Teman Yang Asing
Hari-hari selanjutnya hanya kuhabiskan di ranjang rumah sakit selama beberapa minggu. Pemeriksaan dan pengobatan dengan mesin body capsule dilakukan setiap hari hingga aku merasa muak. Tapi setidaknya aku tidak merasa kesepian, karena ada 2 orang yang selalu datang menjengukku setiap harinya.
Aku sejujurnya tidak mengenal mereka atau lebih tepatnya aku kehilangan ingatan tentang mereka, namun mereka bilang jika kami adalah teman dekat.
Dengan semangat mereka berusaha untuk membawa kembali ingatan duluku dengan memperlihatkan banyak foto aku dengan mereka bersama istriku yang telah tiada.
Sepertinya kami dulu adalah 4 sahabat karib sejak di bangku kuliah dulu. Kami dekat karena sering mengerjakan proyek bersama sebagai organisasi perkumpulan mahasiswa sains.
Dia adalah Yamamura Kaitou, seorang pria yang katanya sudah kenal denganku sejak lama. Dia menunjukkan beberapa foto dimana kami berpergian mengunjungi gunung dan pantai menggunakan mobil. Itu merupakan mobil yang keren menurutku.
Tapi sepertinya itu pun mobil yang kukendarai dalam kecelakaan silam, jadi mungkin sekarang sudah menjadi lempengan besi tidak berguna.
Dan satunya lagi adalah Inoue Yumi, seorang gadis yang kukenal di klub sains kampus saat kuliah. Namun sepertinya memang kami baru kenal saat masa kuliah karena foto yang ia tunjukkan terlihat sekitar 8 tahun yang lalu.
Dia juga menunjukkan foto kami berempat sedang berfoto di salah satu kompetisi dimana kami meraih juara 1 di Tokyo 4 tahun lalu.
Di dalam foto itu kami semua berpose menghadap kamera dengan senyuman cerah. Meski kecil, tapi foto itu dapat memberi efek berarti pada ingatanku yang terganggu.
Hanya saja aku masih tidak bisa mengingat gadis itu. Gadis yang berdiri di sampingku pada foto tersebut. Dia memiliki senyum yang datar, namun matanya sayu dan menenangkan.
Sagami Emi, gadis yang mereka sebut sebagai istriku.
Aku tidak paham kenapa hanya dia satu-satunya yang sulit kuingat kembali. Atau karena dia merupakan kenangan terakhirku sebelum aku kehilangan semua ingatanku?
Aku tidak paham.
Kehadiran para temanku membuatku lebih merasa ringan untuk melangkah sedikit lebih maju. Perlahan aku dapat melupakan rasa sedihku yang bahkan tidak bisa kurasakan. Aku sudah tidak lagi mengingatnya.
Dokter bilang aku sudah boleh pulang minggu depan setelah dirawat di rumah sakit selama kurang lebih 5 bulan. Dokter juga memberikan oleh-oleh berupa rentetan obat. Dia bilang tidak hanya tubuhku yang sakit, tapi pikiranku juga, jadi dia memberikanku berbagai obat.
Meski tubuhku belum seluruhnya pulih namun setidaknya tinggal kakiku saja yang masih sedikit sulit untuk dibuat jalan.
Mau tidak mau aku harus menggunakan kruk untuk membantuku berjalan sendiri. Meski begitu, aku hampir tidak pernah kesulitan berjalan karena banyak orang yang selalu sedia di sampingku untuk menuntunku berjalan.
Kedua temanku itu sudah menunggu di lobi rumah sakit sejak pagi karena mereka tahu aku sudah bisa pulang hari ini.
Seandainya aku bisa mengingat mereka lebih jauh, mungkin aku akan merasakan kehangatan hubungan pertemanan kami ini. Hanya saja ini terasa aneh, meski mereka berjalan di sampingku sebagai teman dekatku, aku merasa canggung seolah sedang dituntun oleh orang yang baru kemarin silam kukenal.
Kami menaiki mobil milik Kaitou yang ia setiri sendiri sampai ke sini. Aku berusaha membuka pintu mobil bagian penumpang dan benar saja, aku hampir jatuh dibuatnya. Aku masih belum terbiasa dengan kruk ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Future Where We Are Apart
General FictionTaki adalah seorang ilmuwan di zaman modern. Malam itu ia terbangun di sebuah rumah sakit. Dia mengalami amnesia. Dia tidak ingat akan kecelakaan yang ia alami. Dia bahkan tidak ingat istrinya yang meninggal dalam kecelakaan tersebut. Suatu hari dia...