"Perkenalan itu memang menyenangkan, tapi perpisahan jauh lebih menyakitkan."
"Faila, ayo buruan. Udah jam 7 lewat nih," teriak Faran dari bawah.
"Sabar."
Dengan tergesa-gesa Faila berjalan menuju dapur. Di sana ada Faran yang masih dengan sarapannya. Duduk dengan santai menikmati hidangan itu, sedangkan Faila seperti orang yang diuber setan.
"Lo ngapain masih makan? Katanya takut telat," omel Faila.
"Santai aja dulu Fai, makan dulu. Lo gak mau sarapan apa? Kata Nyokap sebelum berangkat kalau lo udah turun suruh makan."
"Yah, maulah. Tapi lo tadi suruh cepatan, ya udah gue buru-buru."
"Enggak, gue bercanda. Ayo makan, lumayan kan uang jajannya lo buat tabungan modal nikah," tuturnya.
"Pala lo buat modal nikah, gue gak segabut itu Far," kesal Faila. Sahabatnya yang satu ini sangat beda. Di saat dirinya sedih, Faran seperti orang yang tak di kenal oleh banyak orang, dia tidak akan bicara pada siapapun.Tapi kalau sudah kumat, sama saja. Orang-orang jadi sulit menangapinya, ditangapi biki orang kesal. Gak ditangapi gak akan berhenti nyerocosnya.
"Heh Faila, justru itu lo harus nabung dari sekarang. Biar pas hari H nya lo gak kalang kabut," sarannya.
Malas meladeni Faran, Faila mengambil roti yang sudah dibaluri dengan selai coklat dan meminum susu yang sudah di sediakan. Gadis itu lekas pergi dari tempatnya, meninggalakan Faran seorang diri di sana.
"Faila, lo jahat banget sama gue. Awas aja lo!" Teriaknya.
"Gue udah awas, mau awas kemana lagi," balasnya dengan teriakan juga.
"Ihh, Faila nyebelin banget," gumam Faran ditempatnya. Dengan rasa dongkol Faran menyusuli Faila, yang lebih dulu keluar.
Sampainya di sana, Faran dibuat kesal dengan keputusan Faila. "Far, kita naik ini aja ya. Biar cepat, kalau naik mobil macet," putusnya.
"Kenapa harus bawa moge lagi sih Fai? Gak ada motor lain apa? Bejak gitu?"
"Lo mau bareng gue atau enggak? Kalau gak mau, lo bisa naik taksi atau ojek online," serunya.
"Ya udah, gue ikut lo. Terpaksa!" Dari mimik wajahnya sudah tergambar betapa betenya Faran saat Faila memutuskan bawa motor ke sayangannya. "Untung outfit gue hari ini pake celana, bukan rok. Coba kalau pake rok, gimana coba?" Lanjutnya.
"Lo tinggal gantilah, gitu aja ribet sih Far," balas Faila.
Tak ada lagi obrolan. Keduanya memutuskan untuk pergi ke kampus. Saat diperjalanan pun keduanya tak saling bicara, entah Faran yang masih kesal. Atau Faila yang malas untuk ngobrol. Sekitar limabelas menit mereka menempuh perjalanan dari rumah, akhirnya mereka sampai juga dikampus. Kehadiran mereka menjadi objek pagi hari ini. Begitu banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka.
"Gila keren banget, itu Faila kan? Anak Sastra?" Tanya seorang laki-laki dengan tas selempangnya dan beberapa buku didekapannya.
"Iya itu Faila, gue kira awal masuk dia cupu gitu. Eh baru dua hari masuk udah bikin heboh dengan penampilannya." Balas yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepenuh Hati (End)
Dla nastolatkówCinta itu menyakitkan, cinta tak bisa dipastikan. Begitu banyak harapan yang tinggal di sana. Namun, pada akhirnya harapan itu dibiarkan begitu saja, tanpa adanya sebuah kepastian. jika hanya sendiri berjuang, untuk apa dikatakan cinta? Jika sebuah...