P R O L O G

7.5K 535 57
                                    

•Brothership•

Call me 'Tan' or 'kak Tan'

Tentang keluarga, mimpi, cinta dan harapan.

Note : prolog hanya berisi potongan scene yang nantinya bakalan kalian temui juga di part seterusnya.

○○》《○○

📌
Harap klik bintang sebelum membaca

Mau cari cerita yang isinya gak cuman tentang cinta? Maka bacalah cerita ini sampai selesai. Mau cari cerita yang memotivasi? Maka baca cerita ini sampai selesai. Kamu lagi punya mimpi tapi insecure? Jawabannya, baca cerita ini sampai selesai. 😊

Aku pernah terjebak di kegelapan, dalam ruang nestapa tanpa jalan keluar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku pernah terjebak di kegelapan, dalam ruang nestapa tanpa jalan keluar. Tertatih tanpa harapan untuk waktu yang cukup lama. Seseorang bicara "Ada besok." - "Ada hari esok yang lebih baik." Ia memaksaku untuk percaya akan kata-katanya, ia laksana cahaya dalam kegelapan itu. Dengan caranya, ia menuntunku untuk tidak menyerah.

Dan tanpanya, aku tidak akan bisa berada di sini.

Ramainya keadaan hari ini di penuhi dengan suara tepukan tangan dari beberapa insan yang mengisi satu ruangan kosong, ruangan tertutup yang di penuhi dengan sinar lampu puluhan watt. Juga di beberapa sudut ruangan tertempel dan terpampang jelas, sebuah banner juga poster dengan tema dan warna yang sama; biru gelap sebagai latar, lalu biru terang sebagai pelengkap.

Terutama sebuah poster landscape besar berwarna biru pekat termaktub kata 'TOMORROW' yang di tempel tepat di belakang para kerumunan manusia, adanya menjadi titik fokus satu orang pria. Dia tersenyum sendu kala melihat itu.

Kakinya maju selangkah lebih dekat, berusaha mengenal lebih jauh puluhan wajah dari orang-orang asing yang berada di sana. Hatinya beberapa kali mengamini, dia percaya bahwa ini bukanlah mimpi. Lalu adanya acungan tangan dari seorang gadis remaja di pojokan kiri, seketika membuat suara tepukan tangan yang sebelumnya memekakan telinga senyap dalam hitungan detik. Dia mengangguk sebagai komando, gadis dengan balutan overall biru muda tersebut melangkah maju dan juga refleks menjadi sorotan semua pasang mata yang berada di sana.

"Izin bertanya, kak." ucapnya berbarengan dengan langkahnya berhenti karena adanya pembatas walaupun cuman tiang pembatas stainless berwarna biru yang dipasang sebagai pemisah antara kerumunan penonton dengan sang tokoh utama dari acara ini. Sambil menggenggam sebuah buku dia bertanya.

"Judul bukunya kan tomorrow, yang artinya besok. Tapi di sini, kenapa kakak kesampingkan kalimat 'hari esok yang tak pernah datang'. Kalau saya boleh tahu, apa maksudnya?"

Detik itu juga si pria. Sosok yang berada di paling depan, dimana dia justru sendirian berhadapan dengan kerumunan banyak orang. Dia tersenyum, kemudian berkata.

"Bagian terakhir dari cerita ini .... akan menjawab pertanyaan kamu."

Sesudah menjawab itu pandangan si pria beralih pada tiga orang yang menempatkan bagian khusus dari beberapa insan yang berkerumun, karena sementara yang lain berdiri dan desak-desakan mereka justru duduk rapih di bagian kanan hampir samping-sampingan dengan posisinya. Tiga orang berarti dalam hidupnya, kini tengah menatapnya dengan sorot teduh seolah-olah kontak mata itu berbicara, kamu hebat.

¤¤¤¤












"Tristan, seperti apa bentuk cahaya di atas langit sana? Kakak hampir lupa. Apa kelihatannya sekecil harapan untuk kakak bisa lihat mereka lagi? Apa intensitas terangnya mampu malampaui harapan kakak saat ini? Kalau iya, tolong gambarkan mereka sekali lagi."

Jovanka

"Kak Tristan rindu... rindu bagaimana kita dulu tertawa dan berlari tanpa mempedulikan akan seperti apa masa depan nanti? Rindu bagaimana kita bermain dan tertawa tanpa pernah mengira bahwa hari ini, detik ini akan menjadi sepahit ini."

Tristan

"Harusnya Jovan sadar kalau hidup itu seharusnya cukup menjadi seperti air. Tidak menentang, hanya mengalir mengikuti takdir. Tapi sama seperti air Jovan bisa menjadi begitu tenang, mengalir terus tanpa terusik. Sampai dia lupa kalau setenang apapun air, bisa menjadi keras pada waktunya."

Jovanka

"Kak, kalau tidak bisa hidup menjadi seperti air. Maka hiduplah seperti batu. Batu yang akan terus berkata. Silahkan pukul aku, silahkan hina aku, silahkan injak aku. Karena aku tidak akan hancur."

Tristan

"Seperli langit yang mewarnai laut, seperti bintang yang menghiasi malam, seperti senja yang mewarnai sore. Tristan ingin menjadi seperti mereka... menjadi cahaya... dan semoga kamu menyukainya"

Tristan

"Bisakah kita kembali ke masa itu? Pada langkah yang terbilang masih ringan, namun kita arungi bersama. Pada masa yang hanya ada tawa, kendati terselip tangisan tapi tidak pernah seawet sekarang."

Jovanka

~~~


Aku perjelas sekali lagi, prolog ini di publish ketika cerita sudah hampir selesai ditulis atau menuju ending. Jadi buat pembaca lama, dilarang keras untuk memberi spoiler di kolom komentar.

Selamat membaca, selamat menyelam dalam kesedihan. Selamat menikmati yang namanya siklus nangis-ketawa-baper-nangis lagi.

Terima kasih, salam hangat dari Tan💙

[✔]Tomorrow•Esok Tak Pernah DatangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang