Ketika Ling kembali menatap panggung, ia bersitatap dengan Yang yang tersenyum lembut kepadanya. Itu berbeda dengan senyum penuh rahasia dan tuntutan yang diterimanya saat pertama kali datang ke Kevin Huo. Ling menyenyumi lelaki itu balik.
"Waktu saya telah selesai. Nona Zhang, Tuan Zhang, panggung ini untuk Anda berdua."
Hadirin kembali bertepuk tangan ketika Yang turun panggung, tetapi tepuk tangan itu lebih ditujukan untuk Ling (yang kebingungan) dan Wei (yang panik). Dasarnya introvert dan sering demam panggung, Wei mendorong-dorong Ling untuk naik panggung.
"Kau sajalah yang maju."
"Aiya, kau tidak dengar Feng Yang memberikan panggungnya untuk kita berdua?" tandas Ling. Namun, Wei tampak begitu putus asa sehingga Ling mendesah kasar. "Pastikan kau merekamku buat dikirim ke Ayah-Ibu dan Kak Mei."
Begitu Ling menyanggupi untuk maju, wajah Wei langsung bercahaya. Ia buru-buru mengeluarkan ponselnya. "Serahkan saja padaku."
Spotlight terus menyorot Ling yang berjalan naik panggung dan meraih mikrofonnya.
"Terima kasih banyak atas kesempatannya, Direktur Feng, dan itu bukan untuk malam ini saja. Sejak mengundang kami berdua dalam keluarga besar Kevin Huo, Anda telah memberikan peluang besar yang tak pernah kami impikan sebelumnya. Bekerja bersama Kevin Huo merupakan pengalaman berharga–"
Ling selanjutnya menuturkan naik-turunnya bersama Kevin Huo–dan bagaimana ikatannya dengan segala pihak dari Kevin Huo membantunya menembus badai berulang-ulang. Ia lantas kembali berterima kasih: kepada orang tuanya, Wei, Mingmei 'satu-satunya manajer yang mampu menghadapinya', semua staf Kevin Huo, Tian 'karena telah membimbing Wei dan menerimanya', serta ....
"Feng Xiang."
Tanpa embel-embel formal sebagaimana ia berterima kasih pada pihak lain, Ling memanggil Xiang. Ia dapat menemukan pria itu meskipun dalam gelap, tetapi spotlight membantunya dengan menyinari Xiang kemudian.
Xiang membalas tatapan penuh syukur Ling dengan senyum yang indah. Senyum itu tidak pernah keluar di depan kamera studio, kecuali jika Ling disorot kamera yang sama–seperti saat ini.
"Terima kasih banyak telah menjadi sahabat terbaikku," sambung Ling. "Aku sungguh beruntung dipertemukan denganmu."
Para tamu menjadi riuh oleh ungkapan tulus ini. Ling tidak mau tahu apakah pujian atau prasangka yang ada dalam keriuhan itu. Sesekali, alih-alih menyembunyikan perasaannya, ia ingin mengungkapkan kepada khalayak, sebesar apa perasaannya untuk Xiang.
"Nona Zhang, wajah Anda merona dan tatapan Anda untuk Tuan Feng lembut sekali," goda pembawa acara. "Beliau pasti sahabat yang amat berharga, bukan?"
"Oh, siapa perempuan yang tidak merona dan menatap lembut kalau dihadapkan dengan pria sehebat Tuan Feng? Namun, saya tentu ada bedanya dengan perempuan-perempuan lain." Ling tahu ke mana pembawa acara mengarahkan pembicaraan ini, maka ia putuskan ikut bermain. "Saya cukup percaya diri bahwa saya adalah satu-satunya wanita yang bisa membuat Tuan Feng 'merona dan menatap lembut' balik. Bukan begitu, Tuan Feng?"
Hadirin semakin heboh. Dari panggung, Ling bisa melihat Wei menggesek-gesekkan telunjuknya secara diagonal ke dahi: gestur untuk 'sinting'. Tian diam-diam berpura-pura mau muntah. Yang tersenyum terhibur sambil bertepuk tangan sunyi alih-alih bersikap mengadili, sementara Xiang tertawa salah tingkah.
"Memang ratu fenghuang satu ini luar biasa!" Pembawa acara dengan tergesa-gesa turun panggung. "Mari kita konfirmasi langsung pada Tuan Feng!"
Senyum Ling menipis ketika Xiang menerima mikrofon dari pembawa acara. Gadis itu mendadak tegang setelah menyadari kalimatnya mungkin terlalu genit untuk diungkapkan di atas panggung formal after party–yang bisa mencederai reputasi banyak orang sekaligus, termasuk Xiang. Hal menegangkan lainnya ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Kevin Huo's Proposal ✅
ChickLitBerkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer berminat pada kecantikannya, mereka harus bekerja sesuai kecepatannya. Karena itu, ia tidak pernah menjalin kontrak dengan perusahaan besar...