21

1.8K 212 8
                                    

"Uraume, aku menyayangimu."

"Aku juga sama, (Name).."

"Bagaimana kalau kita terpisah?"

"Maaf, aku bukan orang yang pesimis seperti dirimu."

"Tapi aku benar.."

"Aku tidak percaya pada sesuatu yang tidak ku lihat sama sekali."

*****

Raga terduduk di teras kuil, kepala menengadah menatap beberapa helai daun yang berguguran.

Ah, musim gugur telah menyapa. Wanita itu mengambil nafas dalam, menikmati setiap detik waktu yang terlewati.

Lagi, ia ditinggalkan sendiri. Tak perlu diberitahu alasannya pun (Name) sudah tau. Sukuna pergi membantai penyihir yang ingin memusnahkannya lagi.

Sesungguhnya batinnya terasa nyeri sedari tadi. (Name) kesulitan bernafas. Kedua tangan yang memegangi cangkir teh itu sedikit gemetaran. (Name) sebenarnya khawatir pada keadaan Sukuna dan Uraume.

Angin makin bertiup kencang menerpa wajah ayunya, (Name) terkesiap merasakan eksistensi seseorang tengah mendekat ke arahnya.

"Hm? Siapa? Setahuku tidak ada seorang pun yang bisa menembus pelindung kuil disini." (Name) menyeru, suaranya terdengar tegas sekali. Menatap sayu ke arah sumber suara. Pertanyaan yang tak berguna, padahal ia sudah tau siapa dihadapannya kini.

"Selamat siang, mama.." Suara kanak-kanak itu kini telah berganti sedikit lembut dan dewasa.

(Name) tersenyum tipis dengan netra menyipit ke arah lawan bicara.
"Bagaimana harimu, Kai?"

Kaindra menggigit bibir, berusaha sekeras mungkin untuk tidak mengeluarkan airmatanya di hadapan ibunya.

"Baik.." Jawabnya singkat.

"Kau tidak mau duduk dulu? Kai tidak mau menceritakan keseharianmu disana? Bagaimana mereka memperlakukanmu? Apakah baik? Kau suka berada disana? Makanmu teratur kan? Kai kan anak pintar, sudah pasti punya banyak teman, iya kan? Ayo duduk dan ceritakan semuanya pada mamaa.." Rentetan pertanyaan rindu menelusup gendang telinga Kaindra. Batinnya seketika merasa pedih mengingat ia harus menyegel sang ibu hari ini.

"Maaf, tapi aku hanya mampir sebentar." Cicit pemuda itu.

(Name) tersenyum memaklumi.
"Ah~ Kai pasti cukup sibuk ya, tidak apa. Mama cukup mengerti."

Detik itu juga rasanya Kaindra tidak bisa menahan derasnya airmata yang menghujam dirinya. Kaindra menangis, menangis tanpa suara.

"Kenapa menangis? Apakah perkataan mama menyakiti Kai lagi?" Kedua alis pendamping Sukuna itu mengernyit heran, menatap sang buah hati bingung.

"Maaf mama, aku tidak pantas kau sebut sebagai anakmu." Lirihnya.

"hmm.. Begitu ya?" Lagi-lagi (Name) tersenyum membuat batin Kaindra terenyuh nyeri.

"Papa sudah disegel.. Maaf mama, tapi kau juga harus aku segel." Berterus terang lebih baik. (Name) hanya tersenyum memaklumi.

"Tolong lakukan dengan lembut.." (Name) mendekat, memeluk erat sang buah hati.

𝐇𝐈𝐃𝐄 𝐀𝐍𝐃 𝐒𝐄𝐄𝐊 [𝐒𝐮𝐤𝐮𝐧𝐚𝐱𝐘𝐨𝐮]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang