7.

27 6 0
                                    


Zoe meletakkan tubuh gadis yang sudah tidak sadarkan diri itu diatas ranjang king size yang ada di penthousenya. Melepaskan alas kaki gadis itu kemudian menyelimutinya dengan sehelai selimut. Selesai menyelimuti gadis itu, Zoe hendak menuju kamar mandi namun langkahnya terhenti ketika menyadari sesuatu. Dia kembali menghampiri gadis itu, memperhatikan dengan seksama memar merah yang ada di leher gadis itu. Dia tidak ingin berpikiran buruk kepada Aldrich, namun dugaannya hanya tertuju pada pria itu. "Dasar gadis bodoh." Gumamnya dalam hati.

Zoe mengurungkan niatnya untuk pergi mandi. Dia duduk di sisi ranjang tepat di sebelah tubuh gadis itu. Matanya tertuju pada wajah polos milik Zara. Tanpa sapuan makeup dan hanya bermodalkan pelembab bibir, gadis itu sudah terlihat sangat menarik dan Zoe yakin setiap pria yang melihatnya pasti akan terpesona. Kulit halus, pipi dengan rona merah alami, bibir merah, bulu mata lentik, hidung mancung dengan ujung yang lancip, alis mata yang terbentuk sempurna dan mata indah yang tetap terlihat indah bahkan ketika gadis itu sedang menutup matanya.

Perlahan Zoe mengangkat tangannya dan mencoba menyingkirkan beberapa helai rambut yang berkeliaran diwajah gadis itu. "Aku penasaran pada akhirnya siapa yang akan masuk ke dalam keluarga Smith. Apakah Ellen Corde atau Zara, putrinya?" Gumam Zoe dalam hati sambil tersenyum sinis.

Setelah merasa puas menikmati wajah cantik gadis itu, Zoe pun bangkit berdiri. Dia akan mandi sebelum dia kembali mengurus masalah pembunuh yang masih menjadi misteri.

Baru saja dia sampai ke dalam kamar mandi, ponselnya berbunyi. Zoe dengan cepat melilitkaan handuk di tubuhnya, kembali keluar dari kamar mandi untuk mengambil ponselnya. "Ada info terbaru?"

"Ayahmu sedang berencana menghancurkan data kasus itu."

Zoe cukup kaget. "Maksudmu ayahku tahu mengenai kebenaran kasus itu? Ayahku terlibat?"

"Kurang lebih seperti itu." Sahut salah seorang kepercayaan Zoe dari seberang sana.

Zoe tidak bisa menutupi keterkejutannya. "Cari tahu apa hubungan ayahku dalam kasus ini, dan kau harus lebih cepat mendapatkan data itu. Jangan sampai ayahku menghancurkannya terlebih dulu. Aku akan membayar berapa pun yang kau mau." Zoe pun segera mengakhiri panggilan itu.

Pikirannya kacau begitu saja. Keinginannya untuk mandi, hilang begitu saja. Dia mengambil cerutunya kemudian berjalan menuju balkon penthouse. Dia berusaha menyingkirkan pikiran buruknya tapi tetap saja pikiran buruk itu yang selalu muncul di otaknya. "Tidak mungkin. Tidak mungkin Keenan Smith yang membunuh Erick Hathway. Tidak mungkin."

Zoe semakin larut dalam pikirannya ketika samar-samar dia mendengar suara ponsel berbunyi. Bukan ponselnya, berarti ponsel gadis itu. Zoe kembali masuk ke dalam kamar, mengambil ponsel dari dalam tas gadis itu. Panggilan dari Aldrich. Zoe tertawa sinis membaca nama pria itu di ponsel milik Zara. Zoe tidak ada niat menjawab panggilan itu, dia malah menonaktifkan ponsel gadis itu.

Menatap sekilas wajah gadis itu dan seketika pikirannya kembali kacau.

***

"Dasar anak nakal. Berani-beraninya dia tidak menjawab panggilanku?" Geram Aldrich menahan kesal.

Baru saja dia ingin meletakkan ponselnya, panggilan dari Zefanya masuk. "Kita bertemu besok?" Tanyanya tanpa basa-basi.

"Aku yang menelfonmu, kenapa seolah-olah kau yang punya kepentingan?" Sahut Zefanya dari seberang sana.

"Jam 7 malam, James akan mengirim lokasinya." Aldrich benar-benar tidak ingin berbasa-basi.

Zefanya terdengar membuang nafasnya kasar. "Baiklah. Aku tutup. Sampai bertemu besok."

ZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang