Happy reading!
Fafa minta vote nya, ya.❤️***
"Tumben jam segini udah mandi. Jadi beli cincinnya?" tanya Adam.
Cara tersipu malu sembari mengangguk pelan. Kemarin, Adam menyimpulkan untuk lamaran terlebih dahulu agar bisa terjalin ikatan yang lebih jelas dari pada hanya sekadar pacaran. Tanpa berpikir panjang Gala menyetujuinya dan ia merencanakan pernikahan tiga hari setelah lamaran.
Gala orangnya memang sat set sat set. Gala sangat yakin dengan rencananya, ini yang Adam sukai darinya walaupun pada awalnya harus ditegur terlebih dahulu karena Gala terlalu menikmati masa pacarannya.
Adam berjalan menghampiri. Ia menepuk pundak Cara. "Ayah harap keputusan kamu sesuai sama ekspektasi ayah. Soalnya, Momo udah ngikut bunda."
Cara terdiam. Segala rencana ia persiapkan. Namun, ada satu tembok besar yang selama ini tidak Cara sadari, bahkan tidak Cara pedulikan.
"Cara belum bisa milih, Yah."
"Ada seseorang yang bakal buat hati kamu jadi terdorong ke salah satunya." Adam berlenggang pergi.
Cara yang awalnya sangat antusias kini menjadi kebingungan sendiri. Wanita itu masuk ke dalam kamar untuk berhias walaupun benaknya sedang diporak-porandakan.
Sepuluh menit kemudian Cara baru selesai berkutat di meja riasnya dan Gala juga baru sampai tiga menit yang lalu. Gala menunggunya di depan mobil.
"Ayo, Gal!" ajak Cara.
Gala menoleh ke samping. Memperhatikan Cara yang memakai baju terbuka membuatnya tersedak air liur sendiri.
Dress dengan panjang satu jengkal di atas lutut dan tanpa lengan itu membuat Gala merasa cemas. Cemas jika Cara akan menjadi alat cuci mata para laki-laki biadab.
Gala mengalihkan pandangannya ke depan. "Ganti bajunya, Mel."
Cara melihat penampilannya sendiri. "Kenapa? Apa aku keliatan jelek?"
"Kamu cantik, bajunya enggak."
"Kata bunda baju ini bagus kok," kekeh Cara.
"Tapi aku gak suka kamu pake baju kayak gitu buat keluar rumah. Ganti, ya, Sayang."
Cara mengangguk dan cepat-cepat berbalik badan sebelum Gala menyadari ada semburat merah di pipinya.
Gala memperhatikan Cara dari belakang. Lalu, ia menampar pipinya sendiri. "Huft, astagfirullah."
Lima menit kemudian Cara kembali dengan baju yang berbeda. Cara mengenakan rok hitam panjang di bawah lutut dengan kaus putih berlengan pendek.
"Kok malah makin cantik, sih?" protes Gala.
Cara mengibaskan rambutnya ke belakang. "Emang udah cantik mau diapain lagi?"
"Kamu pake makeup, ya?!"
"Hah?" Cara kebingungan. "Iya. Emang kenapa? Kamu mau juga?"
"Hapus, Mel."
Ini, sih, aroma-aroma rumah tangga mereka akan banyak drama seperti Adam dan Venna.
"Gak mau, ah. Ayo!" Cara masuk ke dalam mobil. Begitu juga dengan Gala.
Gala menyodorkan kotak tisu. "Hapus, dong. Please."
"Gak mau! Mahal tau fondation-nya!"
"Gapapa nanti aku beliin lagi."
"Gak. Ayo buruan jalan!"
"Kalau enggak ya udah gak jadi ke toko perhiasannya," sambung Cara mengancam.
Gala terpaksa menurut. Pria itu melajukan mobilnya dengan kecepatan yang sedang.
***
"Bagus yang mana?" tanya Cara sembari menunjukkan dua cincin yang berbeda.
Gala menunjuk salah satu cincin yang ditunjukkan Cara. "Eum ... yang ini."
Cara memasangkan cincin pilihan Gala di jarinya. "Masa, sih?"
Gala mengangguk.
Cara memasangkan satu cincinnya lagi. "Eum ... kayaknya yang ini aja, deh."
"Ya udah ambil."
"Tapi kata kamu lebih bagus yang itu."
"Kalau kamu sukanya yang itu, ambil aja. Sama-sama bagus kok."
Cara menatap karyawan toko. Wanita itu menunjukkan kedua tangannya yang dipasangkan cincin yang berbeda. "Mbak, lebih bagus yang mana?"
"Yang ini, Kak." Karyawan toko itu menunjuk cincin yang paling mahal di antara keduanya.
Cara berdecak. "Licik."
"Udah lah, yang itu aja." Cara menunjuk cincin yang berada jauh dari jangkauannya.
Gala memijat keningnya. "Allahuakbar."
***
Jam setengah satu siang Cara sudah menghabiskan dua piring makanan, sarapan setengah piring makan siang satu setengah piring.
Sia-sia dietnya dijalankan padahal Gala sendiri tidak suka jika dirinya nampak kurusan. Padahal Cara sudah melakukannya dengan susah payah untuk mendapat tubuh dambaannya.
"Ke rumah ibu, yuk! Kamu udah lama gak ketemu dia."
Tiba-tiba Cara merasa sangat gugup jika diajak bertemu ibu Gala. Cara tidak tahu apakah ibu Gala menyukainya atau tidak karena dia bersikap ramah kepada semua orang.
"Hah? Kapan?"
"Kapan-kapan."
"Ya sekarang, dong, Mel ...." Gala mencubit gemas hidung Cara.
"Ayo!" Tanpa menunggu persetujuan Cara, Gala menarik tangannya.
Setiba di tempat tujuan, Cara melihat Galtha. Lama tak melihatnya. Terakhir kali Cara bertemu dengannya adalah satu tahun yang lalu ketika tak sengaja berpas-pasan di rumah sakit. Galtha bekerja di sana sebagai dokter bedah.
Perubahan sikap Galtha sangat terlihat. Berkali-kali Cara menciduknya tengah merenung di sebuah tempat sepi di rumah sakit. Cara tidak tahu mengapa karena Cara tidak pernah berani untuk menghampirinya karena Gala akan murka.
"Eh, Caramel!" sapa Galtha sembari tersenyum lebar.
"Hai." Cara tersenyum kikuk karena raut wajah Gala sudah berbeda.
"Ayo, Mel!" ajak Gala. Ia menarik tangan Cara masuk ke dalam rumah.
Mengejutkan. Baru saja masuk ke dalam rumah Cara sudah melihat wajah tante Airis.
"Eh, Ara. Apa kabar?"
Begitulah dia memanggil Cara.
Cara menghampirinya dan mencium punggung tangannya. "Baik, Tan. Tante apa kabar?"
"Alhamdulillah baik. Sini sini, duduk!" ajaknya ke sofa.
Cara mengikutinya, begitu pula dengan Gala. Mereka bertiga duduk di sofa panjang berwarna hitam.
"Jadi gimana, kalian mau tunangan kapan? Udah siapin apa aja, nih?"
"Eum ...." Otak Cara mendadak dongo jika ditanya oleh wanita paruh baya satu ini.
"Baru beli cincin, Bu. Kalau tunangannya ... mungkin minggu depan."
"Syukur, deh. Semoga lancar sampai hari H, yaa."
"Aamiin."
"Amin."
Tante Airis tersenyum manis. Sungguh, dia baik saja tetap saja Cara gugup, apa lagi jika dia orang yang pilih-pilih calon menantu?
"Tapi, denger denger ... maaf, kamu non-muslim, ya, Ra?"
To be continued
Lagi puasa gini otak jadi lelet, maafin kalau update-nya gak bisa sehari sekali:v
KAMU SEDANG MEMBACA
1×0=0 (Hiatus)
General FictionAwalnya hanya ada satu masalah yang Cara (nama tokoh utama) hadapi, yaitu kesibukan Gala (sang pacar) Namun, sejak Gala mengalami kecelakaan bersama sekretarisnya, masalah berikut ikut menyerang: 1. Sekretarisnya (Stella) mengalami kelumpuhan pada k...