11. Luka Pertama Dari Gala

56 22 10
                                    

Fafa minta vote-nya donggg😭❤️

***

Setelah Cara dibuat terharu, Cara tidak tahu jika Gala akan meng-ghostingnya lagi. Sudah dua hari WhatsAppnya tidak aktif, nomor ponsel juga sama.

Cara bisa saja berkunjung ke rumahnya. Namun, Cara takut jika yang akan menyambutnya adalah Airis, bukan Gala.

"Perubahan lo terlalu banyak. Gue kesusahan buat beradaptasi lagi."

"Mel," panggil Venna ketika ia sedang berjalan dan tak sengaja melihat putri sulungnya yang tengah merenung di tepi kasur.

Venna sudah mulai bisa berjalan-jalan, walaupun rasa sakitnya masih ada. Namun, tetap ia paksakan karena jika dirasakan terus tidak ada beresnya.

Wanita itu masuk ke dalam kamar dan duduk di sebelah Cara. Cara memang sering terciduk sedang melamun sendiri, oleh karena itu Venna sebagai seorang ibu mengkhawatirkannya.

"Kenapa, Mel?"

Cara menggeleng tanpa menatap wajah sang bunda.

Venna mengusap bahu Cara. "Ikatan batin seorang ibu sama anak itu kuat, Mel. Bunda tau kamu ada apa-apa."

"Apa perasaan seseorang bisa berubah, Bun?" tanya Cara sembari menatap serius wajah tenang milik Venna.

"Bisa. Sekalipun kamu berusaha keras supaya bisa terlihat sempurna di matanya, yang bakal berubah pasti berubah. Siap gak siap, kamu harus terima."

"Apa ... Gala bakal kayak gitu, Mel?" tanya Venna.

Cara menggeleng. Cara yakin bahwa Gala menjadi seperti ini karena masalahnya sekarang. Dengar-dengar, keluarga Stella sangat rajin meminta pertanggung jawaban Gala, tak peduli jika Gala adalah mantan bos anaknya.

"Syukur, deh, kalau enggak. Bunda yakin, Gala bukan orang yang kayak gitu." Venna mengusap bahu Cara sebelum ia keluar dari kamar.

Cara bangkit dari kasur dan mengambil ponselnya. Ia menyalakan data seluler. Banyak notifikasi yang ia dapatkan. Namun, yang menarik perhatiannya hanya satu, yaitu chat dari Bella. Dia mengirimkan sebuah foto untuk yang kesekian kalinya.

Cara membuka room chatnya. Cara memandangi foto itu cukup lama. Wajahnya menunjukkan perasaan kaget sekaligus tidak percaya. Cara memasukkan ponselnya ke saku dan mengambil kunci motornya.

Cara berlari melewati Venna yang tengah duduk di teras rumah sembari menimang Vava.

"Hei, Mel, mau ke mana?" tanyanya.

"Keluar sebentar."

Cara mengeluarkan motornya yang jarang dipake. Lalu, ia melajukannya dengan kecepatan tinggi sehingga membuat Venna sedikit waswas. Cara tidak pernah seburu-buru itu sebelumnya.

Berkali-kali Cara menyelinap kendaraan. Skill bermotor Cara pas-pasan, oleh karena itu pengendara lain sedikit dibuat panik olehnya yang berkendara seenak jidat. Ditambah lagi ketika berbelok, Cara tidak menyalakan lampu sein.

Lima puluh menit berlalu. Beberapa menit lagi Cara akan sampai di rumah Gala. Namun, Cara mengerem mendadak ketika ia nyaris tabrakan dengan mobil di belokan. Jadi, posisi kendaraan mereka sekarang berhadapan dengan jarak yang sangat dekat.

Pemilik mobil keluar. "Amel!"

Cara yang tadinya sibuk mencari cara untuk melewati mobil tersebut di tempat yang sempit kini menolehkan pandangannya ke sumber suara yang terdengar familiar.

Pria pemilik mobil itu menghampiri Cara. "Kamu gapapa? Kenapa gak hati-hati, hah?"

Gala mengusap telapak tangan Cara yang memerah, mungkin karena tadi Cara berusaha keras untuk mengerem.

"Yang gak hati-hati itu kamu!" teriak Cara.

Matanya berkaca-kaca sehingga membuat Gala mendekat. Itu yang biasa Gala lakukan jika Cara hendak menangis.

"Aku?"

"Akhir-akhir ini kamu gak hati-hati jaga perasaan aku, Gal. Kamu gak pernah buat aku tenang sejak kecelakaan itu. Kamu selalu ngilang." Cara meneteskan air matanya di sebelah kiri.

Gala menggeleng. "Mel, aku punya alasan kenapa ngelakuin itu?"

Cara mengangguk dan mengambil ponselnya di saku. Cara menunjukkan sebuah foto yang dikirimkan oleh Bella. "Alasannya ini?"

Gala memandangi foto yang diperlihatkan oleh Cara. Ekspresinya terkejut bukan main, mungkin dia tidak percaya bahwa Cara akan melihat undangan pernikahannya itu.

Gala memegang tangan Cara. "Maaf, Mel."

Cara mematung. Cara merasa tidak percaya. Cara pernah menduga hal ini akan terjadi. Namun, dilihat dari sikap Gala kemarin-kemarin sepertinya hal seperti itu tidak akan benar-benar kejadian, tetapi kenyataannya sekarang ....

"Niatnya kalau kaki Stella udah sembuh aku bakal pisah sama dia, tapi dia lumpuh selamanya."

Apa itu artinya mereka akan bersama selamanya?

Gala mengeratkan genggaman tangannya. "Mel, kalau pasangan aku bukan kamu, aku berani selingkuh sama kamu. Kamu jangan pergi, ya."

Cara menggelengkan kepala. Entah bagaimana jalan pikir Gala sehingga rencana itu terlintas di benaknya.

"Maksud kamu? Kamu punya dua cewek, gitu?"

Gala menggeleng. "Di mata orang lain mungkin kayak gitu, tapi bagi aku enggak. Aku cuma punya kamu. Stella gak ada di hati aku, Mel."

Cara mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia sengaja membiarkan tangan Gala untuk terus menggenggam tangannya karena jika nanti, ia tidak akan bisa seperti ini lagi dengannya.

Cara menarik napasnya, berusaha untuk menghentikan tangisannya. "Gal, seharusnya kemarin-kemarin kamu biarin aku buat menduga kalau ini bakal terjadi. Kalau beneran kesampaian, kan, aku-nya jadi gak terlalu kaget."

Cara menatap sepasang mata itu secara mendalam. "Hargai Stella. Aku bakal menjauh. Aku gak akan nyakitin hati sesama perempuan."

Gala menggeleng cepat. "Enggak! Mel, kita masih bisa pacaran, Mel. Apa perlu aku berbuat sesuatu supaya semua orang tau kalau pernikahan ini cuma sebagai bentuk tanggung jawab?"

Cara menatap nyalang wajah Gala. "Gala, pernikahan bukan main-main!"

Gala memeluk Cara dengan erat. "Aku sayang sama kamu, Mel."

"Kita harus bareng-bareng selamanya, Mel. Aku gak mau kita putus."

"Kamu inget, kan? Waktu SMA kita ngelewatin banyak hal bareng-bareng dan itu semua gak bisa dilupain gitu aja," sambung Gala.

Jika dalam hal seperti ini, Gala memang lebih lemah dari Cara. Gala sulit melepaskan seseorang, beda dengan Cara yang ikhlas tak ikhlas harus melepas karena Cara harus mengikuti alurnya.

Di saat seperti ini, tentu saja Cara harus membantunya untuk bisa menerima takdirnya.

Cara melepas pelukannya. "Sekarang udah bisa, karena kamu mau memulai kehidupan baru sama Stella. Buat kenangan baru sama dia, lupain aku, Gal."

"Kamu bisa lupain aku dengan bantuan Stella. Kalau aku gak ada yang bantu, makanya kamu harus jauhin aku mulai sekarang supaya aku gak susah lupain kamu. Kalau bisa ... buat aku benci sama kamu, Gal."

"Mel, aku pacar kamu. Tapi kenapa kamu malah dukung aku sama Stella? Apa kamu udah gak—"

"Aku sayang kamu, Gal, tapi takdir Tuhan jauh berbeda dari perkiraan kita," pungkas Cara.

To be continued

1×0=0 (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang