KONFLIK YANG ADA DI DESKRIPSI BENTAR LAGI MAU MULAI, SIAP-SIAP, YA!
HAPPY READING!❤️
"Hai, Mo. Ya Allah, rambut lo udah banyak, ya? Padahal dulu gue masih nyebut lo kuda botak."
Dara berbicara sok asyik. Dia tak tahu bahwa Momo tidak mengingatnya. Jujur saja, tadi Cara juga nyaris tidak mengenalinya karena perubahan wajah Dara yang sangat kentara.
Kulit Dara sedikit lebih gelap. Dia mengenakan make-up seperti orang Australia. Makeup itu cukup membuat Cara sedikit asing dengan wajah Dara. Style Dara juga sangat berubah.
"Kok muka lo gitu, sih? Lo dendam sama gue?" tanya Dara.
"Lo siapa?"
Muka Dara menjadi datar. "Ternyata dari tadi gue orang orang asing di mata lo."
"Gue Dara!"
"Dara?" lirih Momo sembari berusaha mencari memori yang hilang.
Momo jika sedang berpikir wajahnya semakin menyebalkan. Cara kesal sendiri jadinya. "Pikun lo bangsul!"
"Ohhh gue tau!" Momo tersenyum aneh. "Lo anaknya tante Anya!"
"Gue anak mami Maricel anjir!"
"Ohh, gue baru inget. Lo pasti temen kecil gue, ya, kan?! Ya, kan?! Ya iya, dong!"
Percayalah, bocah SMP itu hanya tidak ingin disebut pikun.
"Waktu gue kecil lo belum ada mony*t!"
Momo melongo. "Lah, be–berarti lo lebih tua, dong? Kok kita kayak seumuran?"
"Ya iya, lah, gue awet muda." Dara mengibaskan rambutnya ke belakang.
Cara mendengkus sebal. Sudah ia duga pasti Dara akan kesenangan. Padahal, dandanan Dara yang seperti ini sedikit lebih mendewasakan.
"Bukan muka lo. Kalau muka lo, sih, udah kayak nini-nini. Tapi tinggi badannya. Lo sedikit ...." Momo melihat badan Dara dari atas hingga bawah. "Pendek. Lo gak keliatan kayak orang dewasa."
Tinggi badan adalah sesuatu yang menjadi kebanggaan Momo. Mentang-mentang tinggi, dia selalu menghina orang pendek.
Seolah-olah diterbangkan. Namun, tak lama kemudian dijatuhkan itu tidak enak.
"Adek lo makin ngeselin. Gue takut cepet keriput kalau masih ada di sini. Mending lo langsung anterin gue, ya."
"Ayo!"
Cara mendorong stroller-nya, sedangkan Dara sibuk berjalan mengenakan high heelsnya.
Kedua wanita itu pergi meninggalkan Momo yang masih berusaha untuk mengingat-ingat siapa itu Dara. Pasalnya ia mempunyai banyak kenalan dan nama itu cukup banyak di sekitarnya.
"Buruan, dong, jalannya! Adek gue gak boleh lama-lama di luar ruangan."
"Sabar. Gue baru-baru ini belajar pake high heels. Kalau bukan pacar gue yang nyuruh, mana mau gue jalan kayak siput gini."
"Emangnya ...." Cara berjalan mundur ke belakang. "Pacar lo orang mana?"
Dara nyengir sendiri. "Orang Indonesia, hehe."
"Gaya pacaran di sana kurang cocok aja sama gue. Jadinya gue gak mau punya pacar orang sana," lanjutnya.
Cara mengangguk paham. Tidak heran Dara memutuskan demikian, karena sewaktu SMA saja Dara selalu jual mahal. Ia tidak ingin disentuh dengan sengaja oleh laki-laki.
"Ini rumahnya, Dar," ujar Cara setelah sampai di rumah tujuan Dara.
"Ohh iya ini! Gue baru inget. Thank you, ya, Car."
"Gue mau masukin koper ke dalem, lo jangan balik dulu! Gue mau ngasih tau sesuatu."
"Sekarang aja ngomongnya. Kelamaan! Gue mau balik."
Dara terlihat berpikir dua kali untuk mengatakannya sehingga membuat Cara gemas sendiri. Mungkin Dara takut jika ini akan menimbulkan masalah di antara hubungan Cara dan Gala. Cara mewanti-wantinya dengan sabar.
"Sebenernya ... kalau gak salah liat, tadi waktu gue makan di kafe gue liat Gala sama cewek," ujar Dara pelan.
Cara terlihat mematung. Dalam diamnya wanita itu meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah rekan kerja Gala. Cara tidak boleh menjadi wanita pencemburu di kala Gala mempunyai banyak karyawan wanita cantik di kantornya.
"Paling juga sekretaris kantornya, si Stella."
"Eum, maybe. Tapi, lo gak cemburu? Tu cewek kayak gatel banget. Mana tadi berduaan doang."
"Gak. Gue gak cemburu karena sekarang gue harus pulang, adek gue tidur."
"Oh ya?" Dara berpindah posisi ke depan stroller. "Aaa cute, Baby ...."
"Gue duluan, ya," pamit Cara sembari menyelimuti tubuh Vava karena angin sudah mulai berembus lumayan kencang.
"Gak minta dijemput si Gala?" Dara tertawa mengejek.
Cara berjalan menjauh. "Bac*t ah."
***
Cara sedang duduk di meja kerjanya. Ia menemukan banyak inspirasi ketika bertemu dengan Dara. Tak terasa di jam lima sore ini Cara sudah mengetik lima ribu jumlah kata.
"Udah ah! Gue gak sanggup lagi. Udah cukup kok."
Cara menyimpan file-nya. Lalu, ia mematikan komputer. Wanita itu berbaring di atas ranjang sembari menyalakan data seluler di ponselnya.
Ting!
Gala:
Boleh, dong. Aku bakal suruh orang buat cariin tempatnya, ya.Pesan itu dikirim jam setengah lima. Cara cepat-cepat membalasnya, siapa tahu Gala masih menyalakan data selulernya.
Cara:
Gal, aku mau tanya.Cara:
Tadi kamu ke kafe sama siapa?Tulisan last seen itu berubah menjadi online, lalu typing. Cara menunggunya.
Gala:
Aku rapat di sana, jadi ada banyak orang.Cara terdiam. Lalu, ia berpikir untuk bertanya lagi.
Cara:
Sebelum orang-orang datang, kamu sama siapa?Gala:
Aku terlambat. Mereka yang nunggu aku. Kenapa, Mel? Ada sesuatu?Cara mengirimkan voice note. "Eum ... gapapa kok hehe."
Cara sengaja mengirim voice note agar Gala tahu bahwa dirinya tidak terlalu percaya dengan omongannya.
Gala:
Aku sama Stella cuma rekan kerja, Mel. Semoga kamu gak lupa itu.to be continued

KAMU SEDANG MEMBACA
1×0=0 (Hiatus)
General FictionAwalnya hanya ada satu masalah yang Cara (nama tokoh utama) hadapi, yaitu kesibukan Gala (sang pacar) Namun, sejak Gala mengalami kecelakaan bersama sekretarisnya, masalah berikut ikut menyerang: 1. Sekretarisnya (Stella) mengalami kelumpuhan pada k...