"Apa yang kita lakukan?"
Rendra menghentikan pukulannya dan menatap Ronald.
"Tentu saja berkelahi," tangannya kembali melayang di udara namun terhenti saat Ronald mengangkat tangannya mengisyaratkan untuk berhenti.
"Kau kenapa memukulku?'
Alis Rendra terangkat mendengar pertanyaan rekan bisnisnya tersebut. Tentu saja cemburu. Dia pikir kenapa.
"Kau menyentuh milikku."
"Siapa?"
"Tentu saja Sheila. Aku baru tahu rekan bisnisku ini tak mampu berpikir dengan cepat."
Ronald dengan tingkat kesabaran yang lebih tinggi sepertinya ingin mengendalikan situasi menjadi lebih bersahabat. Walau biasanya Rendra tak jauh berbeda. Namun sifat posesifnya seolah menjadi yang utama saat ini.
"Oke, oke tapi Sheila bilang padaku dia bukan pacarmu. Jadi kau tidak berhak mengklaimnya seperti itu." Sekali lagi Rendra berusaha berbicara dengan kepala dingin. Tak lupa menekankan bahwa dia masih punya peluang dalam hal ini —mendapatkan cinta Sheila tentu saja-.
"Tentu saja dia milikku. Dia bekerja di kantorku."
"Hanya sebagai bos dan sekretarisnya kan?"
Ronald begitu membuat Rendra kesal, walau begitu dia mengakui kalau hubungannya dengan Sheila baru sebatas itu. Tapi tentu saja dia memiliki poin lebih,"Ya. Tapi kami sudah pernah tinggal bersama. Satu atap.. hm maksudku wanita itu hanya belum menyadari perasaannya. Sebentar lagi dia jadi milikku." Rendra menjelaskan dengan seringaian kemenangan.
"Aku tak peduli. Kau tahu kan sebelum janur kuning melengkung. Atau all fair in love. Jadi... apa kau pikir aku akan menyerah begitu saja?"
Menghembuskan nafasnya Rendra mengusap rambutnya yang tebal. "Baiklah terserah kau. Tapi aku tak akan membiarkanmu menang."
"Deal?" Ronald mengulurkan tangannya, mendadak mereka jadi rival setelah perkelahian yang cukup bodoh tadi.
"Kalau aku menang, apa taruhannya?" Jiwa bisnis mereka masih mengambil alih sekalipun dalam hal percintaan.
"Mobil koleksi terbaruku."
Rendra tersenyum senang. Dia tahu betul mobil apa yang dimaksud, 918 porsche spyder. Ronald adalah tipe yang senang mengkoleksi mobil mewah. Dan itu sudah pasti sangat menguntungkan."Kalau aku menang, sahamku 10% untukmu. Deal?"
"DEAL!!!"
Ha ha ha ha.
"Ngomong-ngomong, Dimana Sheila?"
"Sheila?"
dan yeah.. mereka baru sadar kalau wanita yang diperebutkan sudah lama hilang dari hadapan mereka entah sejak kapan.
***
Sheila membuka kelopak matanya perlahan. Penglihatannya samar saat membiasakan diri dengan cahaya di sekitarnya sejenak kemudian, pemandangan menjadi tampak semakin jelas. Dia mendadak kebingungan dengan tempat asing yang ditempatinya sekarang. Hal terakhir yang dia ingat adalah saat dia sedang duduk di taman kota sambil menyantap eskrimnya. Memorinya perlahan kembali, ketika ada seseorang yang membekapnya dan membuatnya pingsan, entah siapa.
"Wah-wah kau sudah bangun rupanya." Sheila menoleh mencari sumber suara yang mengusik telinganya. Hingga didapati sesosok lelaki sedang duduk tepat di samping tempat tidur yang ia tempati. Badannya kurus, rambutnya tersisir rapi dengan belahan tepat di tengah, gaya jaman dulu. Dan kumis tipis di atas bibirnya. Tak salah lagi, dia lelaki yang sangat ia kenal. Selama ini Sheila berusaha menjauhi pria itu karena tak tahan dengan rayuannya yang murahan. Tidak di kantor, tidak di luar. Lelaki itu selalu mengganggunya. Sampai kini di hadapannya pria itu sedang tersenyum puas menatap Sheila dan... tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleeping With The Boss
RomanceCerita Mainstream tentang Boss dan Sekretarisnya. Bacalah dan lihat bedanya :)