Warning! Chapter ini agak panjang.
Tambahan, aku sengaja update sekarang karena malem nanti pasti agak sibuk. Happy reading!***
Malam itu, ketika usai makan malam, dan Winy pun sudah pulang diantar oleh supir dirumahnya. Loey langsung berhadapan dengan sang Mami. Hal itu membuat Maria cukup heran, "ada apa sayang? Kok wajahnya masam gitu?" tanya Maria.Loey menghela napasnya menahan kekesalan pada maminya ini. "Mami, sebelumnya aku minta maaf. Tapi aku mau tanya, kenapa mami bersikap gitu ke Winy?" tanya Loey.
Dahi Maria mengkerut. "Memangnya mami bersikap seperti apa ke Winy? Mami rasa, mami udah cukup baik nyambut tamu dirumah kita." Katanya yang terlihat kebingungan.
"Bukan gitu. Kenapa tadi mami bilang kalau Winy sering kesini? Winy baru dua kali datang kesini, mami juga bilang mau masakin makanan kesukaan Winy, emang mami tahu makanan kesukaannya?"
Maria terkekeh melihat wajah panik anaknya. "Kamu belum ngerti juga ya?"
"Hm? Apa?" tanya Loey penasaran.
Maria menggeleng. "Tidak. Sekarang mending kamu masuk ke kamar, istirahat sana. Mami mau tidur, udah ngantuk soalnya." Kata Maria berlalu dari hadapan Loey yang tidak sempat berbicara lebih lanjut.
***
Ini sudah pukul delapan lebih tigapuluhlima menit, Pasta masih berbaring diatas kasur empuknya. Semalaman Pasta tidak bisa tidur, badannya sakit, dan meriang.
Bukan merindukan kasih sayang Loey, tapi ini beneran meriang. Pasta sudah selesai diperiksa oleh Dokter Andi, kerabat Babanya yang datang kerumah. Dokter Andi bilang ini gejala tipes ringan, beruntung langsung diperiksa dan bisa langsung ditangani.
Kepalanya terasa begitu berat, Pasta merasakan badannya benar-benar tidak nyaman, rasa panas tak karuan dan dingin yang menyerangnya tidak berhenti juga. Disaat-saat seperti ini, Pasta membutuhkan Mamanya. Sang mama yang selalu Pasta rindukan. "Mama... Pasta sakit ma... badan Pasta gak enak, Pasta butuh mama.." lirihnya dengan tetesan air mata yang perlahan mengalir.
Babanya tidak ada bersamanya, dia pergi kebawah sebentar karena mendadak ada koleganya yang datang pagi-pagi begini entah untuk apa. Perlu diketahui, Pasta adalah tipikal gadis yang cengeng, yang mudah sekali menangis pada hal yang sepele pun.
Pasta memejamkan matanya, jika boleh ia meminta, Pasta ingin menggantikan Mamanya saja. Biar ia yang meninggal, bukan mamanya. Suara pintu terbuka membuat Pasta buru-buru menghapus kasar wajahnya, Pasta tidak tahu siapa yang datang, dan ia menyembunyikan wajahnya dengan menarik selimut tebal sampai ujung kepalanya.
"Semalaman Pasta gak bisa tidur, Om jadi khawatir dan ikut bergadang jagain Pasta." Terdengar suara Babanya yang mengobrol dengan seseorang, Pasta tebak itu adalah Loey.
"Tapi sakit Pasta gak parah kan Om?" Benar, itu suara Loey.
"Enggak, kamu jangan khawatir. Ya sudah, kalau begitu Om titip Pasta sebentar ya, Om harus nememin kolega Om dibawah." Lanjut Babanya lagi.
Selanjutnya, Pasta mendengar suara pintu yang tertutup. Juga gerakan seseorang yang duduk dikasurnya, disusul usapan lembut dikepalanya. Oh tidak, Pasta mengumpat dalam hati ketika Loey menarik selimut yang menutupi wajahnya itu sebatas lehernya.
"Hei, Pasta..." panggilnya pelan. Loey khawatir mengetahui jika Pasta sakit dan semalaman tidak bisa tidur. Apalagi saat mengetahui Pasta terkena gejala tipes, rasanya jantung Loey seperti merosot dari tempatnya.
Loey mengelus wajah Pasta. Panas, Loey merasakan itu. Loey tersenyum kecil, gadisnya ini bodoh sekali. Lantas Loey mencubit gemas pipi gadis yang sekarang sedang berpura-pura tidur. "Kamu gak mau liat aku? Kamu gak mau dengerin penjelasan aku, hm?" Tanya Loey.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pasta Effect
Teen Fiction[Chanrosè | AU | Lokal, romance] Pasta itu bikin mabok, efek sosok Pasta Roselle mampu menjungkir balikan dunia Loey si cowok narsis dengan kepercayaan dirinya yang sungguh tinggi.