Maaf nunggu lama ya :)
Selamat membaca....
Tahu rasanya perasaan menjadi kosong? Itulah aku sekarang. Hatiku merasakan sesuatu yang hampa saat melihat bosku yang begitu mesra dengan wanita lain. Selama ini aku dibuai dengan perilakunya yang selalu berada di sekitarku, merayuku, dan selalu menjadikanku seolah akulah satu satunya wanita yang harus berdekatan dengannya. Tapi sekarang aku sadar, kalau semua itu semu. Aku juga tidak tahu kenapa sekarang aku merasa Rendra itu begitu kejam padaku. Padahal dari awal aku selalu menjaga jarak dengannya. Kekesalanku padanya, penolakanku, tak pernah kukira akan berdampak sesakit ini. Apakah kalau aku menuruti kemauannya untuk bersikap seperti wanita penggoda dia akan lebih sedikit berpikir untuk meninggalkanku? Atau malah sama saja? Huh, tentu saja akan sama. Kau bodoh Sheila, semua orang tahu tabiatnya. Dia lelaki brengsek yang selalu dikelilingi selirnya. Mana mungkin dia memiliki kepedulian yang lebih terhadap sekretaris bodoh sepertiku.
Aku melihat ke sekeliling ruangan. Ini kamar Rendra, aku harus mengingatnya baik baik agar tak lupa saat aku pergi nanti. Tempat tidur berukuran King Size itu adalah tempat Rendra berbaring dan menggodaku, juga tempat dimana aku merasakan seks yang hebat dan indah dengannya. Waktu itu aku sangat bahagia saat melakukan itu berkali kali. Aku merasa bahwa lelaki yang selama ini kucari adalah dia. Lelaki yang dulu pernah memberitahu dan mengajarkan cara bercinta yang begitu indah padaku.
Dulu..dulu sekali. Sebelum aku menjadi Sheila yang sekarang, aku hanyalah perempuan bodoh yang tidak pernah tahu caranya bercinta. Namun seseorang menyadarkanku, bahwa seks tidak hanya pertemuan antara tubuh lelaki dan perempuan. Lebih dari itu, dia mengatakan padaku, bahwa seks yang baik adalah seks yang penuh dengan cinta. Lucu sekali. Bahkan aku tidak mengenalnya, bagaimana mungkin aku bisa melakukan seks penuh cinta dengan lelaki itu? Dan ya aku melakukannya. Aku merasakan suatu perasaan khusus yang tak pernah kualami sebelumnya. Dia memperlakukanku seperti wanita yang paling dia cintai. Padahal kami baru bertemu saat itu.
Mataku beralih pada walk in closet milik Rendra, pakaiannya dengan baunya yang khas dan selalu kusuka. Kemudian kostum bodoh yang baru salah satunya kupakai. Peran dokter bodoh itu. Aku merasa berat meninggalkan tempat ini, walau aku tetap harus melakukannya. Bahkan saat tak ada di hadapanku pun dia masih sempat membuatku kesal. Sepertinya keputusanku meninggalkan tempat ini memang sangat tepat.
Kau masih dimana? Aku menunggumu.
Itu Amy, dia memberiku pesan melalui Whatsapp. Aku harus cepat pergi sebelum dia menumpahkan kekesalannya melalui omelan khas wanita. Dan mataku terpaku pada parfum milik Rendra, entah setan darimana yang membuatku ingin mengambil botol itu, aku hanya merasa kalau aku akan membutuhkannya. Aku mengambilnya diantara sekumpulan barang milik Rendra, sedikit membayangkan wajahnya yang selalu berdiri di depan cermin sambil mengikat sampul dasi dan menyemprotkan wewangian yang selalu memabukanku. Sepertinya hari ini aku berubah menjadi pencuri. Belum lagi kemeja putihnya yang kumasukan ke dalam koper, sekarang ditambah parfum miliknya.
“Aargh, aku tak peduli! Dia orang kaya, hanya satu pakaian dan botol tak berharga ini saja hilang dia tak akan sadar!” gumamku.
Setelah itu aku pergi, meninggalkan setengah lagi kesunyian yang sempat ditinggalkan Rendra. Sekarang apartement itu menjadi lebih sunyi lagi karena tak ada yang tinggal di sana selain benda mati milik pemiliknya, dan beberapa binatang kecil yang tak terlihat mungkin.
“Tunggu Amy, aku sampai tiga puluh menit lagi.” Kusentuh tombol send dan membalikkan tubuhku. Memandang sekali lagi pintunya yang tertutup, kemudian beranjak menjauh, meninggalkan gedung besar itu menuju tempat tinggalku yang baru.
***
Rendra
“Shit! Shit! Shit!” umpat Rendra di antara tumpukan dokumen di hadapannya. Dia sama sekali tak bisa berkonsentrasi saat ini. Kantor Cabang perusahaannya di Palembang yang mengalami kerugian besar, akibat beberapa oknum yang melakukan kecurangan dengan membuat laporan keuangan palsu, tak mampu mengalihkan pikirannya. Beberapa kali dia memaki dirinya sendiri. Sudah dua hari dia mengurusi pekerjaannya di Palembang, namun dia merasa sangat stres saat tidak bisa melihat wajah ataupun mendengar suara sekretarisnya yang seksi itu. Kepalanya terasa meledak karena Sheila tidak pernah mengaktifkan handphonenya. Bahkan dia berusaha mencuri waktu untuk menelepon kantornya hanya untuk berbicara dengannya, tapi Sheila tak pernah menanggapinya. Dia malah selalu menghindar, mengalihkan pembicaraan atau tidak segan menutup telepon kantor bila Rendra sudah bicara ngawur, alias sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Kalau terus begini dia bisa gila.
Dia ingin sekali pulang ke Jakarta dan menemui Sheila lalu memeluknya dan melumat bibirnya bila saja tak ada pekerjaan mendesak seperti ini. Tapi dia memang tak bisa menuruti nafsunya kali ini. Dia harus menyelesaikannya dengan cepat hingga bisa cepat pulang dan menemui Sheila.
“Hahh. . aku bisa gila!” Sekali lagi dia bergumam, mencemooh dirinya sendiri yang tak mampu mengendalikan nafsunya. Kemudian berusaha kembali konsentrasi dengan pekerjaannya.
***
Tekadnya untuk segera pulang memang membuahkan hasil, dia tenggelam dalam pekerjaan hingga dia dapat menyelesaikannya lebih cepat dari yang ditargetkan, lima hari sudah cukup untuknya memendam rindu. Dia harus cepat pulang agar bisa melihat Sheila.
Hm, wajahnya tersenyum, menampilkan raut kebahagiaan untuk segera memeluk kekasihnya. Dia kembali menyeringai saat memikirkan tentang apa yang sedang dilakukan wanita itu. Mungkin saat ini dia sedang tiduran atau menonton tv dengan kaus tipis tanpa bra sehingga tonjolan cokelatnya terlihat atau sedang memasak sambil memakai rok pendek sehingga saat menunduk, g stringnya mengintip dan mempertontonkan pantat kencang dan bulat itu. Ahh, Rendra memang selalu tegang bila memikirkan tentang Sheila. Tapi kenapa sampai saat ini dia tak pernah menjawab panggilannya? Wanita itu harus diberi pelajaran. Mungkin kali ini, dia harus membuat Sheila menjadi “pelayan” nya. Haha. Rendra sibuk dengan bayangan bayangan di otaknya yang penuh dengan Sheila.
Tak dia hiraukan panggilan Ibunya yang menyuruhnya pulang ke rumah. Supir yang dikirim ibunya untuk menjemputnya pun malah diusir. Dia merasa tak dapat menunggu lagi untuk bertemu Sheila. Bergegas dia memacu kendaraannya agar cepat sampai di sana.
Melihat gedung apartementnya yang menjulang, dia merasa jantungnya berdegup kencang.
“Hei, ada apa ini? Kenapa aku merasa seperti baru saja menang lotere?” gumam Rendra pada dirinya sendiri. Dia bahagia, senang entahlah. Mungkin karena rindu yang teramat sangat. Saat menaiki lift menuju lantai apartementnya dia tak berhenti bersiul, membuat orang di sekitarnya melirik penasaran dengan lelaki seksi menggoda si pemilik siulan.
Lift berdenting, tanda sudah sampainya Rendra di lantai 3. Dengan sedikit terburu buru dia melangkah dan menekan nomor kombinasi apartementnya, kemudian membuka pintu. Satu perasaan lain timbul ketika masuk ke sana. Sebuah kekosongan yang entah kenapa begitu kentara di ruangan itu, dia menarik nafas kemudian masuk ke sana, namun kesunyian itu semakin lekat. Tanpa ragu dia mencari satu satunya objek yang sedari tadi membuatnya segera ke tempat ini. Sheila. Menuju kamarnya namun kembali dia tak menemukannya. Dengan gusar dia mengelilingi seluruh ruangan hingga dia sadar.
Semua barang Sheila tak ada. Hanya sebuah catatan kecil dia simpan menempel di cermin, tepat saat Rendra melihat mejanya yang begitu..kosong.
Sebuah kartu berwarna pink motif kelinci di tiap ujungnya dan tulisan Sheila yang begitu dia kenal.
Aku pergi. Terima kasih atas tempat tinggal sementaranya.
Hatinya mencelos. Dia merasa tubuhnya menjadi lemas. Lelah yang sejak di Palembang hingga beberapa detik lalu diabaikannya kini sangat terasa.
***
To be continued..
vote comment ya.. jangan lupa :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleeping With The Boss
RomanceCerita Mainstream tentang Boss dan Sekretarisnya. Bacalah dan lihat bedanya :)