"Mengenalmu adalah hal yang candu bagiku, tapi aku lupa. Bersamaan dengan itu pula aku terluka."
Di salah satu terminal, seorang Gadis tengah duduk, entah apa yang ia tunggu di sana. Pandangannya kosong, kini matanya tertuju menatapi beberapa kendaraan yang lalu lalang.
"Harusnya gue gak usah percaya sama omong kosongnya dulu, harusnya gue berhenti saat dia bilang ingin pergi. Tapi kenapa gue masih aja ngejar dia? Akhirnya gue juga yang terluka."
Gadis itu tak bisa menahan perihnya lagi, isaknya pecah. Ketulusan dan perjuangannya disia-sia 'kan begitu saja. Berpamitan tanpa ada kata-kata jauh lebih menyakitkan, daripada hilang dengan menyisakan tawa diakhirinya.
Ia tak seberuntung Gadis lain, yang dijadikan ratu oleh pasangannya. Justru keberadaannya seperti tak dianggap. Mencintai orang yang salah diwaktu yang tepat itu memang menyakit'kan.
Hujan tiba-tiba turun, seakan tahu bahwa sedang ada seseorang yang butuh curahan airnya, untuk melampiaskan rasa sakitnya. Gadis tinggi, putih, nan cantik itu beranjak dari duduknya. Berjalan menjauh dari halte itu. Membiarkan dirinya basah terguyur hujan. Itu alasannya, Ia tak ingin lukanya dilihat oleh banyak orang, Ia tak ingin dirinya yang rapuh menjadi tontonan banyak orang. Dengan langkah gontai ia berjalan, dirinya saja tidak tahu harus melangkah kemana. Saat ini Ia benar-benar tidak tahu arah pulang. Semuanya terlihat hampa, tak lagi ada warna di sana. Awan pun mendukungnya, gelap, tanpa ada warna lain selalin abu-abu kehitaman.
Kisah apa ini? Mengapa begitu berat? Mengapa harus ada perpisahan jika masih bisa dipertahankan? Mempertahankan sesuatu yang sudah tidak bisa digapai, itu sangatlah sulit, sekeras apa pun berusaha. Jika dirinya tidak menginginkan hadirmu lagi untuk apa? Semua akan sia-sia.
"Hujan, apakah engkau pernah marah pada langit yang menjatuh'kan mu? Apakah kau tidak merasakan sakit, ketika rintik mu menyentuh aspal?"
Hening, tak ada jawaban. Namun, rintikam itu semakin cepat terjatuh, seolah ia menjawab segala pertanyaan seseorang yang tengah menangis di bawah rinainya.
Gadis itu beranjak dari berlututnya, menyeka air matanya yang sudah tercampur dengan air hujan.
"Gue gak boleh kayak gini, gue masih punya orang yang begitu peduli akan kebahagiaan gue. Gue gak perlu mikirin orang yang gak mikirin diri gue." Gadis itu menarik nafas dalam-dalam, membuangnya secara perlahan. "Oke, lo harus bisa jadi diri lo sendiri, gak usah peduli tentang dia lagi. Dia udah pergi, dan gak mungkin kembali. Lo jangan terlalu berharap, dia hanya sekadar singgah. Harusnya lo memperlakukannya sebagai tamu, bukan sebagai seorang Raja."
Gadis itu menyemangati dirinya sendiri, sekiranya sudah tenang. Ia kembali ke rumahnya, dengan harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Semoga cerita ini ada pengajarannya ya. Kalian pasti ada yang pernah ngalamin hal yang sama seperti cerita ini. Kalian ga sendiri, aku juga gitu 😁
Selamat membaca
Date, 23.04.2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepenuh Hati (End)
Teen FictionCinta itu menyakitkan, cinta tak bisa dipastikan. Begitu banyak harapan yang tinggal di sana. Namun, pada akhirnya harapan itu dibiarkan begitu saja, tanpa adanya sebuah kepastian. jika hanya sendiri berjuang, untuk apa dikatakan cinta? Jika sebuah...