"Aku cuma punya Kak Mei sebagai kakak perempuan, tetapi kalau begini, seperti aku punya tiga lagi saudari? Kau, Kak Yang, dan si cebol begitu peduli dengan pertumbuhan Xiaoniao sampai memberikannya macam-macam! Terima kasih banyak!"
Wei memicing. "'Saudari', katamu?" ulangnya kurang senang, tetapi wajah gembira Ling membuatnya gagal marah. "Asal tahu saja, yang boleh memasak buat perempuan hamil dalam keluarga bukan cuma perempuan."
"Ya, ya, aku mengerti," ujar Ling sambil membukai kotak makan. "Kita makan berdua, yuk, Kak Mei! Eh, Nek, kalau kau belum makan, bergabunglah dengan kami!"
"Aku sudah makan dengan Feng Tian. Sebentar lagi, aku harus menemui bagian produksi," tandas Wei. "Makanlah dengan baik. Kau sudah berusaha keras hari ini."
Wei sebelum peluncuran koleksi Fenghuang tidak menunjukkan rasa terima kasihnya sesering ini pada Ling, tetapi mungkin ia terinspirasi dengan kehangatan interaksi Feng bersaudara sehingga tak lagi malu mengungkapkan perasaannya pada sang kakak. Ling mengacungkan jempol berhubung mulutnya penuh nasi; matanya melengkung seakan menggantikan mulutnya tersenyum.
"Omong-omong, terlambat kalau mau menyuruh Feng Xiang pulang," kata Wei sebelum berjalan ke pintu. "Dia sudah di sini."
Hampir saja Ling tersedak.
"EH?! GANTENGKU?!"
Menoleh ke arah Wei berjalan, Ling menemukan sang adik menepuk akrab bahu Xiang yang melangkah berlawanan arah. Kehadiran Xiang–seperti biasa–langsung menggemparkan seisi studio.
"Aduh, ada yang jemput istri!"
"Ini dia suami idaman!"
"Nyonya Zhang, Anda sungguh bikin iri!"
Xiang mengangguki dan menyapa balik staf-staf yang menyapanya, tetapi dengan segera menemukan Ling–yang berjalan menujunya sembari mengangkat rok sedikit, tidak sabaran.
"Hati-hati, Zhang Ling." Xiang memperingatkan. Kedua lengannya membuka begitu Ling cukup dekat. Ling setengah melemparkan dirinya pada Xiang, lalu lengan pria itu secara otomatis merangkul Ling, bagai sembrani bertemu besi. Ketika Ling melepaskan dekapan, Xiang masih mengusap-usap pipinya dengan sayang.
Namun, dari jaraknya sekarang, Ling menyadari sesuatu dan tertawa geli karenanya.
"Mukamu bengkak, tuh. Pasti habis ketiduran di mobil."
Xiang spontan menyentuh wajahnya yang agak licin karena berminyak, khas orang bangun tidur. Ia meringis. "Sepertinya lumayan lama aku ketiduran. Muka bantalku jelek sekali, ya?"
"Aduh, justru muka bantalmu itu yang bisa bikin gadis-gadis menggila." Ling menggandeng Xiang. "Aku mau makan siang sama Kak Mei. Ayah sudah makan?"
Xiang terkekeh mendengar panggilan Ling padanya. Ia lupa bahwa mereka sudah menyandang status baru sebagai orang tua dan, karenanya, saling memanggil dengan cara yang baru pula.
"Ya, sudah ... Bunda. Aiya, akan sulit terbiasa dengan panggilan baru ini."
"Harus terbiasa, dong. Tunjukkan kalau kita bangga jadi orang tuanya Xiaoniao."
Ling dan Xiang kemudian duduk di sofa yang sebelumnya Ling duduki seorang diri. Xiang mengangguk santun kepada Mingmei yang melambai santai, sibuk mengunyah. Ling mengikuti Mingmei, melanjutkan bersantap sambil menanyakan kondisi sang suami serta bagaimana syuting drama kemarin.
"Cuaca di Teluk Yalong tidak bersahabat, jadi rencana mendadak diubah menjadi syuting adegan indoor. Banyak orang belum mempersiapkan diri untuk pengambilan adegan itu, termasuk aku, tetapi sutradara memaksa, jadilah beberapa kali retake," cerita Xiang. "Namun, begitu kami syuting adegan outdoor yang memang sudah dipersiapkan, segalanya berjalan lancar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kevin Huo's Proposal ✅
ChickLitBerkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer berminat pada kecantikannya, mereka harus bekerja sesuai kecepatannya. Karena itu, ia tidak pernah menjalin kontrak dengan perusahaan besar...