36. Sebuah Jebakan

406 121 387
                                    

Alunan denting suara hati
Mengulas kembali jejak yang telah lalu
Untaian makna yang tercipta
Aku abadikan di tempat terindah

Tuhan, kembalikan
Segalanya tentang dia seperti sediakala
Izinkan aku 'tuk memeluknya
Mungkin 'tuk terakhir kali
Agar aku dapat merasakan
Cinta ini selamanya

Ketika malam telah tiba
Aku menyadari kau takkan kembali

-Di ujung jalan-

📌

Wajib vote sebelum baca!!

○○》《○○

Semalam Anya bermimpi; pada suatu malam dia berada di puncak pegunungan seorang diri. Di sana ia menerbangkan sebuah lampion yang sebelumnya sudah ia tulis harapannya. Permintaan sederhana, Anya menulis bahwa dia ingin sekali bertemu seseorang yang sangat dirindukannya. Lalu Ketika lampion itu diterbangkan, secara Ajaib dia meledak di angkasa berubah menjadi taburan bintang-bintang indah; hingga bayangannya hadir, tersenyum di sela-sela berlian yang bertaburan di atas langit.

Senyumannya yang damai serta cahayanya yang berpijar begitu terang seakan mengatakan. Dia tidak pernah pergi meninggalkannya.

Sampai akhirnya mimpi itu membawanya untuk berada di tempat ini. Perempuan itu menghentikan Langkah sejenak, kala dia rasa dia bukan satu-satunya orang yang berada di sana. Kedatangannya ternyata di dahului oleh orang lain, Anya menatap sebentar sebungkus bunga krisan di genggamannya lalu Ketika pandangannya Kembali melihat ke depan sana-- sosok pria itu melihat dirinya sadar dengan kedatangannya. Anya memilih bungkam, Ketika Jovan berjalan mendekat dengan sebuah senyuman. Makam Tristan hanya terpisah beberapa jarak dari posisinya saat ini, tapi dia masih enggan untuk membuka langkah.

Mereka akhirnya dihantui kecanggungan, Jovan menoleh sebentar melihat sekali lagi gundukan tanah yang sudah dipenuhi rumput itu. "Udah lama, Nya?" Tanyanya. Anya menggeleng tanpa jawaban.

Di tatapnya mata itu lekat-lekat, Anya merasa tidak asing. Kendati dia sudah tahu kenyataan yang sebenarnya: fakta bahwa mata Tristan kini telah ada pada diri pria ini. Jovan yang menyadari kalau mata perempuan ini berkaca-kaca hanya bisa geming tak Kembali bersuara. Mengerti akan keadaan, Jovan membiarkan Anya di depannya bisa menatapnya lebih lama lagi. Hingga kini keduanya berakhir saling menatap tanpa suatu alasan yang jelas.

Jovan tahu, dalam sorot mata itu ada gambaran kerinduan yang begitu mendalam.

Hingga terlalu lama, Anya menyudahi tatapan mereka kemudian suasana Kembali canggung. Jovan berusaha memecah.

"kesini sama?"

"sendirian." Jovan balas mengangguk-ngangguk tanpa sepatah kata, sadar dengan keterdiaman Anya dia hanya langsung mempersilahkan perempuan ini dengan Gerakan tangannya.

Anya permisi, melewati Jovan untuk mendekat ke titik tujuannya pada gundukan tanah dengan batu nisan granit bertuliskan nama Tristan Putra Tarigan di sana. Perempuan itu memilih berjongkok setelah sempat meletakan sebungkus bunga krisan di atas sana. Diam-diam ekor matanya masih mendapati keberadaan Jovan di belakang dan menghadap ke arah di mana dia berada. Dalam hati berharap Jovan segera pergi berlalu, setidaknya supaya suasana tidak begitu canggung seperti sekarang.

Baru saja dia hendak buka suara dan bicara. "Kak Jovan duluan aja." Tapi terhenti kala ponsel pria ini berdering cukup keras. Anya geming bicaranya dia tunda dulu, tatapannya tak lepas dari posisi di mana Jovan berada. Entah kenapa Anya dapati wajah pria ini tiba-tiba berubah serius, tubuhnya seperti menegang.

[✔]Tomorrow•Esok Tak Pernah DatangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang