10. Bertemu Stella

65 24 7
                                    

Happy reading!😍

***

Bella berdiri di tengah-tengah Cara dan Gala. Dia menggandeng tangan Gala. "Eh, Kak Gala, menurut Bella, sih, ya, kak Stella gak butuh uang dari Kakak. Dia cuma mau masa depannya gak kelam cuma karena gak bisa punya pasangan. Laki-laki mana yang mau sama perempuan lumpuh?"

Cara menggertakkan giginya. 'Bocah SMA sekarang pinter ngebacot, ya,' batin Cara.

Gala menatap Bella dengan tatapan yang sinis. Gala menepis kasar tangannya. "Kamu gak usah ikut campur terus bisa, kan?"

Bella mengerucutkan bibirnya dan menatap wajah Cara dengan tajam, sedangkan Airis hanya menyimak tanpa mau membela pihak mana pun karena perspektif mereka semua jelas berbeda.

"Lagian, kenapa juga saya harus tanggung jawab? Itu kecelakaan, bukan kesengajaan. Saya gak tau kalau ini bakal terjadi," sambung Gala menatap Stella.

Stella masih menunduk.

Gala menarik Amel ke luar rumah. "Mobil kamu di mana?"

"Di—"

"Gala, kamu mau ke mana, Nak? Kamu masih sakit!" peringat Airis.

"Gala mau jalan-jalan sebentar, Bu. Gala gak betah kalau rumah kita ada tamu kayak gitu." Gala tidak menyindir Stella, tetapi Gala menyindir Bella.

Gala tidak menyukai Bella karena dia selalu mengganggu Cara dan mencampuri urusannya.

"Ke taman, yu!" ajak Gala.

"Tapi ... kepalanya masih sakit gak?"

"Enggak, dong. Pacar kamu ini, kan, kuat." Gala merangkul bahu Cara dengan bangganya.

Adegan itu dilihat oleh orang-orang yang ada di belakang. Ada yang menatapnya dengan ekspresi kesal, sedih, dan yang satunya lagi tidak terbaca.

Cara menyetir mobilnya menuju taman. Tadinya, Gala yang akan membawa mobil. Namun, Cara melarangnya. Sejak tadi yang mengajak bicara hanyalah Cara. Sesekali Cara melirik ke arah Gala, Gala seperti sedang memikirkan sesuatu.

Cara menoleh ke wajah Gala lagi. 'Dia lagi mikirin Stella?'

'Mereka mau ngalah gak, ya?' batin Gala.

Baru kali ini Cara merasa bosan ketika sedang bersama Gala.

Setibanya di tempat tujuan, sepasang kekasih itu berjalan mengelilingi taman. Tangan Gala menggenggam tangan Cara. Namun, tatapannya kosong ke depan. Sejak tadi Cara ingin mengajaknya bicara. Namun, Cara ingin membiarkannya sebentar. Siapa tau Gala bicara duluan.

"Eum, Mel."

Nah, kan!

Amel menoleh ke samping dengan wajah antusias. Entah mengapa ia merasa senang. "Iya?"

Gala terdiam sejenak, sepertinya dia tengah berpikir. "Kalau ... misalnya, nih, ya. Misalnya, kalau keluarga Stella tetep kekeh minta aku buat nikahin Stella, menurut kamu apa aku harus ngalah?"

Cara menghentikan langkahnya. Ia menatap Gala dengan wajah tak berekspresi. Serius Gala memberi pertanyaan seperti ini? Mengapa Cara merasa takut? Cara takut jika Gala kehabisan akal untuk membantah. Cara tidak siap ditinggalkan.

"Kalau kamu nikah sama dia, aku hancur, Gal."

"Kamu mau aku hancur, lagi?" tanya Cara.

Gala memutar badannya sembilan puluh derajat, berhadapan dengan Cara.

Ia meraih pipinya. "Jelas enggak, Mel. Tapi—"

Cara melepas tangan Gala dari pipinya. Lalu, ia menggenggamnya. "Gal, aku bakal terus ada di samping kamu supaya kamu punya alasan kuat kenapa kamu gak boleh kalah sama mereka."

"Kamu itu alasan terkuat kenapa aku masih bertahan ketika dikelilingi sama orang-orang licik kayak mereka, Mel, tapi aku juga manusia. Aku bisa aja putus asa."

Cara menggeleng. "Kamu gak boleh putus asa. Demi aku, Gal. Katanya kita mau tunangan. Kita udah beli cincin. Kamu gak lupa, kan?"

"Kamu juga udah bilang mau nyari tempat buat acara tunangan kita." Cara mengatakan itu dengan senyum yang lebar.

Gala mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Maaf, Mel, gara-gara ini ... acara tunangan kita ditunda."

"Gapapa. Asal jangan dibatalin aja."

"Kita hadapin masalah ini dulu, ya? Satu-satu," sambung Cara.

Gala tersenyum dan mengangguk. "Makan, yu! Kamu kurusan."

Gala menarik tangan Cara tanpa menunggu persetujuannya. Mengapa Gala selalu bilang dirinya kurusan?

Padahal, sejak Gala menghilang Cara menjadi lebih sering makan untuk menghilangkan kegalauan. Bahkan Adam saja pusing melihat mulut Cara yang terus mengunyah sembari melamun.

Cara melepas tangannya dari genggaman tangan Gala. "Gal, masa aku kurusan terus, sih?!"

"Hehe, aku mau pipi kamu chubby." Gala menyengir tanpa dosa.

***

"Hati-hati, Mel. Jangan kebut-kebutan. Langsung pulang, jangan ke mana-mana lagi. Jangan ketemuan sama cowok. Jangan genit, nanti aku gigit!"

"Bawel. Udah sana masuk!" titah Cara.

Gala membuka pintu pagar. Namun, ia tidak langsung masuk. "Buruan jalan!"

Cara melambaikan tangannya. Lalu, ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Setibanya di rumah, Cara langsung mandi. Setelah itu, Cara duduk di tepi kasur sembari memandangi gelang emas yang melingkar di tangan kanannya. Gala yang memberikannya. Cara terharu dengan ucapan Gala ketika memberi barang ini.

"Waktu SMA aku beli gelang ini pake gaji pertama aku. Aku kerja buat beliin kamu gelang emas. Ya ... aku bisa aja minta uang ke ibu, tapi aku mau beliin barang berharga buat kamu pake uang hasil kerja keras aku. Gelang emas ini gramnya gak besar, tapi perjuangan aku cukup besar buat beli barang ini."

"Sengaja aku gak kasih langsung, aku mau ngasih ini ketika kita udah dewasa. Jadi kalau suatu saat aku mulai naksir sama perempuan lain, aku bisa mikir, 'Lo gak boleh putusin dia. Lo masih harus ngasih gelang ini ketika lo udah dewasa. Beli ini gak gampang.' Padahal, sejak pacaran sama kamu sebenernya aku gak naksir sama perempuan lain."

Cara tertawa kecil. Model gelangnya sedikit kuno. Namun, karena Gala yang memilihkannya, Cara menyukainya. Pilihan Gala sedikit nyeleneh, tetapi Cara memandangnya itu unik.

"Ngapa lo senyum-senyum gitu?" tanya Momo yang tengah berdiri di depan pintu kamar Cara yang terbuka.

Cara menurunkan tangannya dan menurunkan baju di bagian tangannya agar gelang itu tertutupi. Namun, Momo sudah terlebih dahulu melihatnya.

Momo menghampiri Cara. "Widihh, gelang dari nenek moyang siapa, tuh? Kuno amat."

"Nenek moyang gundulmu!"

"Dari Gala? Gak mungkin. Dia, kan, seleranya tinggi." Momo mengetuk dagunya berkali-kali. "Ohh, lo punya sugar daddy, ya?! Lo jadi simpenan aki-aki?!"

Cara mendekat dan celingak-celinguk. Cara berbisik, "Iya, gue selingkuh."

To be continued

1×0=0 (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang