Happy readinTe
Satu bulan telah berlalu setelah kejadian Amara masuk rumah sakit. Amara pun menjalani kehidupannya seperti biasanya hanya saja ia semakin berusaha untuk menghindar dari Rafa dkk. Bukannya takut, hanya saja Amara malas bila harus berurusan dengan Rafa yang ia yakini laki-laki itu pasti akan mencari masalah dengannya.
Amara kini tengah berada di depan gedung rumah sakit bersama dengan Reza dan juga Zerin. Mereka bertiga akan menjenguk Amira yang sudah sadar sejak tiga hari yang lalu. Memang Amira telah di pindahkan di rumah sakit yang ada di Jakarta oleh Ricky sejak tiga Minggu yang lalu.
Amara senang tentu saja. Dia sangat bahagia mendengar saudara kembarnya itu telah sadar setelah koma satu tahun lebih. Sebenarnya sudah sejak tiga hari yang lalu ia ingin mengunjungi saudari kembarnya itu. Namun, baru bisa tercapai sekarang.
Lima belas menit kemudian, mereka sudah tiba di ruang tempat Amira di rawat. Lebih tepatnya ruang VVIP.
Tok tok tok
Reza mengetuk pintu ruang itu, dan tak lama kemudian terdapat suara seseorang yang menyuruh mereka untuk masuk. Mereka bertiga pun masuk bersama.
Sesampainya di dalam bisa Amara lihat, disana terdapat Ricky yang sedang mengobrol dengan seorang gadis yang mirip dengan dirinya. Orang yang benar-benar Amara rindukan dan Amara tunggu kesadarannya.
Amara mendekati brankar Amira, ia tersenyum manis kepada Amira. Walaupun matanya sudah berkaca-kaca karena merasa terharu. Amara hendak memeluk Amira, namun ketika ia merentangkan tangannya. Amira malah mendorong Amara, membuat gadis itu terkejut sekaligus menatap Amira bingung.
"Lo... ngapain lo kesini, hah?" teriak Amira yang membuat Amara terkejut.
Begitu pula dengan Ricky, Reza dan Zerin. Mereka terkejut akan reaksi Amira yang seakan tidak terima kedatangan Amara.
Amara kembali mendekati Amira, "Mir, lo kenapa?" tanya Amara suaranya terlihat bergetar meskipun wajahnya masih tersenyum manis menatap Amira.
"Ini semua gara-gara lo tau gak? Kalau lo gak bully Melia terus, gue gak bakalan kayak gini. Mereka gak bakalan nyalahin dan siksa gue, dan gue gak bakal jatuh dari balkon dan masuk rumah sakit sampai koma gini. Untung gue masih hidup, kalau gue mati gimana, AMARA?"
Hati Amara mencolos ketika mendengar ucapan Amira, buliran air bening yang sejak tadi ia tahan pun keluar menetes membasahi pipi Amara.
"Mir"
"Lo gak tahu kan, pas gue di siksa sama mereka gimana? Sakit Ra, sakit. Mereka nuduh gue ngebully Lia padahal gue sama sekali enggak ada nyakitin Lia sedikitpun" ucap Amira.
Amira masih mengingat jelas saat semua orang yang di sayangnya memarahi dirinya karena telah membully Melia. Padahal selama ini dirinya tidak pernah membully Melia. Justru Amara lah tidak menyukai Melia dan ia kadang melihat kakak kembarnya itu kerap berlaku kasar kepada Melia. Sebab itulah ia menyimpulkan jika keluarganya mungkin mengira dirinya telah membully Melia padahal Amara lah yang melakukan itu semua. Dan tentu saja Amira tidak terima. Ia merasa marah pada keluarganya khususnya Amara. Ia benci Amara.
"Pergi aja lo, sana. Gue muak liat muka lo. Gue gak mau liat lo lagi, gue benci" Amira, gadis itu menatap Amara benci.
Amara yang sudah tak tahan pun akhirnya memutuskan untuk pergi. Zerin yang melihat Amara pergi pun ingin menyusul, namun di tahan oleh Reza.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMARA [END]
Short StorySUDAH TERBIT | tersedia di Google play store dan playbook bersama Eternity publishing #BELUM direvisi Bermula dari seorang gadis bernama Amara sherllya Smith yang merasa di asingkan oleh keluarga serta orang-orang yang disayanginya. Mereka lebih m...