"Gak usah bermain dengan pemain. Bukannya dapat materi, tapi kamu akan terjebak karena ulahmu sendiri."
Faran mengabaikan chat dari Faila. Dan membiarkan panggilan telfon dari Daffa. Ia seolah tidak peduli, tapi bukan itu niatnya.
"Gue gak marah sama kalian. Cuman gue pengen nyari tau sendiri dulu. Kalau udah ketemu kan enak, kalian gak harus debat mulut sama gue lagi."
Tapi Faran jadi bingung. Ingin meminta bantuan dengan Fery tidak mungkin. Yang ada rencananya akan ketahuan. Dengan rasa penuh percaya diri. Gadis itu nekat mengendarai motor sendiri. Dengan alat pelengkap lainnya. Jaket hitam, helem, tak lupa kacamata dan masker. Agar penyamarannya gak ketahuan.
Sedikit takut, tapi ia beranikan. Inilah yang dinamakan berteman dengan ditektif. Selalu mencari tahu asal usul orang yang ia suka dan tidak suka. Hanya sebagai bukti saja. Tidak berniat untuk merendahkan harga diri seseorang.
Tibanya ditempat itu. Faran langsung duduk dimeja dekat Raynand dan seorang perempuan yang ia bawa. Kali ini tidak ada kedua temannya seperti biasa. Dirinya hanya sendiri.
Senyap-senyap suara dari kedua orang disampingnya terdengar.
"Ray, kamu kapan mau seriusin aku?"
"Sabar dong sayang, aku masih harus nyelesain kuliah aku."
"Pokoknya kamu gak boleh dekat-dekat sama cewek lain. Aku gak ikhlas," ambeknya.
"Iya sayang." Raynand mengelus puncak kepala gadis itu dengan penuh rasa hangat.
Sedangkan Faran sudah merekam aktivitas keduanya untuk bukti. Meskipun tangan kanannya sibuk merekam. Tapi ia sudah mengepalkan tangan kirinya. Kesal, kecewa, marah, semuanya bercampur aduk. Meskipun bukan dirinya yang diperlakukan seperti itu. Tapi rasanya sakit jika berada diposisi itu. Faran lekas beranjak dari sana. Takut dirinya tidak bisa mengontrol emosinya. Kalau ketahuan bisa hancur semua rencananya.
Bingung ingin mengadu ke siapa, Faran nekat datang kebengkel milik Fery. Karena hanya laki-laki itu yang saat ini bisa memahaminya.
"Soal Fery marah ke gue, itu urusan belakang. Gue gak mau Faila kembali terluka."
Faran pun melanjutkan jalannya. Tibanya di sana, Fery masih sibuk dengan pekerjaannya. Fery yang menyadari suara motor berjalan ke arah bengkelnya pun menghentikan aktivitasnya. Saat menoleh, betapa terkejut dirinya. Melihat Faran membawa motor sendiri. Karena selama ini Fery tidak pernah tahu bahwa Faran bisa bawa motor. Rasa khawatir dan panik bersatu pada diri Fery. Ia langsung menghampiri Faran.
"Lo gak papa kan? Gak jatuh kan pas di jalan?"
"Ih, Fery, gue gak kenapa-napa kok. Santai aja. Gue udah bisa kok, gue ke sini ada hal penting yang pengen guw omongin sama lo."
"Soal?"
"Faila."
"Kenapa dia?"
"Gue ceritain didalam ya."
Keduanya pun masuk ke ruangan kerja Fery. Kebiasaan Faran kalau lagi kesal ngelampiasinnya kemakanan, alasannya saja lapar.
"Fer, haus, lapar juga," kode Faran.
"Kebiasaan. Mau makan apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepenuh Hati (End)
Teen FictionCinta itu menyakitkan, cinta tak bisa dipastikan. Begitu banyak harapan yang tinggal di sana. Namun, pada akhirnya harapan itu dibiarkan begitu saja, tanpa adanya sebuah kepastian. jika hanya sendiri berjuang, untuk apa dikatakan cinta? Jika sebuah...