"Saya mendukung Anda, Nona Zhang. Anda sudah memberanikan diri untuk orang lain, jadi mengapa takut memperjuangkan diri sendiri?"
Ling menahan napas. Dining room mengabur di penglihatannya sampai Xiang saja yang tampak jelas. Pria muda itu terus menatapnya seakan-akan mereka tengah berlomba siapa yang paling lama mempertahankan kontak mata. Kenyataannya tidak demikian; Xiang sedang menunggu tanggapan Ling, jadi sebaiknya Ling tidak mengulur waktu.
"Saya—"
Masalahnya, baru mau buka suara, air mata Ling sudah menetes satu. Meskipun bisa menahan tangis, ia tipe orang yang tanggulnya akan bobol jika sudah lubang sedikit. Satu air mata itu memicu kawan-kawannya untuk keluar juga, sekaligus melengkungkan bibir Ling turun. Untung saja hari ini mekapnya waterproof, jadi paling-paling, Xiang cuma akan dikagetkan muka meweknya alih-alih riasan luntur.
"Saya takut," isak Ling sembari menyembunyikan wajah di balik telapak tangan. "Saya tidak ingin disentuh seperti itu olehnya, tetapi kalau saya bilang 'jangan', apa yang akan terjadi?"
Yang membalas Ling hanya derit kaki kursi dan ketukan sol sepatu. Berikutnya, udara di sisi Ling menghangat. Tangannya disentuh, lalu diturunkan perlahan-lahan ke pangkuan. Ia sama sekali tidak melawan.
Rupanya, Xiang sudah berpindah duduk ke samping Ling. Ia menghapus hati-hati air mata yang mengaliri pipi Ling dengan tisu yang dilipat rapi. Tisu itu lantas diserahkannya pada sang duta Fenghuang—yang kini menjelma seorang perempuan biasa.
"Jangan ditahan atau ditutup-tutupi, nanti sesak. Ruang ini privat; hanya saya yang akan mendengar Anda."
Dengan itu, Ling pun pecah berkeping-keping.
***
Setelah menghabiskan makanan dan memungkasi cerita, Ling dan Xiang keluar ruang VIP. Ling sudah me-retouch mekapnya secara kilat di toilet sebelum pulang, juga mengatur mimiknya supaya tidak tampak seperti baru menangis di depan para pegawai restoran. Diikutinya Xiang menuju kasir, lalu ia mengeluarkan kartu debet, menyusul Xiang yang sudah mengangsurkan kartunya duluan. Si kasir dan Xiang memandang kartu Ling bingung.
"Tagihannya sudah dibayar jadi satu, Nona," ucap si kasir.
"Oh, maaf." Ling menarik kartunya kembali, tetapi kemudian sadar dan menoleh kaget pada Xiang. "Anda membayar semuanya?"
Xiang mengiakan. Matanya menyipit, menunjukkan bahwa ada senyum di balik masker yang sekarang dikenakannya.
"Saya pikir traktiran adalah cara menghibur yang umum," katanya pada Ling yang terenyuh. "Lagi pula, saya tidak mau dompet saya dibakar."
Awalnya, Ling tidak mengerti maksud Xiang. Namun, setelah Xiang menerima kartunya kembali dari kasir, sekonyong-konyong Ling teringat percakapannya dengan Wei di Wanhuazhen soal tahu Mapo. Matanya langsung melebar dan ia memekik sebelum masuk mobil Xiang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kevin Huo's Proposal ✅
ChickLitBerkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer berminat pada kecantikannya, mereka harus bekerja sesuai kecepatannya. Karena itu, ia tidak pernah menjalin kontrak dengan perusahaan besar...