006: Menyesal

378 69 14
                                    

Gabriel, ayah dari Pasta itu terlihat menghembuskan napasnya karena sang anak dari tadi tidak berhenti menangis. Saat ditanya kenapa, anak gadisnya tidak menjawab dan tetap menangis.

Gabriel kebingungan. Tadi siang Pasta izin untuk bermain ke apartemen baru Joey, adik dari Loey. Tapi tiba-tiba Pasta pulang dengan keadaan yang cukup membuat hati Gabriel sakit. Wajah cantik anak gadisnya sembab dan merah karena tangisannya, serta rambutnya yang di kepang telah teracak dan tidak rapih.

Tapi yang paling menjadi perhatian Gabriel, ada luka kecil di bagian bibir luar dan ujung bibir Pasta. Gabriel menebak ada sesuatu yang tidak beres. Duda anak satu itu mengusap kepala anaknya dengan sayang, Gabriel memilih menunggu Pasta menceritakannya sendiri dari pada banyak bertanya yang ujungnya akan membuat anak gadisnya semakin down.

"Sini, Baba peluk lagi. Aduh... kesayangannya Baba.." Gabriel mendekap putri tunggalnya. Sedikit terkekeh karena gemas dengan tingkah Pasta yang seperti seorang balita.

Tapi memang, dimata Gabriel, Pasta masih seorang gadis kecilnya yang berusia lima tahun. "Huhuhuu... B-babaa- hiks."

"Iya sayang? Kenapa hm? Baba di sini." Katanya berusaha membuat anak gadisnya tenang. Gabriel dengan sabar menenangkan putrinya yang tak kunjung tenang.

"L-loey- hiks... Loey-" Tersedat-sedat, Pasta kesulitan untuk mengadu pada sang ayah.

"Loey kenapa? Dia usilin kamu lagi?" Pasta menggeleng sebagai jawaban. Tetap menangis hingga kesulitan untuk bernapas pun.

Laki-laki itu merenggangkan pelukannya, menangkup kedua pipi gembul putrinya dan menatapnya dengan lembut seolah membantu Pasta untuk tenang. "Coba tarik napas, lalu buang secara perlahan." Titah Gabriel yang langsung Pasta turuti.

Setelahnya Gabriel menyodorkan minum. Perlahan namun pasti, Pasta tampak lebih tenang sekarang. Gabriel tersenyum, kembali mengusap kedua pipi gembul itu. Menatap lembut tepat dimata Pasta. "Sekarang ceritain sama Baba pelan-pelan ya? Ayo, putri Baba ini kan anak yang kuat, anak yang pintar, dan anak yang baik. Pasta cerita sama Baba, apa yang bikin Pasta kesayanganya Baba ini nangis-nangis, hm?"

Bibir Pasta melengkung kebawah, air matanya terus turun membasahi pipi gembul itu, sementara isakan kecil pun masih terdengar. Gabriel tersenyum, menganggukan kepalanya tanda memerintah Pasta agar bercerita secara perlahan.

"Kan tadi Joey ngasih aku baju, t-terus aku pakai... K-kita couplean Baba, A-abis itu kita- hiks k-kita foto-foto. Tiba-tiba L-loey mar- hiks marah sama aku gara-gara fotonya aku post di twitter." Cerita Pasta yang Gabriel ketahui belum selesai.

"T-terus, terus- hiks Loey... Loey c-cium bibir aku hiks... Sakit Babaa..." Pasta kembali menangis. Sungguh, mengingat perlakuan kasar Loey padanya tadi itu masih menjadi mimpi buruk untuk Pasta.

Senyum Gabriel menghilang. Jadi ini masalahnya. Laki-laki itu menghembuskan napasnya, raut wajahnya tidak sehangat tadi, membuat tangisan Pasta semakin pecah karena mengira jika sang ayah marah padanya.

"Huaaaa... maafin P-pasta, Baba... Pasta e-enggak bisa menghindar waktu itu hiks." Pasta menangis keras, memeluk Babanya erat. Dan Gabriel menggelengkan kepalanya, meyakinkan Pasta dengan sentuhan lembut jika ia tidak marah.

"Gak apa-apa, ini bukan salah kamu. Nanti Baba marahin Loey, kurang ajar sekali anak itu bikin putri Baba sakit kayak gini." Katanya kembali menenangkan Pasta.

Pasta EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang