16. Tamu Sinting

66 19 8
                                    

Eiyo ...!

Fafa comeback 😚

Ada yang kangen gak, ya?

Mau ada atau enggak, Fafa tetep nekat buat update:)

Happy Reading!♥️

****

"Apa kamu masih berusaha buat lupain Gala?"

Cara mengangguk. "Aku selalu berusaha karena kalau enggak kita bakal sama-sama terluka, kan?"

Galtha tersenyum dan mengangguk. Ia membawa Cara ke taman kota. Di sana ada banyak orang yang sedang joging, sedangkan dirinya hanya duduk di kursi panjang sembari mengobrol dengan Cara.

Kini, dokter itu tengah menggendong Vava karena ia yang memintanya tadi. "Kamu harus cepet-cepet lupain dia."

Cara terdiam sejenak. Dirinya berpikir apakah pada akhirnya Galtha tidak akan menikahinya juga karena berbeda agama? Jika itu terjadi, Cara akan berhenti berusaha untuk mencintainya kembali. Cara ingin belajar dari kesalahan.

Cara bertanya, "Gimana kalau pada akhirnya kita gak bisa bersama karena ada tembok penghalang yang tinggi?"

Galtha tersenyum tipis. "Gapapa. Sejatinya kamu tetap ada di dalam kisah aku, meski gak sampai akhir, seenggaknya aku tau bahwa kamu pernah jadi bagian cerita hidup aku."

"Tapi ...." Galtha menatap sepasang mata indah milik Cara secara mendalam. "Aku bakal pastiin kita bakal bersama sampai akhir. Aku bakal berusaha sampai aku-kamu, jadi kita."

Cara masih terdiam. Di menit berikutnya ia tersenyum manis. Galtha yang dingin ketika SMA ternyata kini sudah berubah, seolah bertukar jiwa dengan Gala.

"Apa Gala masih suka gangguin kamu?" tanya pria itu.

Menganggu bukan istilah yang tepat jika disangkut pautkan dengan perasaan Cara ketika ditelepon Gala. Cara justru merasa girang walaupun ia sering berbohong kepada semesta dengan cara memasang wajah datarnya.

Cara mengangguk. "Ya. Dia masih suka telpon aku."

"Apa kamu keberatan kalau aku nyuruh buat blokir nomor Gala?" Tadi Galtha ragu-ragu untuk bertanya demikian. Namun, pada akhirnya ia bertanya juga.

"Cara, kamu harus terbuka sama aku. Kamu harus jujur. Apa kamu keberatan?" sambung Galtha sedikit menggesa.

Cara mengangguk. "Aku keberatan."

Sulit untuk menghapus masa lalu dengan waktu yang sangat sekejap. Cara tahu bahwa jawabannya ini akan menyakiti Galtha. Namun, Galtha juga yang menyuruhnya untuk jujur, kan?

Lagi pula, Cara selalu merasa bersalah karena akhir-akhir ini ia menjadi sering berbohong. Berbohong kepada dirinya sendiri dan orang lain. Cara merasa dirinya tidak ada bedanya dengan orang munafik.

Galtha tertawa kecil, lebih tepatnya tertawa hambar. Ia bangkit dari kursi.

Tangan kanan menggendong Vava, sedangkan tangan kirinya menggandeng tangan Cara.  "Ayo kita sarapan, Car!"

***

Tepatnya jam setengah delapan Cara diantar pulang ke rumah oleh Galtha. Wanita itu dikejutkan oleh kehadiran Gala di ruang tamu bersama Venna. Mengapa Venna masih menerima Gala walaupun sebagai tamu? Apakah sang bunda tidak ikut sakit hati ketika anaknya disakiti oleh orang ini?

"Vava tidur, Mel?" tanya Venna.

Cara mengangguk, masih dengan ekspresi terkejut.

Venna mengambil alih Vava dari tangan Cara ke tangannya. "Bunda mau nidurin Vava di kamar, kamu ajak ngobrol Gala dulu."

'What the f*ck?!' batin Cara. Ia membelakkan matanya ketika Venna benar-benar pergi.

Cara tiba-tiba terpikirkan sesuatu. Sikap seseorang yang sudah move on adalah tidak menjauhi atau memusuhi mantannya. Apakah Cara harus bersikap biasa saja?

Cara berdeham untuk menetralkan detak jantungnya. Wanita itu duduk di kursi sofa yang berseberangan dengan sofa yang diduduki oleh Gala.

"Mel—"

"Berhenti panggil gue Amel, ya," sela Cara. Ia tersenyum. Namun, senyumannya terlihat sedikit terpaksa.

Gala menggeleng. "Udah delapan tahun aku panggil kamu Amel dan sekarang kamu mau aku panggil Cara lagi?"

Cara menganggukkan kepalanya. "Yes!"

"Aku gak mau kalau kita kembali asing kayak pertama kali ketemu, Mel. Nama Cara terlalu asing buat aku."

Cara menghembuskan napasnya. "Gue juga minta lo jangan pake embel-embel aku-kamu lagi."

"Kamu mau mulai semuanya dari awal? Oke! Kita pdkt lagi kayak waktu SMA, itu yang lo mau?" tanya Gala dengan wajah girangnya.

"Waktu SMA, aku ... eum, maksudnya gue, suka banget ngisengin lo dan buat lo marah. Gue bakal ngelakuin itu lagi mulai sekarang sampai pada akhirnya gue dapetin lo."

"Gue bakal lakuin itu, Car. Gue gak keberatan kalau gue harus mulai semuanya dari awal. Ini gak bakal sesulit waktu masa SMA karena sekarang kita udah pernah saling suka. Iya, kan?" sambung Gala, lagi.

Gila!

Cara bisa gila. Cara mengatakan ini. Namun, Gala menyimpulkan itu. Cara merasa obrolannya sudah tidak sejalan lagi. Wanita tersebut menggelengkan kepalanya dan masuk ke dalam kamar dengan berbagai umpatan yang ia ucapkan di dalam batinnya.

"Cara, i love you!"

Cara menutup pintunya dengan kasar dan menguncinya. Tepat di saat Cara masuk kamar, Venna keluar kamar. Wanita itu memandangi pintu kamar Cara yang tertutup. Lalu, ia menghampiri Gala yang sedang duduk sendirian di ruang tamu.

Venna tidak akan marah karena Cara meninggalkan tamu sendirian. Sebenarnya, Venna juga merasa Gala sedikit aneh. Gala terus berbicara kepada Venna bahwa ia akan terus menyayangi Cara, menjaga Cara, dan melindungi Cara.

Venna merinding ketika ia mendapati Gala yang tengah senyum-senyum sendiri. "Ma–maaf tante ngomong kayak gini, tapi jangan urusin Cara lagi, ya. Kamu udah punya istri."

Gala mendongakkan kepalanya dan tersenyum manis. "Gak sepenuhnya Stella pantas disebut istri Gala, Tan, karena Gala nikahin dia cuma atas dasar tanggung jawab."

Venna mengangguk paham. "Kalau gitu, lakuin tanggung jawab kamu dengan baik."

Gala menggeleng. "Gak bisa karena Am ... eum, Cara buat Gala gila, Tan."

Venna menggertakkan giginya. Enak saja Gala bilang anaknya membuat gila. Venna bertanya-tanya, apakah pria di hadapannya ini mempunyai gangguan jiwa?

"Gala pamit, ya, Tan." Pria itu mencium punggung tangan Venna.

"Iya. Hati-hati."

Di dalam kamar, Cara sedang berjalan bolak-balik dengan rasa gelisah.

Cara berdiri berhadapan dengan cermin. wanita itu menepuk-nepuk pipinya. "Lo gak boleh gamon gini, Car. Kan, ada kak Galtha."

"Udah ada kak Galtha. Dia gak kalah ganteng kok. Dia gak kalah keren."

Cara menjambak rambutnya ketika otaknya berpikir, "Walaupun begitu tapi lo sayangnya sama Gala."

Tok! Tok! Tok!

"Mel, mending kamu pindah ke apartemen aja, deh, supaya Gala gak nyamperin kamu terus. Lama-lama bunda jadi merinding juga liat dia," ucap Venna dari luar kamar.

To be continued

Username Instagram: refafa0401

1×0=0 (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang