"Zhang Ling," selain suara Xiang ini, Ling mendengar suara kotak dibuka, "jika menurutmu, seseorang harus jatuh cinta berulang kali sebelum menemukan orang yang tepat, dengan siapa dia menghabiskan sisa hidup, maka aku harusnya terus meragu tentangmu. Seperti katamu, kamu adalah cinta pertamaku, yang mungkin tak akan kukenang lagi ketika menemukan orang baru."
Ling menelan ludah lagi.
Betapa aku tidak suka pemikiran Feng Xiang mencintai gadis selainku, tetapi dia ada benarnya. Cinta pertamaku semasa sekolah tak lagi meninggalkan jejak dalam kehidupanku, jadi siapa aku memaksa Feng Xiang untuk terus mengenang cinta pertamanya?
"Namun, aku benci membayangkan diriku bersama wanita yang bukan kau. Aku ingin waktu kita abadi. Aku ingin berjuang bersamamu, seperti kita telah berjuang selama setahun terakhir, Zhang Ling."
Terkejut Ling ketika tangan Xiang tiba-tiba lewat di depan wajahnya, lalu turun ke lehernya ... mengalungkan sesuatu. Sesaat kemudian, sensasi dingin logam telah terlingkar di seputar leher hingga dada Ling, sementara lengan Xiang yang liat melingkari pinggang ramping sang peragawati. Xiang mencium tengkuk Ling dari belakang, lalu berbisik memohon ke telinga perempuan yang dicintainya.
"Jadilah yang terakhir untukku."
Layar LED menampilkan adegan terakhir fashion film, di mana Ling menyambut tangan Xiang–
"Jadilah sayapku, sekali lagi seperti di Jiulong, tetapi kali ini untuk selamanya."
–dan terbang melintasi air terjun Jiulong yang bersimbah cahaya, berdua, menuju nirwana yang menyatukan cinta mereka.
Masih merasa di awang-awang, Ling mengangkat liontin kalung yang dipasangkan Xiang. Terbuat dari emas, rantai kalung digantungi sayap kecil yang hanya sebelah. Sekonyong-konyong, Ling teringat bagaimana namanya dan Xiang ditulis; dalam karakter nama mereka, terdapat simbol bulu sayap burung yang sama persis, hanya berbeda bunyi.
Pertemuan mereka mungkin telah digariskan semesta sejak mereka lahir.
"Zhang Ling, menikahlah denganku."
Darah Ling berdesir-desir, berebut naik ke kepala, lalu merosot lagi, bergantian sebagaimana detak jantungnya saat ini. Bukan lagi kupu-kupu yang mengepak dalam perutnya, melainkan seekor fenghuang utuh yang bersayap agung. Tangan Ling yang semula memegang liontin gemetar, membiarkan sayap emas kecil kembali menggantungi dadanya, lalu tangan itu menutup bibir yang mati-matian menahan rasa.
Aku mestinya takut. Belakangan, orang-orang lebih menggaungkan buruknya pernikahan dibandingkan baiknya ... tetapi dengan Feng Xiang, mengapa aku cuma merasakan kebahagiaan dan keberanian?
"Feng Xiang." Inginnya memanggil Xiang seperti biasa, suara Ling keluar menjadi isakan tanpa tangis. "Aku ingin melihat wajahmu .... Bolehkah lepaskan aku sebentar?"
Sesuai mau Ling, dengan berat hati Xiang menarik diri. Ling pun berbalik, mengalungkan lengannya ke leher Xiang, secara bersamaan membawa lelaki itu mendekat–dan tanpa tedeng aling-aling mencium lama bibir Xiang. Ia menyudahi ciuman itu dengan decap yang tak malu-malu, lalu ketika Xiang masih tersengal-sengal, ia menyembur.
"AKU MAU! Aku mau menjadi istrimu, aku mau melahirkan anak-anakmu, aku mau memijatimu kalau kau pegal habis pemotretan, aku mau memasakkanmu bakso ikan dan menyeduhkanmu cokelat panas, aku mau semuanya!"
"Whoa, whoa, tenang," kekeh Xiang. Ujung jemarinya yang menutup bibir Ling terasa panas. Wajahnya merona merah sampai telinga. "Jadi, kau menerimaku?"
"Ya, sangat!" Tertawa gembira, Ling merangkul Xiang erat-erat. "Terima kasih banyak sudah memberiku jawaban yang terbaik! Aku sangat, sangat mencintaimu, Feng Xiang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kevin Huo's Proposal ✅
ChickLitBerkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer berminat pada kecantikannya, mereka harus bekerja sesuai kecepatannya. Karena itu, ia tidak pernah menjalin kontrak dengan perusahaan besar...