Bab 11 || Air Mata

1.1K 114 12
                                    


Bab 11
Air Mata


Perlahan-lahan, sinar matahari mulai menyeruak masuk dari balik ventilasi udara hingga mengusik ketenangan Gerald yang masih mendekap erat tubuh Tashima. Ia  enggan melepaskan pelukannya di tubuh sang istri. Rasa nyaman, juga hangat yang ia dapatkan dari balasan pelukan Tashima mampu meluluhkan hatinya yang sempat beku. Semetara gadis yang berada di dalam dekapannya sejak malam dengan gaya tidur seperti janin yang meringkuk di dalam perut ibu, namun tetap saja memeluk tubuh Gerald.

Gerald tidak tahu mengapa ia bisa bertindak segila ini, sangat diluar perkiraan, dan kesadaran pria itu. Seharusnya, tindakannya bukanlah sesuatu yang salah, tidak ada yang aneh bila sepasang suami-istri saling bersentuhan dengan intim, hanya umur Tashima yang terbilang sangat muda untuk menerima semua sentuhannya, membuat Gerald merasa bersalah. Pasti gadis ini kaget sekali tadi malam, dan bukannya melerai niat gila itu, ia malah semakin menjadi-jadi.

Tidak, Ia harus menahan diri hingga Tashima 20 tahun. Akan tetapi, apakah ia bisa menahannya? Gerald sungguh, belum bisa memastikan hal ini. Namun, selama Tashisma tidak memancing ia, Gerald rasa, ia bisa menahannya.

Menurunkan pandangan ke bawah, Gerald menatap wajah Tashima yang begitu cantik, bibir yang mungil dan penuh itu membuatnya hampir lepas kendali, bulu mata lentik dan hidung yang mancung dan berukuran kecil. Sebernarya, Tashima sangat cantik jika ia bisa lebih lagi merawat diri. Gerald kembali melirik ke arah bibir Tashima.

Sebuah ide terlintas di kepalanya, dorongan gila untuk menyentuh bibir gadis itu. Perlahan ia mendekatkan wajahnya, semakin dekat jarak mereka, jantung Gerald pun ikut terpacu, setiap pembuluh darah di kulitnya memanas, dan kenapa ia gugup hanya untuk mencium gadis itu? Sedikit lagi, bibir mereka akan bersatu, deru napas Tashima bisa ia rasakan, dengkuran halus terdengar jelas.

Bola mata Gerald melebar seketika, sedetik setelah itu, ia mencoba menenangkan diri, dan sedikit menjauhkan wajahnya. Kenapa Tashima tiba-tiba ....

“Nenek,” lirih Tashima, dengan air mata yang menetes di saat matanya masih terpejam, tertidur pulas.

Pelukan Tashima yang berada di atas pinggang Gerald mengencang, bersamaan dengan itu Tashima memasukkan kepalanya lebih dalam lagi ke dalam dekapan Gerald.

Gerald menahan napas, tangannya tergenggam erat hingga kuku setiap harinya memutih. Andai saja, waktu itu ia bisa mencegah semuanya terjadi, andai saja ia lebih berhati-hati, andai saja semua dalam keadaan baik-baik, Tashima tidak akan berada di posisi ini, dengan mata sembab setiap bangun tidur, atau diam-diam menangis di kamar mandi. Ya, Tuhan, satu hal yang Gerald ketahui sekarang, sekeras apapun ia mencoba membuat Tashima bahagia, ada ruangan kosong, penuh dengan kenangan, kerinduan, dan luka yang tidak bisa tergantikan oleh tindakan yang ia ambil sejauh ini.

“Mas akan selalu ada buat kamu, Shima. It's okay.” Gerald mengelus pundak Tashima dengan lembut, lalu mengecup keningnya beberapa kali, mencoba untuk menyalurkan ketenangan kepada sang istri.

••••

Tashima menaruh mangkok berukuran besar berisikan nasi goreng di atas meja, lalu kembali ke dapur untuk mengambil telur goreng dan sambal ke atas meja makan, tidak lupa susu putih untuk Raka dan Alex, sementara ia dan Gerald biasanya minum jus buah di pagi hari.

“Duh, gue nggak nyangka lo seberbakat ini jadi bini kakak gue.” Alex menyahut sambil mengupas kulit pisang.

Tashima menggeleng kepala, menghela napas dalam-dalam, ia mencoba untuk menahan diri untuk tidak berkata kasar. Ia tahu posisinya sekarang bukan lagi single, remaja bebas tanpa tanggung jawab sebagai ibu yang menjadi teladan bagi anaknya, Raka. Tidak mungkin ia berkata-kata aneh di depan Raka, kan? Lagi pula, tidak ada untungnya membalas ucapan Alex dengan sarkas.

“Makan, om Alex.” Setelah itu Tashima bergerak lagi ke kamar, hendak memanggil Gerald untuk sarapan bersama. Walaupun, sebetulnya jam 9 pagi tidak bisa disebut pagi-pagi sekali untuk sarapan. Entah karena dipeluk Gerald senyaman itu, hingga ia tidak sadar terbangun jam 8 pagi, alhasil, setelah keluar kamar, Alex menggodanya mati-matian, berkata berapa ronde? Enak nggak? Dan kalimat-kalimat ambigu 21+ yang membuat Tashima tekanan darah tinggi.

Tashima tanpa berpikir panjang lagi, membuka pintu kamar dan menemukan Gerald sudah rapi dengan pakaian santainya, hari ini pria itu tidak ada mata kuliah yang harus diwajibkan datang ke kampus, sebab dosen sedang ada kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan.

“Makan, Mas. Udah siap,” seru Tashima seraya melepaskan celemek bermotif bunga-bunga dari tubuhnya.

“Kamu baik-baik aja, Shima?”

“Huh?” Tashima mengedipkan mata beberapa kali, bingung dengan pertanyaan Gerald yang melenceng jauh dari percakapan awal.

Gerald berjalan mendekati Tashima. “Kamu baik-baik aja?”

Tashima mengangguk kaku. “As you see, Mas.”

Seharusnya, keadaannya memang baik bukan? Sangat tidak dianjurkan dalam otak gadis itu untuk menjawab sebaliknya. Ia tidak mau Gerald berpikir aneh-aneh tentangnya. Maksudnya, Tashima ingin Gerald tahu bahwa ia baik-baik saja dengan pernikahan mereka, walaupun sejujurnya, ia sedikit sakit hati karena Gerald tidak pernah berkata ia mencintainya. Sebagai wanita pada umumnya, Manusia normal, Tashima pun menginginkan pengakuan dari sang suami. Ah, sudahlah, ia harus menjaga mood-nya tetap baik di awal hari ini.

“Kalau ada sesuatu, jangan sungkan buat bicara, ya? Cerita aja ke Mas.”

“Gimana aku mau ngomong atau cerita ke Mas, kalau Mas aja nggak pernah cerita permasalahan mas ke aku?” Entah darimana datangnya dorongan keberanian ini datang, namun Tashima ingin mengutarakan meskipun beberapa detik sesudah itu, ia sedikit menyesal.

Gerald terkesiap mendengarnya. Tidak, Tashima benar, ia meminta gadis itu bercerita semetara ia tidak melakukan hal yang sama. “Ya, mulai sekarang, mari saling berbagi cerita. Mas, rasa, ini bukan saatnya cuma bermain-main dalam hubungan ini, terlepas kamu suka atau enggak, pun sebaliknya, mas suka atau enggak, sudah menjadi tanggung jawab kita untuk melalui ini sampai akhir.”

“Iya, Mas.”

“Yuk, makan.” Gerald mendorong pelan tubuh Tashima untuk keluar dari kamar, mereka pun bersama-sama pergi ke ruang makan.

Semua telah berjalan dengan hening, sibuk dengan makanannya masing-masing, akan tetapi, Alex yang sejak tadi gelisah hendak bertanya sesuatu, pun menyerukan pertanyaannya kepada Gerald.

“Alasan, Mas buat nikahin Tashima apa?”

Gerald yang tadinya mengunyah makanan, langsung berhenti dan melirik Alex dengan ekor mata. Semetara Tashima yang baru saja menyendok nasi ke mulutnya hampir tersendat. Ada apa dengan Alex? Pikir mereka berdua. Namun sesungguhnya, Tashima juga penasaran, ia belum puas dengan jawaban Gerald sebelumnya, bagi Tashima, itu bukan alasan yang tepat.

“Karena saya mau menikahi Tashima. Kenapa?”

To be Continued

Tiba-tiba Menikah [Duda Dan Si Gadis] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang