09. Bermuka Dua

67 24 2
                                    

"Semudah itu ketika sang pendengar berkata karena kesulitan hanya akan dirasakan oleh orang yang berusaha."

Happy reading!❤️

***

Tiga hari kemudian, Gala sudah diperbolehkan pulang. Entah bagaimana bisa Stella bisa sampai lumpuh karena kecelakaan itu, padahal Gala sendiri hanya terluka di beberapa anggota tubuh, itu pun tidak terlalu parah.

Cara ingin menjenguk Gala. Namun, wanita itu terlalu malu untuk menampakkan diri di depan Airis dan Anthony setelah ia tahu bagaimana penilaian kedua orang paruh baya itu mengenai dirinya.

Ting!

Cara meraih ponselnya dan berharap yang mengirim pesan itu adalah Gala. Namun, ternyata bukan. Nomor tak dikenal mengirimkan sebuah foto kepada Cara. Foto itu menunjukkan Gala yang tengah duduk di sofa dan terdapat Stella di sampingnya yang tengah duduk di kursi roda.

Hati Cara memanas dibakar api cemburu. Ingin marah. Namun, keadaan seperti ini seolah membuat Cara merasa tidak mempunyai hak untuk itu.

08*********8:
Mending mundur. Lo bakal kalah sama Stella.

Cara mengetuk poto profilnya. "Bella?"

Bella adalah sepupu Gala. Bella tidak menyukai Cara. Dia mempunyai banyak taktik untuk membuat Cara cemburu. Cara pernah tertipu olehnya, alhasil Cara marah-marah kepada Gala. Untungnya, Gala bersabar dan cukup dewasa untuk menghadapi sikap cemburu Cara.

Cara meletakkan kembali ponselnya. Ia tidak boleh terpancing karena itu akan membuat Bella senang.

Dddrrtt!

Cara yang tengah duduk di kursi kerja hanya bisa bersandar memejamkan mata mendengar suara getaran ponsel itu. Itu pasti Bella. Cara tidak mau mengangkat panggilan teleponnya.

Getaran di ponsel berhenti. Namun, beberapa detik kemudian bergetar lagi. Dengan kesal Cara meraih ponselnya. Raut wajah kesalnya meluntur melihat nama Gala yang tertera di layar ponselnya.

Cara menekan tombol hijau. "Halo?"

"Hai, Mel."

"Kamu gak ada niatan buat ke rumah aku?"

Lidah Cara mendadak kelu ketika dilempar pertanyaan seperti itu.

"A-aku, eum ...."

"Kenapa, Mel?"

"Di sana ... ada Stella, kan?"

"Iya, ada. Emangnya kenapa?"

"Mel, aku bakal berusaha untuk tanggung jawab pake cara lain. Aku gak akan pernah mau nikahin dia. Jadi, bersikap kayak biasa, ya. Aku sama Stella cuma rekan kerja. Jangan bersikap seolah-olah kita baru akur setelah bertengkar lama. Aku gak betah. Aku gak suka."

Cara mengangguk. "I-iya."

"Mel."

"Iya?"

"Kangen."

Cara membelakkan matanya. Mengapa Gala tiba-tiba berbicara to the point? Biasanya, jika rindu Gala mengirim pesan seperti ini, "Ketemuan."

Cara menjauhkan ponselnya dari telinga dan menarik napasnya panjang. Setelah mulai tenang, Cara menempelkan ponselnya lagi. "Terus?"

Cara mendengar Gala yang membuang napas kesal.

"Kamu ke sini, dong! Masa aku yang harus ke sana?"

Cara tertawa kecil. "Iya."

"Eh, tapi, Gal ...." Cara teringat Airis dan Anthony.

"Kenapa lagi, heum?"

"Ibu kam-"

"Mel, ibu aku bakal bersikap kayak biasa. Lebih baik kamu lupain yang kemarin, ya. Please."

Cara membuang napas pasrah. Semudah itu ketika sang pendengar berkata karena kesulitan hanya akan dirasakan oleh orang yang berusaha.

***

Cara sudah sampai di dekat rumah Gala. Wanita itu terus berdiri di depan pagar yang terbuka. Cara ragu untuk masuk ke dalam, ia justru memandangi segerombolan orang yang tengah berbicara di teras rumah. Di antaranya ada Gala, Stella, Airis, dan Bella. Tidak ada Galtha di sana. Entah mengapa Cara jarang melihat Galtha di rumah ini.

Mereka semua tertawa, kecuali Gala. Stella di mata Cara adalah seorang wanita yang sehat-sehat saja. Oleh karena itu Cara sedikit kesal dengannya, mengapa dia terlihat senang di kala kakinya lumpuh? Padahal sekalian saja, kaki lumpuh dan mental hancur.

"Kok gue jadi banyak mengumpat tentang dia, ya?" lirih Cara. Wanita menggelengkan kepalanya dengan cepat.

Cara berbalik badan dan melangkah pergi karena melihat mereka semua nampak tertawa bahagia membuat Cara merasa kedatangan dirinya hanyalah sebuah perusak suasana.

"Amel!"

Cara menghentikan langkahnya. Matanya membulat terkejut. Perlahan, ia membalikkan badannya sembilan puluh derajat.

"Sini, Nak! Ada Gala," ajak Airis.

Mengapa sikapnya sangat jauh berbeda? Padahal, ketika di rumah sakit jelas-jelas Cara mendengar Airis yang tengah menjelek-jelekkan dirinya.

"A-Amel ke mobil dulu, Tan. Ada yang ketinggalan."

Cara berjalan lagi. Ia dapat mendengar suara kaki yang tengah berlari. Tak lama kemudian tangannya dicekal oleh seseorang.

"Mau ke mana?" tanya Gala.

Cara membuang napas lega setelah ia tahu bahwa yang mencekal tangannya adalah Gala. Ia sudah takut setengah mati.

"Aku pulang lagi aja, deh, ya. Gak enak, banyak orang."

"Gak. Kita harus nunjukin kalau kita gak ada masalah apapun. Ayo!" Gala merangkul bahu Cara dengan posesif.

Tangan kiri Gala merangkul pundak Cara dan tangan kiri Gala sok sok-an merapikan rambut Cara, Cara hanya bisa menunduk malu ketika ia menjadi pusat perhatian. Cara mendapatkan tatapan yang aneh dari seseorang, tentunya dari si Bella!

Cara mencium punggung tangan Airis dan melemparkan senyuman kepada Stella yang sejak tadi menatapnya. Tak disangka, Stella membalas senyumnya dengan ramah. Cara terfokus pada matanya sembap.

"Sehat, Nak?" tanya Airis sembari memegang lengan Cara.

Dia melakukan hal seperti itu kepada semua orang. Wajah yang polos dengan sikap lugunya itu membuat Cara tidak percaya pemilik suara yang menjelekkan dirinya di kamar inap rumah sakit adalah dia.

"Sehat, Tan." Cara tersenyum kikuk.

"Saya sama Amel masih pacaran. Jadi, saya gak bisa nikahin kamu. Sebagai gantinya, saya bakal kasih kamu uang berapa pun yang orang tua kamu minta." Gala berbicara dengan tegas.

Semua orang dibuat melongo. Gala mengatakan ini di depan banyak orang, bagaimana Stella tidak menunduk malu?

"Gala," bisik Airis menegur.

Cara menyenggol siku Gala. Gala menatapnya dengan tampang tidak berdosa.

To be continued

Ada nini-nini bermuka dua, nih. Cocoknya apain, yaaa.

1×0=0 (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang