12.

39 7 0
                                    


"Kau datang tepat waktu."

"Aku tidak ingin berbasa-basi." Sahut Zoe yang langsung duduk di sofa apartemen Rose.

"Aku tahu, Zoe. Aku sangat mengenalmu." Ujar Rose sambil menyerahkan sebuah flashdisk.

Zoe menerimanya. "Kau sudah membukanya?"

Rose menganggukkan kepalanya. "Apa itu alasanmu mendekati gadis itu?"

"Apa maksudmu?" Tanya Zoe was-was dengan wajah bingung yang tidak bisa ditutupinya.

"Sepertinya kau belum tahu apapun mengenai fakta yang sebenarnya dari kasus itu." Rose menunjuk sebuah macbook diatas tempat tidurnya. "Kau bisa membukanya."

Dengan cepat Zoe bangkit berdiri. Memasukkan flashdisk dan dengan gerakan cepat dia mulai mengamati data itu.

"Kau perlu bantuanku untuk menganalisinya? Walaupun aku ragu. Kau bahkan lebih cocok menjadi putra ayahku dibanding aku yang menjadi putrinya."

Zoe tidak menyahut. Dia terlalu fokus mempelajari data itu sampai akhirnya tubuhnya menegang.

"Tenang saja, aku tidak akan mengatakannya pada siapa pun." Ujar Rose yang sudah bisa menebak jika Zoe sudah menemukan kebenaran kasus itu.

Zoe tidak mampu mengucapkan apa-apa. Otaknya tidak bisa bekerja dengan baik. Dia memang sudah menduga kalau Erick Hathway dibunuh oleh orang-orang kepercayaan keluarganya. Tapi dia benar-benar tidak menyangka jika Keenan Smith yang melakukannya. Ayahnya sendiri yang melakukannya. "Sialan!"

"Zoe?"

"Ternyata pria sialan itu bukan hanya dalang dari kasus ini, tapi dia lah pembunuhnya." Zoe mengepalkan tangannya. "Kau benar-benar akan mati ditanganku." Ujarnya menahan geram.

"Zoe, kau baik-baik saja?"

"Diam! Ayah sialanmu itu ikut terlibat, brengsek!"

Rose terkejut mendengar teriakan Zoe.

"Ayahmu bersekongkol dengan Keenan melakukan kejahatan."

Rose menggelengkan kepalanya. "Kau jangan bodoh, Zoe. Kasus itu sudah ada jauh sebelum ayahku menjabat sebagai direktur FBI."

"Kau yang bodoh. Jelas-jelas ayahmu merahasiakan data ini karena dia tahu fakta yang sebenarnya. Aku yakin mulut ayahmu sudah disumbat dengan uang yang sangat banyak oleh Keenan sialan itu."

Bukannya takut, Rose malah tertawa. "Kalau begitu kita berdua sama-sama anak seorang penjahat."

Dengan Gerakan cepat Zoe mencengkram leher gadis itu. "Kau tahu? Aku memang sudah berencana untuk membunuh ayah sialanku itu. Dan sekarang ayahmu juga masuk dalam daftar orang yang akan kubunuh. Dan kau bisa saja masuk ke dalam daftar itu kalau kau berani bermain-main denganku. Kau paham?"

Rose menganggukkan kepalanya dengan susah payah. Mukanya sudah merah padam menahan sakit dilehernya. Pria itu terlalu kuat mencengkram lehernya.

Dengan gerakan kasar, Zoe melepaskan tangannya dari leher gadis itu.

Rose terbatuk-batuk.

Zoe tidak peduli. Setelah mengambil flashdisk, dia langsung keluar dari dalam apartemen gadis itu.

***

Zara perlahan membuka matanya dan menemukan tubuhnya terbaring diatas karpet dan, "Aldrich?" Gumamnya dalam hati melihat Aldrich masih tertidur dalam posisi duduk. Salah satu tangan pria itu merangkul tubuhnya. Zara mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi tadi malam. "Apa aku mabuk lagi? Dan kenapa Aldrich ada disini?" Zara masih bergumam dalam hati.

ZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang