ya, papa sama Mama ngobrol di kamar cepat aja.”

Setelah itu, Gerald menarik tangan Tashima dan membawanya ke dalam kamar. Dalam satu tarikan, tubuh gadis itu berada di atas ranjang dengan Gerald yang berada di atasnya.

“Kamu istri saya, jadi nggak papa kan kalau kita begini?”

Gerald memajukan wajahnya tepat di samping wajah Tashima hingga refleks gadis itu memalingkan wajah ke samping dengan mata terpejam.

“Bukannya hal wajar suami istri seperti ini, Shim?” bisik Gerald lagi, dengan suara rendah.

Tidak. Gerald tidak tahu mengapa ia seperti ini? Ada apa dengannya? Kenapa bertingkah liar begini? Menghela napas, ia pun bangkit dari tubuh Tashima dan berjalan keluar kamar tanpa melirik sedikit pun ke arah gadis yang telah ia kacaukan perasaannya.

To be Continued

Tiba-tiba Menikah [Duda Dan Si Gadis] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang