12 Juni
Rutinitas. Rutinitas yang Albedo jalani sangatlah membosankan, hari-hari milik Albedo terasa seperti monokrom, tidak adanya warna dalam hidupnya, tidak ada kesenangan yang mengisi harinya seperti dulu kala.
Albedo dipercaya oleh keluarganya. Sebagai seseorang yang terlahir dari kedua orang tua yang jenius, Albedo harus mengikuti jejak-jejak mereka. Dia dipaksa oleh orang tuanya untuk belajar, belajar, dan belajar. Mimpi milik Albedo sendiripun harus ia pendam. Albedo yang memiliki hobi untuk melukis ini ingin sekali menjadi sebuah artist, ia ingin menggambar pemandangan-pemandangan indah di kanvas besar, dan ia pajang. Tetapi sudah pasti jawaban dari kedua orang tuanya adalah tidak. Mereka memaksa Albedo untuk menjadi seperti mereka, menjadi seorang dokter yang menyelamatkan banyak jiwa-jiwa.
Albedo tidak diberikan waktu bebas sama sekali, hanya saat tidurlah ia merasa bebas. Bagaimana tidak, sekolahnya dimulai di pukul tujuh, dan sebelum pulang ke rumahnya ia harus menjalani ekskul bahasa Inggris terlebih dahulu. Setelah itu ia harus melakukan kursus matematika dan fisikanya. Saat di rumahpun ibunya menyuruh untuk belajar lagi. Teman-teman Albedo juga heran, apakah Albedo baik-baik saja seperti ini? Yang sudah pasti tidak, ia membutuhkan kebebasan juga.
Sampai pada suatu hari, Albedo sudah menyelesaikan hari dengan rutinitas seperti biasanya, dan ia pergi untuk tidur di alas berwarna merahnya. Seketika, ia berada di sebuah taman, terteduh oleh sebuah pohon besar yang berada di tengah taman itu. Albedo melihat ada sebuah patung dengan seorang Dewa? Tentu saja ia tidak mengerti siapa itu. Sepertinya dia ada di dunia lain, di dunia yang belum pernah ia liat sebelumnya di mana saja. Pakaiannya yang semula-mula hanyalah sebuah kaus biasa dan celana pendek, berubah menjadi sangatlah berbeda. Rambutnya yang semula pendek, menjadi agak panjang dan dikuncir.
Sebuah benda menepuk-nepuk bahu milik Albedo, Albedo yang terkejut dengan tepukan tersebut langsung menoleh ke belakang. Insan warna hijau muda milik Albedo bertemu dengan sebuah insan berwarna biru.
Manusia yang memiliki insan berwarna biru itu menyapa Albedo dan bertanya. "Hai hai! perkenalkan nama saya [Name] Vorstella, ku lihat-lihat kau belum pernah berada di sini?"
Albedo diam sejenak, memandang wajah perempuan itu dulu, Albedo pangling. "a-Ah iya, saya baru di sini."
"Ayuk ke sini, ku akan membawamu pergi ke kota utama negara ini!"
Sifat ceria dari [Name] ini mampu membuat Albedo terkejut, ia tak menyangka bakal ada manusia seceria ini, selama ini di sekolahnya ia hanya melihat orang-orang dengan sifat dingin, cuek, dan kasar.
[Name] yang bingung karena Albedo diam, langsung saja menariknya untuk berlari menuju ke kota utama negara Mondstadt, yaitu.. Mondstadt, sendiri.
Albedo, karena senang dengan sifat [Name] [Name] yang ceria ini, tidak menolak genggaman tangan [Name] dan malah memperkuatnya.
Bulan-bulan berlalu di dunia itu, mereka mulai nyaman dengan satu sama lain. Pada hari ini Albedo memutuskan untuk menyatakan cintanya kepada [Name]. Albedo mengajak [Name] untuk pergi ke taman di mana mereka pertama kali bertemu.
"[Name], aku senang karena kehadiranmu, selama ini aku merasakan kesepian. Tetapi setelah bertemu denganmu aku merasa sangat bahagia, kesepian itu menghilang, karenamu. Aku cinta kamu."
[Name] tersenyum dan sedikit air matanya mulai turun. Dia sudah tau hal ini akan terjadi lagi. "Aku cinta kamu juga, Albedo. Kamu sudah terlihat lebih bahagia daripada waktu aku pertama kali melihatmu, semoga kamu akan terus bahagia, ya? Dan yang terakhir, semoga kamu ingat, mengakhiri bukan berarti menyelesaikan."
12 Juni
Setelah itu, Albedo terbangun dari mimpi panjang miliknya. Dia tidak mengingat apapun yang terjadi kemarin, dan juga yang ada di mimpinya. Kebahagiaan miliknya langsung menghilang. Dia mulai melakukan rutinitasnya seperti biasa sampai dia pulang sekolah. Membosankan, itulah yang dia pikir, lagi. Sampai di rumahpun dia hanya dimarahin lagi oleh orang tuanya, dia sudah sangat tertekan karena keadaan. Dia sangat amat ingin mengakhiri hidupnya hari ini, dia ingin tidur dengan tenang.
Sebelum itu, dia terpikir oleh perkataan seseorang yang tak ia ketahui, tapi dia merasa bahwa dia mengenalinya. "Mengakhiri bukan berarti menyelesaikan." Karena kalimat tersebut, dia mulai merasa agak bingung, apakah ini adalah pilihan yang tepat? Tetapi karena dia sudah terlalu lama menahannya, dia sudah yakin, akan melakukannya.
Sebuah pisau ia tancapkan ke perut miliknya sendiri. Darah-darah mulai berceceran ke lantai, dan diri dia sendiri pun mulai jatuh. Kesadarannya hilang dan dia mulai tertidur di darah merah miliknya sendiri. Semoga dia mendapatkan mimpi yang indah.
.
.
."Hai Albedo.. perkenalkan saya [Name] Vorstella. Kita sudah bertemu mungkin ke ratusan atau ribuan kalinya."
Seorang perempuan langsung memeluk sosok Albedo yang sedang tertidur di sebuah pohon besar, dia memeluknya, sambil menangis tanpa berhenti.
"Sepertinya jika bahkan selamanya aku mencoba, pilihanmu tak akan berubah ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Genshin Oneshots II
FanfictionFinished. Semi-baku Kumpulan oneshots dengan character dari Genshin Impact ke-2 (⸝⸝⸝'꒳'⸝⸝⸝) 2 Admins jadi penulisannya akan berubah-berubah Writing : -Oneshoots -Drabbles -Scenario [Mostly Oneshoots] Kebanyakan menggunakan modern AU